Sejarah Petilasan Saridin, Asal-usul Desa Jatimulyo

waktu baca 2 menit
Sabtu, 19 Nov 2022 03:01 0 3135 mondes

PATI – Mondes.co.id | Di Dukuh Landoh, Desa Jatimulyo, Kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati, ada sebuah petilasan salah seorang ulama penyebar agama Islam di Bumi Mina Tani.

Petilasan itu adalah tempat mengajar ilmu agama Saridin atau yang dikenal dengan Syekh Jangkung kepada masyarakat sekitar kala itu.

Hingga saat ini, bangunan petilasan tersebut masih terawat dengan baik. Sehingga wajar jika menjadi salah satu destinasi wisata religi unggulan di Pati.

Obyek wisata ini bisa ditempuh hanya kurun waktu 25 menit saja dari pusat Kota Pati, dengan berkendara. Lokasinya sendiri berada di pinggiran permukiman warga.

Tokoh Masyarakat Jatimulyo, Suharno menuturkan, petilasan itu sudah ada sejak 670 M silam, tepatnya pada era Kerajaan Mataram.

“Saat itu, Syekh Jangkung sedang babat alas, sekaligus menyebarkan agama Islam dari wilayah Pati bagian utara ke arah sini (selatan),” ujarnya, Jumat 18 November 2022.

Suharno menjelaskan, Saridin kala itu setapak demi setapak menyiarkan agama Islam. Hingga akhirnya sampai di suatu wilayah, Saridin mendapatkan kerbau dari Ki Ageng Kiringan.

“Syekh Jangkung pun melanjutkan perjalanan dengan membawa kerbau. Setibanya di Dukuh Landoh, disitulah Saridin mendirikan perguruan dan mendidik santri di sekitarnya, sampai sekarang masih kita jumpai tempat petilasan Saridin di sini,” bebernya.

Suharno mengatakan, bangunan petilasan di Dukuh Landoh memiliki luas 7 x 9 meter. Kemudian pada tahun 1980, bangunan petilasan tersebut dibangun pagar tembok yang mengeluarkan area utama petilasan.

“Pada waktu itu, Saridin sempat dicari istrinya dan akhirnya bertemu lalu diajak menetap di petilasan itu. Banyak masyarakat yang belum mengetahui pasti jumlah istri Saridin yang sebenarnya,” sebutnya.

BACA JUGA :  Inilah 3 Wisata Unggulan di Rembang, Cocok untuk Berlibur Akhir Tahun

Sementara untuk nama Desa Jatimulyo, Suharno bercerita, selepas wafatnya Syekh Jangkung, para santri berembuk untuk menentukan nama desa yang cocok untuk desanya.

“Mereka lalu melihat-lihat tiang di perguruan atau petilasan yang terbuat dari kayu Jati murni. Maka suatu saat nanti akan ada rejone (ramainya) zaman dinamakan lah Jatimulyo,” pungkasnya. (Bn/Dr)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini