PATI – Mondes.co.id | Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mengintai ternak sapi, hal ini memicu kematian pada ternak tersebut lantaran membahayakannya dari virus Aphthovirus.
Bahkan, kejadian mengerikan itu yang kini tengah berlangsung di Kabupaten Pati. Hingga menyebabkan lebih dari 800 sapi terinfeksi.
Di suatu momen yang bersamaan, tempat pemotongan hewan dibanjiri lenguhan sapi.
Bagaimana tidak? Biasanya tukang jagal kedapatan satu-dua sapi untuk dipotong, tetapi kini ada puluhan ekor sapi yang siap jagal, lantaran mengantisipasi penularan PMK ke organisme sekitar.
“Kalau biasa pedagang setor ke jagal 1 sampai 2 ekor, kini ke jagal 10-20 ekor. Harga jual dagingnya pun rendah,” ujar peternak asal Kabupaten Pati, Halim menjelaskan.
Menurut Halim, hewan ternak miliknya banyak yang dipotong paksa demi memangkas arus menyebarnya virus berbahaya tersebut.
Bahkan, ia tidak ingin sapinya mati sia-sia lantaran terjangkit virus, sehingga potong paksa jadi alternatif terdekat.
“Mulai awal Desember ada yang saya potong paksa belasan ternak sapi saya. Semua itu dilakukan ketika ada tanda-tanda PMK, seperti mulut berbusa dan lumpuh tak mampu berdiri, karena ketika sapi sudah roboh gak kuar berdiri sebentar lagi gak sampai malam sudah mati,” ucapnya saat ditanya Mondes.co.id, Kamis, 9 Januari 2025.
Upaya potong paksa dilakukan apabila gejala-gejala PMK muncul pada sapi, hanya bedanya pada PMK kali ini tak seperti tahun 2022 lalu.
Pada PMK yang merebak sejak akhir 2024 ini, tidak ada bercak-bercak darah pada ternak, tetapi tak sampai satu hari lumpuh, seketika sapi langsung hilang nyawa.
“Kalau dulu ada bercak darah di kuku, tapi sekarang tidak ada. Begitu sapi gak kuat berdiri tandanya sebentar lagi mati, sehingga langsung kami potong paksa. Rata-rata siangnya roboh, malam sudah mati,” terang Halim.
Selain itu, ia nekat menjual sapinya dengan harga murah di situasi seperti ini.
Harga sapi yang ia jual hanya menembus angka Rp1,5 juta sampai Rp7 juta per ekor, yang mana tak sebanding dengan harga asli Rp16 juta hingga Rp20 juta per ekor.
Begitupun dagingnya yang hanya mencapai Rp95 ribu per kilogram, dari semula Rp120 ribu per kilogram.
“Harga jual turun drastis, yang semula per ekor Rp16 sampai dengan Rp20 juta, saat ini setelah PMK mentok Rp7 juta per ekor. Bahkan parahnya ada yang satu ekor di harga Rp1,5 hingga Rp3 juta saja. Kalau daging usai dijagal pun merosot menjadi Rp60 ribu sampai dengan Rp95 per kilogram,” sebut Halim.
Sejauh ini, hanya sapi yang terjangkit PMK. Sedangkan, kambing ternaknya tidak terjangkit meski ditempatkan dalam satu kandang dengan sapi.
“Untuk ternak lain tidak merasakannya, hanya sapi, bahkan saya pantau sapi saya ada yang satu kandang dengan kambing namun yang terjangkit hanya sapi. Terkait vaksin dan pemberian nutrisi sifatnya saya upayakan, yang saya rasakan asal pakan, obat apapun ndak ngaruh (percuma),” tutur pengusaha ternak ruminansia asal Desa Klecorenggonang, Kecamatan Winong tersebut.
Ia telah berupaya memberikan nutrisi dan cukup pada sapi miliknya di kandang. Namun, semua perlakuannya tidak mempan untuk mencegah menularnya PMK.
“Kalau sudah kena segala macam obat apapun obat apapun gak mempan. Kemarin 58 ekor sapi ke Jakarta mati,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Pati menyampaikan pada Rabu, 8 Januari 2025 kemarin, ada 889 ternak sapi yang terinfeksi PMK di Bumi Pesantenan. Adapun 108 sapi yang mati gara-gara pagebluk PMK kali ini.
“Perkembangan PMK ada sekitar 800-an ekor sapi yang kena. Ada kematian sekitar 100-an ekor,” ucap Andi Hirawadi kemarin.
Dispertan Kabupaten Pati melakukan pantauan kesehatan hewan ternak secara intensif. Jika ditemukan gejala PMK, maka petugas Dispertan Kabupaten Pati langsung melakukan pengobatan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar