Kembangkan Tenun Troso Ramah Lingkungan, Gunakan Pewarna Alami

waktu baca 3 menit
Rabu, 5 Jun 2024 11:52 0 680 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Bagi Ahmad Karomi (34), warga Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, kehidupan selaras dengan alam menjadi tanggung jawab bersama.

Berangkat dari kegelisahan melihat sungai di belakang rumah berwarna hitam pekat karena pencemaran limbah warna testil, kini ia mencoba untuk mengembangkan pewarna alami yang ramah lingkungan.

“Sekecil apapun tindakan menjaga kelestarian alam lingkungan akan sangat bermakna untuk mengurangi dampak kerusakan yang terjadi di muka bumi,” ujar Ahmad Karomi, Selasa (4/6/2024).

Melalui Rumah Petruk yang berada di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, menjadi satu-satunya industri kain Tenun Wastra Cakro Manggilingan yang menggunakan pewarna alami. Kain Cakro Manggilingan ini, menjadi satu di antara kain tenun yang ramah lingkungan.

Karomi menceritakan, ia memanfaatkan kulit kayu mahoni sisa limbah pabrik yang tidak digunakan. Di tangannya, limbah tersebut bisa menjadi pewarna alami di kain Tenun Cakro Manggilingan.

Berawal dari keresahan tersebut, ia kemudian mencari informasi terkait penyelesaian mengatasi limbah. Romi juga belajar kepada sekelompok pembatik di Kendal dan melakukan pewarnaan batik dengan cara yang alami. Mendapatkan ilmu itu, ia mulai belajar untuk membuat pewarna alami.

“Seiring waktu, ia bisa membuat pewarna kain tenun dengan memanfaatkan daun pohon mangga dan kulit pohon mahoni,” kata dia.

Dikatakan, sudah hampir 4 tahun ini, ia menekuni pesanan kain ramah lingkungan. Dia menjelaskan bahwa penjualan kain tenun Wastra Cakro Manggilingan dengan pewarna alami memang susah.

Menurutnya, memang untuk segmen peminatnya cenderung kecil dan memiliki pasar menengah ke atas. Tapi, di samping itu, nilai jualnya tetap memberikan keuntungan yang lumayan.

BACA JUGA :  APBD Jepara Jeblok, Sejumlah Anggaran Kedinasan Dipangkas

“Yang kecil Rp100 ribu. Yang ukuran 60 cm Rp350 ribu. kalau yang lebar 1 meter panjang 225 centimeter harganya Rp850ribu,” kata dia.

Untuk pendapatan kata dia, tidak bisa memastikan jumlah pastinya. Pasalnya, penjualan produknya juga harus bersaing dengan kain tenun dengan pewarna sintetis.
Tidak dipungkiri, banyak orang lebih memilih kain dengan pewarna sintetis.

Karena dari segi kecerahan warna, pewarna sintetis lebih unggul dibandingan pewarna alami yang sedikit redup. Dia mengakui, banyak tantangan menggunakan bahan pewarna alami. Selain persaingan jual, juga pada prosesnya. Satu lembar kain bisa menghabiskan waktu kurang lebih 1 bulan.

Tidak seperti menggunakan pewarna sintesis yang tinggal campur, menggunakan pewarna alami harus mengumpulkan bahan-bahan warnanya, kemudian baru diolah.

“Biasanya ada segmennya sendiri. Orang-orang yang mencari kain atau tenun ramah lingkungan,” kata dia.

Dari kenekatannya memasarkan kain Tenun Troso dengan pewarna alami, tak hanya mengundang pelanggan. Sejumlah mahasiswa dari kampus kesenian juga ada yang datang ke rumahnya untuk mengetahui proses pewarnaan kain Tenun Troso dengan bahan alami.

“Ada yang dijadikan penelitian skiripsi dan tugas akhir kuliah,” ujarnya.

Hal-hal yang membuat orang luar kota datang ke tempatnya untuk mengorek lebih dalam soal pewarna alami kain tenun, membuatnya bangga dan puas.

Salah satu pembeli kain Tenun Troso ramah lingkungan, Kirana mengaku tertarik dengan Tenun Troso ini. Jika selama ini pakaian menggunakan pewarna tekstil, sudah saatnya untuk kembali ke alam.

“Sudah saatnya kita memanfaatkan bahan-bahan alam yang ramah lingkungan. Ini keunikannya,” kata dia.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini