Chat GPT Bikin Resah, Begini Cara Guru SMP Asah Kemampuan Siswa

waktu baca 3 menit
Senin, 28 Okt 2024 18:49 0 532 Harold

PATI – Mondes.co.id | Momentum Bulan Bahasa dan Sastra 2024, disikapi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Pati dengan menggelar seabrek event.

Yakni melalui lomba menulis cerita pendek (cerpen) dan lomba baca puisi untuk para pelajar SMP se-Kabupaten Pati yang digelar di SMPN 3 Pati, Senin (28/10/2024).

Tak main-main, lomba ini diikuti total 123 peserta, 60 peserta lomba penulisan cerpen dan 63 peserta lomba baca puisi. Mereka merupakan siswa/siswi perwakilan dari SMP dan MTs se-Bumi Mina Tani.

Dalam lomba penulisan cerpen, para peserta diminta menulis tangan di kertas folio, tanpa menggunakan peranti elektronik seperti laptop ataupun ponsel pintar.

Hal ini untuk menghindari plagiarisme dan penggunaan artificial intelligence (AI) dalam menulis karya.

Sebagaimana diketahui, AI semacam Chat GPT telah sedemikian canggih, sehingga bisa menghasilkan cerpen atau puisi sesuai prompt atau instruksi singkat yang diberikan penggunanya.

Tanpa bermaksud menafikan perkembangan zaman, mekanisme lomba cerpen dengan menulis tangan secara manual ini dimaksudkan untuk memunculkan ide murni dari para peserta.

Sebab, lomba ini digelar untuk menghasilkan bibit-bibit sastrawan yang berbakat dari kalangan siswa.

“Bersama tim, kami merumuskan metode agar anak-anak menulis di kertas folio, agar ide dan gagasan benar-benar asli dari siswa. Kalau misal diketik di PC, godaan dan risiko plagiarisme lebih besar. Supaya anak-anak juga tidak tergoda memakai Chat GPT,” kata Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Pati, Suprihadi.

BACA JUGA :  Sudewo Beri Banyak Program Inovatif, Pemdes dan Warga Ngawen Dukung Penuh

“Ketakutan kami, anak-anak semata-mata memanfaatkan AI untuk membuat cerpen. Padahal di sini kami mencari bibit-bibit sastra dari kalangan siswa,” lanjutnya.

Menurut dia, gagasan yang dia usulkan ini tidak langsung diterima. Banyak yang meragukan manfaat dan tujuannya. Namun, setelah melalui perundingan, akhirnya sistem lomba ini disepakati.

“Saya ingin melihat kreativitas dan inovasi siswa. Paling tidak karakter, kompetensi, dan bakat mereka bisa kelihatan. Dengan menulis tangan, saya harap hasil karya lebih jujur dan lebih bisa dipertanggungjawabkan. Ide-ide yang muncul dari anak-anak langsung teraktualisasikan dalam tulisan mereka,” ungkapnya.

Suprihadi menambahkan, ada tiga tema cerpen dalam lomba ini, yakni “aku dan bahasaku”, “aku sebagai generasi emas”, dan “untuk Indonesiaku”. Ketiga tema cerpen tersebut diundi untuk tiap peserta.

Kemudian peserta diberi waktu 180 menit untuk menulis cerpen sepanjang 5-8 halaman folio sesuai tema yang mereka dapat.

Sistem pengundian juga dilakukan dalam lomba baca puisi. Ada tujuh puisi yang diundi untuk dibaca tiap-tiap peserta.

Ketujuh puisi tersebut ialah “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini (Taufiq Ismail)”, “Sajak Tafsir (Sapardi Djoko Damono)”, “Sajak Matahari (WS Rendra)”, “Karawang-Bekasi (Chairil Anwar)”, “Resonansi Indonesia (Ahmadun Yosi Herfanda)”, “Di Muka Jendela (Goenawan Mohamad)”, dan “Kembalikan Indonesia Padaku (Taufiq Ismail)”.

Judul puisi baru diundi ketika peserta memasuki ruangan lomba.

“Kalau sudah punya ‘rasa sastra’, mau dibuat seperti apa pun regulasi, akan tampak bakat mereka,” terang Suprihadi.

Sesuai tema Bulan Bahasa dan Sastra 2024, yakni Berbahasa Cerdas untuk Generasi Emas, dia berharap kegiatan ini bisa memicu spirit berbahasa dan bersastra para siswa demi menyongsong Indonesia Emas 2045.

“Saat ini sastra belum masuk kurikulum. Namun ada wacana masuk ke kurikulum pembelajaran lagi. Saya lihat sastra agak dilupakan sekarang. Maka dengan ajang ini saya harap anak-anak punya gairah kebahasaan dan kesusastraan,” pungkasnya.

BACA JUGA :  GTRA Fokus Kaji TORA di Pati

Salah satu juri lomba cerpen, Jimat Kalimasadha, mengapresiasi lomba ini yang sengaja didesain untuk menulis cerpen on the spot atau di tempat.

Menurut dia, metode tulis tangan diharapkan bisa menjaga orisinalitas karya peserta.

“Seandainya sekarang ini karya-karya terpengaruh AI, kita harus sadar bahwa AI berguna ketika kita juga punya kemampuan ‘menyopiri’ AI tersebut untuk menghasilkan karya berkualitas,” ungkapnya.

Jimat menilai, jika kreativitas dan daya pikir siswa tidak dilatih dan dipertajam, sekalipun menggunakan AI, karya yang mereka hasilkan tidak akan bagus.

“Setidaknya dengan teknis seperti ini, kita bisa mengajarkan pada anak untuk menggunakan kreativitasnya tanpa terganggu dulu oleh AI,” tandasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini