Segernya Dawet di Pasar Pekaulan Gerit, Hanya Buka Sebulan Sekali

waktu baca 3 menit
Selasa, 30 Agu 2022 04:36 0 842 mondes

PATI – Mondes.co.id | Pasar Pekaulan, Desa Gerit, Kecamatan Cluwak, merupakan satu dari sekian pasar tradisional di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang masih memegang teguh tradisi, sejak berdiri tempo dulu.

Pasalnya, pasar ini hanya buka setiap 36 hari sekali, tepatnya pada Senin Pahing dalam penanggalan Jawa. Dan tidak buka selain hari pasaran tersebut.

Lumrahnya pasar, di sana ramai dikunjungi orang yang hendak berbelanja. Pengunjungnya sendiri tidak hanya didominasi warga sekitar, tetapi juga warga luar daerah.

Sejak dahulu, hari buka di Pasar Pekaulan tidak pernah dilanggar. Begitupun atap rumbia di pasar, tidak pernah diganti genteng. Masyarakat masih menjaga erat adat istiadat dari nenek moyang.

Bukan tanpa alasan, selain berbelanja jajanan, para pengunjung memiliki hajat khusus untuk datang ke Pasar Pekaulan Gerit. Yakni mencari keberkahan di petilasan Mbah Duniyah, seorang waliyullah murid Sunan Muria.

Kasi Kesejahteraan Desa Gerit, Sucipto mengatakan, Pasar Pekaulan hanya buka setiap Selapan dalam pasaran Jawa atau 36 hari sekali yakni mulai Senin Pahing. Meski begitu, aktivitas sudah mulai menggeliat sejak Ahad Legi sore.

“Karena dalam penaggalan Jawa, hari Ahad sore itu sudah masuk Senin Pahing. Adapun yang dijual hanya jajanan khas sini dan hasil bumi saja. Seperti dawet, kue cucur, ganyong, pisang, entik, gembili, dan sebagainya,” ujarnya, Senin (29/8/2022).

Secara keseluruhan, disebutkannya, ada sebanyak 250 pedagang yang menjejali lapak di Pasar Pekaulan. Pedagang tersebut tidak hanya berasal dari warga Gerit saja, tetapi juga desa-desa tetangga.
Ia menjelaskan, pasar pekaulan memiliki arti pasar yang bagi pengunjung yang ingin mengeluarkan kaul (membayar/meneguhkan nadzar).

BACA JUGA :  Mobil Damkar Tabrak Pengendara Motor, Begini Nasibnya

“Di sini terkenalnya Pasar Pekaulan, karena pengunjung ngeluarin kaul, punya nadzar ke sini kalau sudah tercapai atau terkabul keinginannya maka ke pasar ini,” jelasnya.

Adapun caranya, pengunjung membeli paket kembang dan midang. Setelah itu, menuju tempat khusus di pojok pasar. Di situ nantinya ada petugas yang bakal menerima kembang dan memoleskan midang ke empunya hajat.

“ada yang hanya jajan, ada pula nadzarnya diikrarkan ke bapak-bapak yang midang. Misalnya minta kesembuhan, penglaris, dan keinginan lain yang ditujukan kepada Tuhan YME. Setelah berhasil mereka akan ke sini lagi, ada yang bawa ayam ingkung, menyembelih kambing, atau sapi di lokasi,” bebernya.

Sucipto menceritakan, Pasar Pekaulan merupakan petilasan Mbah Duni seorang wali yang makamnya berada di daerah Tayu. Saat itu, Mbah Duni bersama Bupati Jepara Mbonjot istirahat dari perjalanan di lokasi tersebut.

Rombongan itu, kemudian memakan jajanan bekal dianatanya kue cucur. Lantaran bekas jajanan yang teramat banyak. Mbah Duni berkata jika pada suatu saat nanti daerah tersebut menjadi pasar.

“Mitosnya seperti itu, itu cerita turun temurun. Atap masih pakai ijuk karena orang-orang tua dulu tidak memperbolehkan diganti genteng,” ungkapnya.

Sarwan, petugas penerima nadzar di Pasar Pekaulan mengatakan, kebanyakan pengunjung yang datang bernadzar untuk kesembuhan keluarga yang sakit, penglaris, hingga mencari jodoh.

“Membeli kembang dulu, lalu ke sini mengeluarkan ujar, ada midangnya (kuning) sudah diikrarkan dioleskan di tangan pengunjung. Memang seperti itu, selain ada yang hanya jajan saja,” ujar seksi bidang di Pasar Pekaulan.

Supatmi, pedagang Pasar Pekaulan mengaku sudah berjulan di pasar ini sejak 30 tahun lalu. Yang dijualnya kurang lebih sama dengan pedagang lain di pasar tersebut, yakni wedang dawet dan kue khas Gerit.

BACA JUGA :  DPR RI Sambangi Sukolilo Tekankan Pentingnya Nilai Luhur Pancasila

“Saya bukanya dari tadi pagi, sampai nanti habis dagagang,” jelas nenek berusia lebih dari 60 tahun ini.

Rukiyah pengunjung, mengaku mendatangi Pasar Pekaulan untuk bernadzar atas persoalan yang dihadapinya. Ia mengungkapkan sudah kali kedua mengunjungi pasar di tengah desa tersebut.

“Alhamdulillah dulu berhasil, ini datang lagi untuk bernadzar. Tadi juga beli jajanan, kue cucur dan minum wedang dawet,” tutur warga Dukuhseti ini. (Dr)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini