PATI – Mondes.co.id | Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) mengadakan upacara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-78. Kegiatan berlangsung pada hari ini, Kamis, 17 Agustus 2023 di Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Uniknya, acara dilakukan bukan dengan prosedur upacara Peringatan HUT RI ke-78 pada umumnya, bahkan setiap petugas menggunakan Bahasa Jawa selama prosesi sakral tersebut.
Peringatan upacara ini dimulai pada pukul 08.00 WIB, dengan diawali teatrikal sosok wanita yang menyelami sungai memunguti sampah sembari melontarkan sajak kritik kepada penguasa.
Berada tepat di Kali Tus yang terlantar akibat gundukan sampah, upacara dihadiri oleh beberapa pihak, di antaranya petani, buruh, pedagang, mahasiswa, pecinta alam, kehutanan, jajaran perangkat desa serta sedulur Kendeng wilayah Pati, Kudus, Blora, Rembang, dan Grobogan.
Upacara dipimpin oleh Bambang Sutikno yang merupakan salah seorang sedulur Kendeng dari Desa Wukirsari, Kecamatan Tambakromo serta petugas lainnya yang mengenakan pakaian adat Jawa.
Dalam acara itu, para peserta khidmat mengikuti upacara hari kemerdekaan Indonesia.
Gunretno yang merupakan tokoh masyarakat Kendeng menyampaikan upacara di tumpukan sampah ini sebagai pengingat kepada pemerintah supaya memperhatikan kondisi masyarakat yang mayoritas petani.
Menurutnya kondisi memprihatinkan Kali Tus harus segera ditangani biar petani dapat melakukan aktivitas bertani dengan kondusif.
“Banjir yang menggenangi sawah di area Pati, salah satunya disebabkan pendangkalan Sungai Juwana sampai Kali Tus. Sungai yang terendam sampah membuat menjadi dangkal sehingga membanjiri sawah petani. Sungai ini merupakan jalur irigasi pertanian yang sangat penting sehingga kalau tidak diantisipasi maka sawah kami kekeringan,” ungkapnya saat menyampaikan amanat upacara.
Menurut Gunretno, sejak 2019 sampai saat ini dana sebesar Rp230 miliar untuk normalisasi sungai Juwana tidak berjalan baik. Hal itu amat disayangkan sehingga berakibat pendangkalan sungai kecil yang ada di sekitar.
“Normalisasi sungai dari BBWS sejak 2019 dengan anggaran sebesar Rp40 miliar hingga Rp230 miliar tidak berjalan baik. Alhasil sungai kecil penyangga pertanian mengalami imbas yang buruk seperti lahan pertanian yang puso karena banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau,” ungkap pria yang juga Ketua JMPPK tersebut.
Selain itu, ia juga mengaitkan masalah lingkungan dengan kondisi maraknya pertambangan di Pegunungan Kendeng.
Menyampaikan data dari Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Pati, bahwa 7.072 hektar sawah di Bumi Mina Tani yang tersebar di 10 kecamatan mengalami puso akibat banjir.
Kondisi karena pertambangan menimbulkan banjir bandang dan pola hidup membuang sampah di sungai pun berakibat banjir di tepi sungai.
“Kondisi semakin buruk dari hulu di Kendeng hingga hilir di Sungai Juwana. Tema ‘Merdiko Mbangun Jiwo’ ini kita bangsa dikaruniai Gemah Ripah Loh Jinawi. Jiwa ini sesuai cita-cita bangsa peduli bumi, sungai, kelestarian sumber mata air, kualitas udara akibat pemanasan global dan tambang,” imbuh Gunretno.
Sebagai usaha refleksi 78 tahun Indonesia merdeka, Gunretno mengajak warga berjuang bersama untuk menekan penguasa tak lalai mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.
Apalagi permasalahan ekologi rentan terjadi, seperti perampasan lahan wong cilik, pembalakkan hutan secara liar, kelangkaan pupuk subsidi, dan permainan harga komoditas bahan pangan. Sangat jelas bahwa keadaan demikian mencekik petani.
Kegiatan bertajuk Upacara Rakyat ‘Merdiko Mbangun Jiwo’ menghadirkan tata cara pengibaran bendera yang unik dengan diiringi aksi teatrikal dan lagu Indonesia Raya. Proses pengibaran sang saka merah putih dipimpin oleh tokoh pergerakan asal Rembang, Sukinah.
Tak dikibarkan senormalnya upacara umum, sang saka merah putih dikibarkan dengan memanjat tiang bendera. Seorang anak memanjat tiang bambu lalu mengikatkan bendera untuk berkibar gagah di langit Desa Baturejo.
Acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Hari Merdeka dengan iringan lesung.
Sebagai penutup, para peserta guyup bersama dengan melakukan brokohan di tengah gundukan sampah.
Editor: Harold Ahmad
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar