PATI – Mondes.co.id | Di sebuah desa wilayah Kabupaten Pati, berdirilah makam seorang tokoh tersohor pembawa agama yang sangat dihormati.
Makam tersebut sering dikunjungi oleh banyak orang yang mencari berkah dan kedamaian.
Namun, ironisnya, tempat yang seharusnya sakral ini, kerap dijadikan lokasi untuk melanggengkan kemusyrikan.
Orang-orang datang untuk mengadu sumpah di depan makam tersebut, berharap dapat menentukan siapa yang salah dalam sebuah konflik, alih-alih mencari keadilan dengan cara yang benar.
Takdir pun dipermainkan oleh masyarakat, dengan meminum air sumur tersebut, ajal menjadi taruhan.
Tak jarang, bukti dari orang yang bersalah dan yang tidak bersalah, bisa tampak dengan metode di luar nalar.
Mereka yang salah akan mati dalam beberapa hari selepas meminum air dari sumur makam.
Makam itu adalah tempat peristirahatan terakhir Abdullah Asyiq, alias Ki Ageng Kiringan. Makam keramat tersebut berlokasi di Dukuh Kiringan, Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.
Makam tersebut kerap dikunjungi oleh warga setempat maupun masyarakat dari berbagai kalangan meski dari asal yang jauh.
Macam-macam kepentingan dilakukan, ada yang berziarah dan ada pula yang mengadu sumpah.
Kepentingan ziarahnya pun juga beda-beda, ada yang mendoakan sang mendiang leluhur, ada pula yang memohon-mohon sesuatu.
“Ada yang ziarah maupun ada yang cari barokah. Kadang seringnya didatangi orang yang sedang ada masalah duniawi seperti masalah keluarga, masalah pangkat, masalah rezeki. Namun, ada juga yang berkaitan dengan hal ghaib, seperti mengadu sumpah maupun mencari gaman (senjata gaib),” jelas penjaga makam tersebut kepada Mondes.co.id, Kamis (30/5/2024).
Terlihat ada yang mencari berkah, ada yang memohon pangkat maupun jabatan, ada yang meminta keharmonisan keluarga, bahkan permasalahan gaib juga berlangsung di makam bersejarah itu.
Biasanya di momentum mendekati hajat politik, kondisi makam menjadi ramai. Hal itu menurut kesaksian sang juru kunci, Dain alias Mbah Dain.
“Biasanya jelang Pemilu, Pilkada, Pilkades, para petinggi atau Caleg (calon anggota legistlatif) mendatangi makam ini. Pengusaha-pengusaha untuk melanggengkan hartanya. Kadang orang militer juga datang,” imbuh Mbah Dain.
Ia menyebut, terakhir kali kedatangan politisi lokal dari partai berlambang banteng, demi melanggengkan kedudukannya di tengah masyarakat.
“Ada juga seorang pejabat lokal dari partai logo banteng, pasti jenengan tahu siapa. Orang Pati utara yang ziarah kemari,” terangnya.
Lebih lanjut, ia bercerita bahwa makam tersebut memiliki riwayat kelam. Beberapa korban ditelan oleh ganasnya mantra dari aura gaib makam Sang Wali.
Sempat beberapa kali orang-orang meninggal dunia karena meminum air yang bersumber dari sumur makam tersebut, karena kesalahan mereka sendiri.
Dain menceritakan bahwa sejak pendahulu bahkan ayahnya memegang amanah menjaga Makam Ki Ageng Kiringan, tempat itu dijadikan objek mengadu sumpah.
Para orang-orang sesat pun mendatangi untuk menengai pertikaian. Bukannya ditengahi di jalur kekeluargaan atau hukum, mereka memilih jalan instan ini.
“Ada orang berselisih paham, risikonya di sini yang salah mati. Orang-orang adu sumpah demi membuktikan mana yang salah dan mana yang benar. Lalu keduanya meminum air dari sumur. Dua hari setelahnya, si yang salah tapi mengaku benar, tewas. Ia aslinya salah tapi ngaku benar, yang mati yang salah,” umbarnya saat ditanya.
Ia menyarankan, bila ada permasalahan, maka diselesaikan dengan baik-baik, paling baik melalui kekeluargaan.
Menurutnya, kejadian terakhir sejak 10 tahun silam, di kala ayahnya yang menjadi penjaga makam.
“Saya dipesan ayah saya untuk jangan mau memfasilitasi sumpah-sumpah seperti itu. Dulu sebelum saya di sini, masih sering makam ini jadi tempat pertemuan orang yang emosional mengambil sumpah. Itu kejadian 10 tahun lalu,” terang Mbah Dain.
Bukan hanya praktik syirik, namun praktik ritual tak masuk akal juga sempat terjadi.
Ia menemukan kejadian miris, yakni sepasang kekasih bukan muhrim menginap di kompleks makam berhari-hari. Hingga keduanya digrebek warga dan diusir.
“Biasanya orang-orang pengunjung makam sering pada menginap, malah berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan setahun juga ada. Tapi pernah ada satu kejadian laki-laki dan perempuan menginap di lokasi, kemudian karena bukan muhrim, diusir warga,” katanya.
Selain kisah kelam, nyatanya Makam Ki Ageng Kiringan juga mendatangkan berkah bagi siapapun.
Ia menyampaikan bahwa beberapa mualaf menemukan hidayah ketika mendatangi makam ulama asal Yaman tersebut.
Pernah ada seorang pengusaha asal Korea yang mendatangi makam itu. Ia tak menduga, konglomerat asal Negeri Ginseng mencari ketenangan di makam sederhana ini. Dengan rasa frustasi, oppa-oppa itu merenung dan meyendiri di makam.
“Makam ini kedatangan orang dari mana-mana, ada Jawa dan luar Jawa, bahkan ada orang Korea ke sini. Dengan Bahasa Inggris, intinya dia bilang pernah olah rasa spiritual karena perusahaannya di Indonesia collapse ketika pandemi Covid-19. Ditambah, guru spiritualnya di Indonesia meninggal,” ujarnya.
“Pertama kali ke sini pakai singlet, celana pendek, kacamata hitam, bawa kipas, mengenakan sarung tangan, dan berkalung salib. Kalau orang lokal ke makam mengenakan pakaian yang layak, tetapi si Korea ini datang dengan santainya, di sana ia hanya duduk dan mendengarkan orang berdoa. Bahkan kadang tidur bersila,” sambungnya.
Si pria oriental itu mendatangi makam sebanyak tiga kali. Di sana hanya mendengarkan peziarah berdoa bahkan sampai tertidur di kompleks Makam Ki Ageng Kiringan.
Pada kedatangannya yang terakhir, ia mendatangi makam dengan berbusana Muslim. Fenomena itu membuat Mbah Dain terkejut.
“Dia 3 kali ke sini, terakhir kali tahun lalu ia berbaju Muslim mengenakan peci, saya terkejut. Namun tempat ini memang bukan hanya didatangi oleh umat Islam saja, kadang berbagai agama dan aliran kepercayaan sering datang,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar