Inventarisasi Cagar Budaya dan OPK di Desa Nyamuk, Datangi Makam Sumur Wali

waktu baca 3 menit
Minggu, 9 Jun 2024 11:16 0 572 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melakukan inventarisasi Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) dan juga Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) di wilayah Desa Nyamuk, Kecamatan Karimunjawa.

Kegiatan inventarisasi ini dilaksanakan selama dua hari, Sabtu dan Minggu, tepatnya tanggal 8-9 Juni 2024.

Tim melaksanakan inventarisasi dengan mendatangi objek secara langsung dan menggali informasi dari masyarakat.

Hal ini selaras dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Ini sekaligus membuktikan pemerintah memiliki perhatian khusus terhadap upaya-upaya peningkatan kebudayaan di Indonesia, termasuk di Karimunjawa.

“Ini dalam rangka memperkuat basis data kebudayaan,” ungkap Subkord Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Lia Supardianik, Minggu (9/6/2024).

Di Pulau Nyamuk, tim mendatangi sebuah ODCB, yaitu Makam Sumur Wali. Di tempat ini, tim mendapati sebuah makam yang masyarakat menyebutnya Makam Wali Syekh Abdullah.

Ia merupakan tokoh penyebar agama Islam yang meninggal dan dimakamkan di Pulau Nyamuk.

Di sebelah Makam Syekh Abdullah juga terdapat sebuah makam yang belum diketahui identitasnya. Namun, bagi masyarakat Nyamuk, ini juga makam aulia atau sahabat wali.

Selain makam, di lokasi itu juga terdapat sumur yang dipercaya sebagai peninggalan wali. Sumur ini dianggap keramat bagi masyarakat Pulau Nyamuk.

“Banyak mereka yang mempunyai nazar di sini. Ketika terkabulkan menggelar syukuran atau doa pada hari Senin dan Kamis,” ujar Muazis.

Makam Sumur Wali ini juga diadakan haul setiap tanggal 10 Suro. Biasanya masyarakat berbondong-bondong untuk melaksanakan acara selamatan di tempat ini.

BACA JUGA :  Meredam Tensi Politik, Kapolres Safari Subuh ke Sejumlah Masjid

Ada yang menarik selain makam dan sumur wali. Terdapat sebuah benda atau cungkup bangunan yang ditutup dengan kain putih.

Saat disibak, cungkup (gundukan) yang menyerupai stupa ini, sebagian sudah pecah, dan oleh masyarakat dipasang kembali di atas batu karang dan ditambal dengan semen. Menurut keterangan petinggi, cungkup ini sudah ada sejak zaman dulu.

“Sejak saya belum lahir ini sudah ada dan dirawat oleh masyarakat. Namun ssyang tidak ada yang tau asal usul cungkup ini,” kata dia.

Menurut petinggi Muazis, penamaan Pulau Nyamuk ini juga ada beberapa versi. Ada yang menyebut Nyamuk ini kepanjangan dari “Nyantri Mukti”, atau yang berarti murid berbakti kepada gurunya.

Ada pula yang menyebut bahwa Nyamuk ini dulunya sebuah gugusan pulau yang dari kejauhan terlihat kecil seperti seekor nyamuk.

Namun, ada pula pendapat bahwa penamaan Nyamuk ini, karena dulunya tempat ini merupakan sebuah rawa yang banyak ditempati nyamuk.

Selain objek yang diduga cagar budaya, Desa Nyamuk ini mempunyai berbagai tradisi yang perlu dilestarikan. Antara lain lombanan, barikan, haul Mbah Sumur Wali, hingga sedekah bumi.

Salah satu wujud kegotong-royongan warga masih sangat kental. Terlihat saat tradisi menurunkan kapal ke laut.

“Warga dengan sukarela bergotong royong menarik kapal ke laut,” kata dia.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini