TRENGGALEK – Mondes.co.id | Polemik penerbitan 41 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 Sertifikat Hak Pakai (SHP) di kawasan Pantai Konang, Desa Nglebeng, Kecamatan Panggul, Trenggalek terus bergulir.
Kasus tersebut tengah ramai menjadi sorotan publik, baik di media mainstream maupun media sosial.
Hingga menimbulkan berbagai pertanyaan publik, termasuk adanya potensi tumpang tindih antara aturan perlindungan kawasan pesisir dan hak kepemilikan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Trenggalek, Agus Purwanto mengatakan jika pihaknya tidak menampik munculnya dokumen kepemilikan ataupun pengelolaan lahan dimaksud.
“Memang ada 41 sertifikat hak milik dan 1 sertifikat hak pakai yang ada di wilayah Pantai Konang, Panggul,” ungkapnya pada Selasa, 11 Februari 2025.
Hak-hak masyarakat tersebut, sambung Agus, muncul didasarkan pada beberapa Surat Keputusan (SK) di antaranya dari Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, yaitu: SK Nomor 242/HM/35/1996 tanggal 14 Maret 1996, SK Nomor 352/HM/35/1996 tanggal 15 April 1996, dan SK Nomor 079(A)/HP/35/1996 tanggal 28 Maret 1996.
Sedang proses penerbitan sertifikat ini diawali dengan surat permohonan dari masyarakat (41 warga) pada 5 Februari 1996.
Selain itu, terdapat Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Trenggalek tanggal 29 Februari 1996, serta risalah penelitian tanah oleh Panitia Pemeriksaan Tanah pada 12 Februari 1996 yang menyatakan bahwa tanah tersebut berstatus tanah negara.
“Saat itu, Kepala Desa Nglebeng juga memberikan surat keterangan pada 27 Juni 1995 yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah digarap oleh pemohon sejak tahun 1987. Surat ini diketahui oleh Camat Panggul yang memperkuat klaim warga atas penguasaan lahan tersebut,” jelas dia.
Masih menurut Agus, bahwa sertifikat-sertifikat tersebut diterbitkan pada 15 Juli 1996 melalui program pemerintah bernama Proyek Peningkatan Penguasaan Hak Atas Tanah (P3HT).
Selain itu, memang belum ada peta sepadan pantai sebagaimana sekarang.
“Pada Tahun 1996, belum ada aturan tentang garis sepadan pantai. Garis tersebut baru ada setelah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Trenggalek tahun 2012,” imbuh Agus.
Menurut dia, lahan yang diajukan untuk disertifikatkan, saat itu rencanya akan digunakan sebagai lahan pertanian (khususnya tanaman kelapa).
Berbarengan pula dengan adanya program P3HT dilaksanakan. Prosesnya pun melibatkan langsung tim dari BPN, pihak desa, dan pemohon.
“Setelah melalui proses panjang, akhirnya terbit 41 SHM untuk masyarakat dan 1 SHP untuk pemerintah daerah,” ujarnya.
Dengan terbitnya Perda RTRW Trenggalek Tahun 2012, lanjut Kepala ATR/BPN Trenggalek, yang menetapkan garis sepadan pantai, maka status 41 SHM dan 1 SHP di Pantai Konang kini menjadi bahan evaluasi.
Pihak ATR/BPN Trenggalek sedang meninjau ulang status lahan tersebut bersama pihak terkait.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik,” tandasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar