PASANG IKLAN DISINI

Pemkab Andalkan PAD dari Tambang Ilegal, JMPPK Rembang Sebut Bupati Sesat Pikir 

waktu baca 5 menit
Selasa, 10 Okt 2023 17:45 0 5987 Singgih TN

REMBANG – Mondes.co.id | Maraknya pertambangan ilegal di Kabupaten Rembang justru dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang untuk menarik Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tersebut. Hal ini memantik reaksi dari aktivis lingkungan di Kabupaten Rembang yang bertahun-tahun menyuarakan penolakan eksploitasi alam atas adanya kerusakan yang disebabkan tambang tak berizin.

Aktivis lingkungan yang tergabung di dalam Jaringan Masyatakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) menyatakan jika komitmen pemerintah daerah (Pemda) patut dipertanyakan. Pasalnya sejak 2022, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah membuka layanan pelaporan terkait keberadaan tambang ilegal. Namun, kenyataannya tambang ilegal masih menjamur.

Menurut salah satu aktivis JMPPK asal Rembang, Joko Prianto, sikap Bupati Rembang Abdul Hafidz tidak bijak sebagai seorang kepala daerah. Pasalnya, Abdul Hafidz beserta jajarannya berencana akan meningkatkan pemasukan Kabupaten Rembang lewat pajak pada tembang ilegal. Hal ini membuktikan dirinya sesat pikir karena tidak berperspektif korban sebagaimana yang dikeluhkan mayoritas warga Rembang.

“Pernyataanya terbukti telah sesat pikir dan tidak berperspektif korban kegiatan ekstraktif. Bupati hanya berfokus pada pajak untuk menambah pendapatan daerah tanpa sedikit pun ada upaya konkrit untuk memulihkan kondisi lingkungan kegiatan tambang yang masif,” tegas Joko Prianto saat diwawancarai Mondes.co.id, Selasa, 10 Oktober 2023.

Di samping itu, statement Pemkab Rembang melukai hati warga Rembang yang telah berjuang bertahun-tahun. Warga Rembang melalui JMPPK telah mati-matian membela kawasan lindung Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih, hingga melaporkan ke Presiden Joko Widodo agar ada moratorium izin pertambangan di kawasan Pegunungan Kendeng.

Menurutnya, perjuangan secara hukum pun sudah dimenangkan, akan tetapi Bupati Rembang tidak mengindahkan perintah tersebut. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Desk Pelaporan yang digagas Pemprov Jawa Tengah tidak dijalankan secara maksimal.

Baca Juga:  Tambang Ilegal Kuasai Pati, Retribusi Pajak Galian C Minim

“Kawasan CAT Watu Putih dilindungi oleh Perda RTRW (Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Dulur-dulur selama ini menolak adanya segala bentuk pertambangan, baik yang berizin maupun tak berizin, bahkan pabrik semen kita tolak dan kita kalahkan di arena hukum, masyarakat menang. Lantas mengapa sikap Bupati demikian? Artinya, ada sesuatu yg tidak beres, mulai penegak hukum dan pemerintah ada apa? Kalo ilegal harus dihentikan!” ucapnya.

Menurutnya, sampai saat ini warga merasakan dampak aktivitas tambang, seperti penurunan produktifitas lahan, berkurangnya debit di sumber air, masalah kesehatan, dan konflik sosial. Seharusnya Bupati memikirkan nasib rakyatnya yang sengsara akibat aktivitas tambang, bukan malah melakukan pembiaran hingga rencana penarikan retribusi pajak.

“Dampak tambang mulai dari debu, debit air mengalami penurunan drastis, apalagi ini masa-masa kekekringan. Lama-kelamaan orang akan terkena gangguan kesehatan. Bahkan teman-teman kami sering meminta data kesehatan warga yang kena gangguan pernapasan, eh Puskesmas tidak mau ngasih data. Ini bukti bahwa keberadaan tambang selain menjadi penyakit fisik juga menjadi penyakit yang berakibat konflik sosial. Kadang kami sering difitnah dianggap membesar-besarkan sesuatu,” ujarnya.

JMPPK menilai langkah Pemkab Rembang memperpanjang deretan wujud ketidakseriusan mematuhi putusan pengadilan dan rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dan semakin menunjukkan pemerintah tidak berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan hidup dan hajat hidup masyarakatnya.

Sebagai informasi, momok besar dari tambang yang menghantui warga Rembang adalah hadirnya PT Semen Indonesia. Perlu diketahui, sejak Oktober 2016 lalu, warga Rembang berbondong-bondong telah menang secara putusan hukum atas rencana operasionalisasi PT Semen Indonesia. Termasuk pada April 2017, warga juga telah menang secara perjuangan dengan keluarnya KLHS Pegunungan Kendeng sebagaimana amanat dari Presiden Jokowi, yang mana isi rekomendasinya meminta adanya penetapan kawasan lindung di CAT Watuputih, serta meminta adanya moratorium izin pertambangan di kawasan tersebut.

Baca Juga:  ABK Meninggal di Atas Kapal, Dikebumikan Hari Ini

Dengan demikian, JMPPK melayangkan tuntutan kepada Bupati Rembang, yakni mencabut rencana penarikan pajak dari tambang-tambang ilegal. Kemudian mendesak Pemkab Rembang mematuhi serta menjalankan rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng. Dan ketiga, melibatkan masyarakat Rembang mengawasi maupun menghentikan tambang-tambang ilegal.

“Kami masih rembukan, terlepas dari itu semua usaha sudah kami lakukan. Kami (warga Rembang) sudah memiliki kesepakatan dengan presiden dengan danya KLHS. Itu artinya kami menang. Namun, Pemda, penegak hukum, dan tambang sudah bersatu membentuk oligarki. Tambang ini sumber permasalahan di masyarakat,” pungkas Joko Prianto.

Sebelumnya, Bupati Rembang Abdul Hafidz menyatakan, tambang-tambang di Kabupaten Rembang ditarik pajak untuk PAD. Penarikan pajak tersebut dilandaskan pada aktivitas eksploitasi, bukan terkait perizinan.

“Sesuai pembahasan bersama Universitas Gajah Mada (UGM), bahwa kami menarik pajak tambang bukan karena izin, tetapi karena ada eksploitas. Bahkan penambang yang mengantongi izin maupun yang tidak mengantongi izin bisa ditarik pajak,” ucapnya.

Pajak daerah merupakan salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Santri. Menurut Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023, diperkirakan PAD Rembang akan mencapai sekitar Rp375,067 miliar.

Sumber pendapatan ini terdiri dari beberapa aspek PAD, di antaranya Pajak Daerah yang diestimasi sekitar Rp155,124 miliar, dan juga Retribusi Daerah yang diperkirakan sekitar Rp33,4 miliar.

Abdul Hafidz menyatakan bahwa telah melakukan upaya konkret untuk mencapai target pendapatan dari pajak daerah, termasuk dengan melakukan pendataan potensi pajak secara langsung ke rumah-rumah.

Selain itu, ia juga mengungkapkan komitmennya untuk meningkatkan sistem pelayanan dan efektivitas dalam rangka memudahkan proses perpajakan dan mendorong kinerja yang lebih baik secara digital.

Baca Juga:  Macet Pantura, Jalur Alternatif Glonggong Ditutup Warga, Ini Penyebabnya

“Berkerja sama antar sektor adalah langkah pertama. Kemudian, melakukan perbaikan pada sistem dan prosedur agar menghasilkan sistem yang lebih user-friendly dan meningkatkan efisiensi dalam pengawasannya,” ujarnya.

Sontak, pendapat tersebut menyulut masyarakat Kabupaten Rembang yang terdampak adanya eksploitasi tambang di wilayah tersebut.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini