PURWOREJO-Mondes.co.id| Membatik bukan hal mudah, butuh keahlian. Berawal dari kain putih polos lalu digambar sesuai motif dan dibuat secara khusus dan pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan tersendiri dengan bahan baku alami.
Batik disetiap daerah di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing, salah satunya Kabupaten Purworejo. Daerah tersebut juga memiliki ciri khas batik berbagai macam motif yang tentunya tidak kalah dengan motif daerah-daerah lain. Salah satunya batik yang diproduksi oleh Batik Dewa Lowano yakni di Dusun Kesambi RT 01 RW 02 desa Loano, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Menurut Haris pemilik Batik Dewa Lowano, saat tim jurnalis bertandang kerumahnya, (20/3/2021) mengatakan, ia tidak hanya membuat batik tulis, juga berbagai jenis batik lainnya.
“Saya buat semua jenis batik, dari tulis, cap, kombinasi, teknik pengembangan, besutan, ciprat, yang disablon atau print manual juga bisa,” ungkap Haris.
Namun seiringnya waktu, batik sablon tak di perbolehkan di Purworejo. Haris menjelaskan, semua motifnya, dari ide yang diciptakan sendiri dan sudah mengeluarkan ratusan motif ORI maupun mix canthing-canthing cap.
“Bisa dipastikan ada icon-icon yang menjadi ciri khas Purworejo antara lain; manggis, durian, clorot ndolalak, patung seplawan, gebleg, klanthing (ini yang motif-motif kontemporer), sedangkan motif-motif klasik kita juga buat melati seconthong, menyan kobar, parang, Sido Mukti, Sido luhur, Kawung, dll atau custom juga”, tambahnya.
Haris mengungkapkan, ia membatik sejak 2012 yang dijalankan secara otodidak untuk batik tulisnya.
“Secara kebetulan waktu itu dinas di Pekalongan selama 7 tahun menjadi Babinsa, ada waktu luang saya manfaatkan menimba ilmu membatik, setelah mempunyai modal dasar saya mendatangkan pelatih selama satu tahun dari sana untuk melatih di desa saya,” jelasnya.
Dalam segi produksi, batik yang diberi nama dari Anak Sulungnya Andy Sadewa dan tempat tinggalnya ini bisa memproduksi batik setiap harinya, namun karena ada pandemi melanda saat ini produksinya mengalami penurunan drastis.
“Sebelum pandemi produksi jauh lebih besar dibanding sekarang, saat ini produksi menurun drastis hingga 50% ,” ungkap Haris.
Pembeli Batik Dewa Lowano yang baru lolos HAKI kebanyakan instansi, baik pegawai atau siswa, umum sebagian.
“Untuk keluar negeri biasanya laku karena dibawa pameran di sana, tapi untuk khusus ekspor kita belum, harapannya ada yg membantu kita untuk menuju kesana,” tambahnya.
Saat kami tanya soal dukungan pemerintah Purworejo terhadap industri batik dirasa kurang. Haris menjelaskan, untuk Pemkab membantu tapi ya sekedarnya saja, tak ada tindak lanjutnya.
“Saat ada pengadaan batik ASN, Pemkab masih saja ambil dari pihak lain yang sebenarnya batik Purworejo sebagai prioritas, tapi kenyataannya kurang diperhatikan, tetep saja pengambilan batik dari Jogja, solo, dengan alasan lebih murah,” sesal Haris.
Ditambahkan, pengadaan semacam ini yang paling sering di sekolah-sekolah yang dikoordinir oleh koperasi atau instansi sejenisnya, yang sebenarnya bisa mengundang dari penyedia-penyedia lokal untuk bersaing sehat.
“Tapi dikarenakan dari pemkab sendiri kurang sosialisasi keberadaan kita atau sedikit kurang perhatian, maka banyak instansi yang bawah kurang menjiwai produk lokal Purworejo”, jelasnya.
Ia juga berharap agar masyarakat mencintai dan kenali produk-produk lokal Purworejo, hal ini adalah PR untuk kami bagaimana menpromosikan dan memperbaiki produk kami hingga bisa bersaing.
Dan untuk pemerintah, mohon dibuat kebijakan beli produk lokal secara nyata. Dan mohon dipikirkan untuk pemberdayaan masyarakat, apalagi disaat seperti sekarang ini, masyarakat terimbas pandemi sehingga sangat memprihatinkan sekali.
“Wujud nyata pemerintah dalam membela produk lokal harus dimaksimalkan pemberdayaannya, sehingga kedepan, kesulitan ekonomi sedikit demi sedikit berlalu walaupun belum bisa seperti sediakala,” pungkasnya.
(Imam S/Mondes)
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar