PASANG IKLAN DISINI

Kajati: Omah Sambung Rasa, Diharap jadi Solusi Permasalahan Hukum di Trenggalek

waktu baca 4 menit
Rabu, 8 Jun 2022 11:48 0 420 mondes

TRENGGALEK – Mondes.co.id | Banyaknya permasalahan hukum yang terjadi di berbagai daerah menjadi pekerjaan rumah (PR) serius bagi pemerintah. Selain memang misi hukum di Indonesia yang tidak harus mempidanakan semua sengketa hukum maka pihak aparat penegak hukum (APH) mulai memikirkan solusi alternatif terbaik.

Dilatarbelakangi prinsip penegakan hukum yang harus berjalan baik berdasarkan hati nurani dan benar-benar berkeadilan.

Menyikapi hal tersebut, Korp Adhyaksa pun menginisiasi adanya ‘Restorative Justice’ yakni upaya menyelesaikan permasalahan hukum dengan pendekatan sosial masyarakat. Yakni pola solutif dalam mengurangi tindak pidana tertentu dengan menggelar pertemuan antara korban (pelapor) dan terlapor (pelaku) yang melibatkan perwakilan masyarakat secara umum.

Kepada awak media, Kepala Kajaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur, Mia Amiati mengatakan jika secara substansial adanya restorative justice (RJ) adalah upaya nyata kejaksaan dalam memberikan jalan keluar dalam sengketa hukum. Sebab, tidak semua perkara harus dipidanakan pun begitu.

“Itu tidak serta merta bisa dilakukan, namun tetap harus mengacu pada aturan dan tata laksana yang sudah ditentukan oleh undang-undang,” ungkap Kajati Jatim usai meresmikan ‘Omah Sambung Rasa’ (rumah restorative justice) di Pendopo Manggala Praja Nugraha Kabupaten Trenggalek, Rabu (08/6/2022).

Menurut Kajati, tujuan penyelesaian hukum dengan restorative justice (RJ) adalah guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana kategori tertentu. Sehingga mendapatkan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku. Mengingat, letak geografis daerah yang bermacam-macam untuk itulah perlu menciptakan fasilitas demi mempermudah musyawarah penyelesaian permasalahan.

Baca Juga:  Insan Pers Independen Pati (IPIP) Bagikan Ratusan Paket Sembako, Kades Sumbermulyo : Sangat Layak Diberikan Apresiasi

“Untuk itu perlu adanya lokasi yang benar-benar layak dan bisa menjadi fasilitasi ini, diantaranya ya ‘omah sambung rasa’ atau rumah untuk menyambungkan rasa sebagai representasi dari upaya ‘Restorative Justice’. Dimana, rumah ini (omah sambung rasa) dibangun oleh pemerintah daerah setempat dengan tujuan agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayahnya masing-masing,” ujarnya.

Jika ada masalah hukum yang terjadi di masyarakat, lanjut Kajati, rumah RJ ini bisa menjadi alternatif mediasi kedua belah pihak dalam hal ini antara korban dan pelaku tindak pidana. Namun, ada syarat yang harus terpenuhi saat RJ ini akan dilaksanakan.

Seperti, pelaku tindak pidana bukan merupakan residivis atau baru melakukan tindak pidana, tidak ada niat terencana dari pelaku, jangka waktu hukuman dibawah 5 tahun, kerugian yang dialami korban tidak lebih dari 2,5 juta rupiah dan ada upaya saling memaafkan serta harus dihadiri tokoh masyarakat, tokoh adat ataupun tokoh agama di lingkungan setempat.

“Sehingga, dari RJ ini nanti proses penghentian perkaranya benar-benar mewujudkan rasa keadilan, keseimbangan sesuai hukum positif yang ada sekaligus  kepastian hukumnya,” imbuh Mia Amiati.

Diungkapkan kajati perempuan pertama di Jatim itu, pihaknya mengapresiasi respons masyarakat yang cukup baik dengan adanya rumah ‘restorative justice’ ini. Sehingga, jajaran Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menjadi yang terbanyak memiliki rumah RJ. Yakni, sudah ada 164 titik rumah RJ diseluruh wilayah dengan 64 perkara yang dihentikan melalui RJ hingga hari ini.

“Omah Sambung Rasa ini adalah rumah kita bersama yang bisa digunakan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum. Dari situ, diharapkan akan ada solusi terbaik bagi semua pihak. Sehingga, harus dirawat bersama agar terus bisa digunakan termasuk untuk mendukung pembangunan daerah,” pesannya.

Baca Juga:  Jalan Tol di Pati Terus Dikaji, Tol Layang Jadi Opsi

Ditempat yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Trenggalek, Masnur, menambahkan jika pengadaan rumah RJ di Trenggalek berdasar pada pertimbangan kondisi wilayah yang sebagian besar daerah pegunungan selain juga terbatasnya jumlah personil di kejaksaan negeri. Sehingga, disepakati bahwa rumah RJ di sediakan untuk tiap kecamatan saja.

“Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya disepakati bersama dengan pemerintah daerah Trenggalek akan ada satu rumah RJ di tiap kecamatan. Jadi, akan ada 14 rumah RJ nantinya,” kata Kajari Trenggalek.

Diharapkan, sambung dia, dengan adanya ‘omah sambung rasa’ ini bisa benar-benar mendatangkan manfaat bagi masyarakat khususnya di Kabupaten Trenggalek. Pasalnya, selain sebagai salah satu fasilitas penyelesaian sengketa dari situ, masyarakat juga akan lebih mudah mendapatkan informasi terkait masalah-masalah bidang hukum.

“Dalam hal ini, kita tetap bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain seperti Polres Trenggalek. Agar nantinya masyarakat bisa mendapatkan informasi hukum secara benar,” pungkas Masnur.

(Her/Mondes)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini