Melon Rasa Juara di Desa Bodeh, Siswanto Beberkan Inovasi Pertanian Mutakhir

waktu baca 5 menit
Senin, 23 Jun 2025 11:31 0 152 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Bertani menjadi jalur sukses Siswanto, pria asal Desa Bodeh, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati.

Ia berhasil membudidaya melon dengan kualitas terbaik melalui cara yang di luar dugaan.

Dengan keuletannya mengatur pola tanam green house, Siswanto mampu menghasilkan melon dengan cita rasa yang lezat.

Bahkan, kondisi pohon yang dirawatnya sehat dan bebas dari organisme pengganggu.

Ia menanam dengan cara organik, sehingga pupuk yang digunakan tanpa bahan kimia.

Perawatannya tak lupa memberikan nutrisi elisitor ramah lingkungan dari sari perasan rumput, yakni biosaka.

“Mulai menggunakan elisitor biosaka di melon ketika penanaman di green house, awalnya memakai abimix. Karena saya tidak memiliki biaya untuk membeli abimix, saya komunikasi sama temen-temen mencari elisitor lain, beralihlah ke biosaka,” ujarnya kepada Mondes.co.id, Senin (23/6/2025).

Kondisi tanaman yang dihasilkan dengan budi daya Siswanto tampak memukau, daunnya jauh lebih lebar dan lentur.

Kemudian, pertumbuhan tanamannya serentak, serta kadar kemanisannya pun tinggi mencapai di atas 13 persen.

“Dibandingkan green house lainnya (melon milik teman dari Blora dan Banyumas) ini sangat bagus. Berbagai kunjungan mengakui milik saya bagus dan tergiur dengan daunnya lebar dan lentur, posisi pertumbuhannya serentak, dibandingkan tanaman mereka, padahal varietas sama, kenapa hasilnya beda,” ucapnya dengan rasa bangga.

Dari segi ukuran, melon varietas Sweet Net milik Siswanto lebih besar dan berat.

Berat melonnya di kisaran 1,5 kilogram hingga 2 kilogram.

Padahal ia memprediksi melon hanya mampu mentok 1,5 kilogram saja.

BACA JUGA :  Misa Kudus Bersama Paus Fransiskus, Kemenag Pati Monitoring ke Gereja Katolik Santo Jusup

Sedangkan untuk total seluruhnya pada panen terakhir sebanyak 440 kilogram.

“Banyak orang tak percaya, ini buahnya dari segi berat dan besar lebih, kalau di green house di Winong paling besar 1,1 kilogram, kalau saya paling besar sampai 2 kilogram. Padahal varietas Sweet Net rata-rata paling besar 1,5 sampai 1,8 kilogram, padahal prediksi ukuran 1,3 hingga 1,5 kilogram saja,” sebut Siswanto.

Saat ini dirinya mampu menghasilkan omzet mencapai Rp18 juta dari hasil penjualan melon yang dipanen.

Melon miliknya laris dijual di berbagai supermarket, bahkan pada masa panen terakhir,s melonnya menjadi incaran pembeli dari dalam maupun luar kota.

Tak jarang, mereka datang dari penjual buah skala besar maupun pejabat daerah.

“Kalau green house di Pati harganya Rp30.000 sampai Rp35.000 per kilogram, tiga kali lipat dari harga lahan terbuka, kualitas rasa terbukti dan kalau green house rasa lebih bernilai daripada ukuran berat. Pembeli kebanyakan beli hanya 1,5 kilogram saja, karena di sana orang kantoran milihnya sekali makan habis, yang penting rasanya,” ucapnya.

Menurut Siswanto, tantangan sekarang ada pada sasaran penjualan.

Sebagai seorang petani tanaman hortikultura, harus mengerti fase kapan harga naik-turun.

Menurut pantauan, sebelum memasuki Ramadan, harga buah seperti melon, blewah, dan semangka melonjak, sementara harga pasca Hari Raya Idulfitri mulai anjlok.

“Tantangannya nilai jual di lahan green house, saya panen pertama harga bagus Rp7.000 per kilogram, cuma yang kedua harga hancur Rp2.500 per kilogram di level petani. Kalau melon ini masih saya kenalkan ke desa, khususnya Bodeh, bahwa ini rasanya super dan mahal. Beberapa di antaranya dibeli oleh orang Jepara, Kudus, dan beberapa pegawai Kecamatan Pucakwangi, padahal sama-sama Sweet Net tapi rasanya manis ini,” terangnya.

BACA JUGA :  Tambang Galian C di Sukolilo Kembali Longsor

Untuk melon budi daya green house miliknya, kini seharga Rp30.000 per kilogram sampai dengan Rp42.000 per kilogram.

Ia mencoba turut berpromosi di media sosial, dan melonnya terjual ke pembeli dari luar kota.

Masa budi daya melon paling ideal dipanen kurang dari 70 hari dan kadar kemanisan melon yang bagus untuk layak jual 13 persen.

Sedangkan, Siswanto sudah memanen melon pada usia 63 hari, atas saran dari pelaku usaha yang mencoba menjajal cita rasa melon miliknya.

“Masa melon ideal untuk dipanen kurang lebih 70 hari, saya memanen 63 hari, ternyata saat ada pelaku usaha dari Blora datang ke sini, mecahin satu, dicoba manis, lalu lah saya panen. Tingkat kemanisan minimal 13 persen, ini melon saya lebih dari 13 persen saat dicek pakai alat pengukur kadar manis, sehingga layak jual,” paparnya.

Media tanam awalnya menggunakan pot yang dicuci bersih dengan air untuk menghilangkan zat kimia yang ada.

Sebelumnya, ia menggunakan fungisida untuk mengantisipasi jamur.

Kemudian, tanaman yang sedang disemai pada polybag, diberi biosaka secara rutin dan teratur.

“Medianya memakai pot harus dicuci bersih, zat harus dihilangkan. Sebelum tanam saya kasih antracol untuk mengantisipasi jamur, kita sprei. Sebelum tanam, di medianya dikasih biosaka pada polybag yang penting saya tuangin dikit-dikit,” papar Siswanto.

Green house ia pasangi jaring pengaman agar hama tidak bisa masuk, lalu atapnya memakai plastik UV.

Budidayanya secara organik, walaupun ada risiko kekurangan nitrogen, sehingga perkembangbiakan jauh lebih lambat.

Pada Standar Operasional Prosedur (SOP) mitra tanamnya, perawatan melon miliknya harus memakai abimix sampai 15 Hari Setelah Tanam (HST).

Sayangnya, tak mampu memenuhi kebutuhan abimix, ia pun menggunakan biosaka secara penuh.

BACA JUGA :  Mengenal RAMAH, Remaja Masjid dengan Segudang Inovasi dan Prestasi

Lebih lanjut, dalam pemenuhan supplay air, ia mengairi lahan secara otomatis dan manual.

Baginya, penggunaan selang drip tidak maksimal, lantaran beberapa tanaman tidak terkena siraman air.

Untuk itu, ia kadang pakai cara manual, meski harus menandai satu per satu.

“Saya kocor manual untuk pengairan, kalau saya andalkan selang drip, 30 persen ndak kesiram, takutnya ndak serempak tumbuh kembangnya. Saya kasih tanda juga yang airnya gak netes biar selama penanaman sampai panen gak ada kendala dibandingkan green house lain, gak ada yang mati,” jelas petani yang memulai menanam melon sejak 2022.

Diketahui, sekali tanam ia mampu empat kali panen.

Sebelum panen, polybag sudah ada penyemaian, sehingga langsung sterlilisasi selama dua minggu, sedangkan jika cara tanam hidroponik hanya dua hari selesai.

“Sekali tanam umurnya 65 hari, berarti dalam green house empat kali panen. Sebelum panen, polybag sudah ada penyemaian, langsung sterilisasi lahan dua minggu. Tanpa Phoska, perlakuan budi daya saya berkesinambungan, buah untuk menciptakan break harus memperbanyak kalium dan fosfor, saya hanya menggunakan perasan rumput, alhamdulillah hasilnya lebih dari perkiraan,” ujarnya.

Sebagai informasi, Bupati Pati, Sudewo sempat merasakan nikmatnya melon hasil budi daya Siswanto. Melon dari Desa Bodeh tidak kalah dari melon asal Jepang.

“Bupati sekarang merangkul petani, cuma saat ini saya merasa petani diberdayakan. Program pertanian mudah, sampai ada sosialisasi petani yang di sekolah lapang kan untuk bener-bener serius,” pungkasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini