TRENGGALEK – Mondes.co.id | Kepala Desa (Kades) Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur diduga melanggar aturan.
Hal tersebut, berdasar informasi dari beberapa narasumber yang ditemui Mondes.co.id.
Disampaikan narasumber, bahwa Kepala Desa Tasikmadu, Wignyo Handoyo, yang menjabat sejak tahun 2019 tersebut, ternyata merangkap jabatan sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat (Tasikmadu). Padahal, sesuai aturan yang berlaku, semestinya seorang pejabat negara tidak boleh rangkap jabatan.
Mengingat, penghasilan tetap (gaji)-nya bersumber dari keuangan negara. Baik itu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Maka, fenomena tersebut (oknum Kades yang merangkap jabatan) selayaknya menjadi atensi kritis instansi terkait.
Sebab, selain melanggar aturan, juga bisa berpotensi timbul konflik di tengah masyarakat.
“Jangan sampai rangkap jabatan itu dibiarkan, sehingga memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Karena, masih banyak warga yang tentunya memerlukan pekerjaan,” ungkap narasumber (tidak bersedia disebutkan identitasnya).
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjend) LSM WAR, Zainal Abidin menegaskan jika posisi ganda Kepala Desa atau Perangkat Desa jelas melanggar aturan baku yang ada.
Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri Nomor 82, Nomor 83, dan Nomor 84 Tahun 2015 dengan peraturan perubahannya secara substansial, memang melarang rangkap jabatan oleh Kepala Desa atau perangkat desa.
“Dari dimensi hukum, sangat jelas perundangan yang melarang posisi rangkap jabatan oleh Kades atau perangkat desa. Termasuk, sebagai Ketua LMDH itu,” ujar Zainal, Selasa, 9 Juli 2024.
Masih kata dia, bukan saja melanggar aturan, namun masih banyak dampak lain yang ditimbulkan. Termasuk potensi duplikasi penghasilan, sehingga bisa masuk ke ranah pidana korupsi.
Beberapa aturan yang dijadikan rujukan antara lain, Permendagri 6/2014, PP 43/2014 dengan peraturan perubahannya, Permendagri 82/2015 dengan peraturan perubahannya, Permendagri 83/2015 dengan peraturan perubahannya, dan Permendagri 84/2015.
“Poin pentingnya, yang tidak boleh dijabat oleh Kepala Desa secara dimensi hukum adalah menjadi Perangkat desa (Sekdes, Kaur, Kasi, Kasun). Kecuali harus mengundurkan diri dulu dari jabatannya (Kades),” sambungnya.
Selain itu, yang tidak boleh dijabat rangkap, baik oleh Kades maupun Perangkat Desa dari dimensi hukum dan etika antara lain, menjadi anggota BPD, masuk struktur pengurus LKD (LPM, PKK, KARTAR, RT, RW, LINMAS, POSYANDU).
Kemudian, tidak boleh menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan lainnya di desa yang menjadi kewenangan desa. Contohnya Gapoktan, Hippa, Kopwan, Bumdes, LMDH, Hipam, PKBD, KPMD, dan lain-lain.
Sedangkan posisi ganda dengan institusi lainnya, namun tidak dalam kewenangan desa yang tidak diperbolehkan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa, disebabkan hari dan jam kerjanya pada Senin sampai Jumat, sehingga relatif sama dengan jabatannya sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Contohnya BUMN, BUMD, Pegawai Perusahaan, yayasan, dll.
“Untuk posisi ganda dengan institusi lainnya yang tidak dalam kewenangan desa yang diperbolehkan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa, namun setelah dibebastugaskan (cuti panjang atau pensiun) antara lain: PNS, TNI, dan POLRI. Ketika hal-hal dimaksud dilanggar, maka rakyat bisa menggugat untuk diberhentikan sesuai mekanisme yang ada,” pungkas Zainal.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar