dirgahayu ri 80

Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik Mutlak Dikuasai Wartawan

waktu baca 2 menit
Selasa, 30 Nov 2021 10:21 0 1018 mondes


PATI-Mondes.co.id| Pelantikan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pati resmi digelar. Diikuti 17 wartawan dengan area liputan di Kabupaten Pati. Dalam acara tersebut diisi dengan orientasi bagi wartawan, yang diselenggarakan di ruang rapat Setda Pati. Pada, Selasa (30/11/2021).

Wartawan atau awak media wajib memahami kode etik, saat menjalankan profesinya sehari-hari. Mereka juga harus waspada dan berhati-hati dalam menggali fakta yang hendak ditulis. Wartawan dituntut untuk menyajikan fakta dengan benar dan bertanggung jawab serta tabayun (konfirmasi) secara disiplin.

Hal ini dikatakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah Amir Mahmud. Dirinya menjelaskan media sekarang ini tidak lepas dari peran publik, serta pengembangan platform antar media.

“Silahkan berkarir di media cetak, Kita boleh berkarir di media online, sebagai wartawan televisi, sebagai wartawan radio. Tapi hakikatnya kita ini itu adalah platform, itu adalah wadah. Tapi kita hakikatnya wartawan. Jurnalisme tidak akan mati tidak akan berhenti hanya karena berkembang oleh platform,” jelas Amir saat memberikan orientasi diruang rapat Setda Kabupaten Pati yang diselenggarakan PWI Kabupaten Pati.

Menurut Amir Mahmud, Hukum pers dan kode etik jurnalistik menjadi hal mutlak untuk dikuasai diawal menjadi wartawan. Dua hal itu menjadi materi yang diujikan paling lama pada Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

“Materi ini mulai diujikan sejak tahun 2018,  sebelumnya kita baru merekontruksi elemen-elemen praktik di dalam dunia kewartawanan. Belum pada pemahaman-pemahaman mengenai media, hukum media dan kode etik jurnalistik,” terangnya.

BACA JUGA :  Jalin Komunikasi, Lapas Kelas IIB Pati Gelar Gathering Bersama Awak Media

Menurut Amir Mahmud, media atau pers itu paling penting dari aspek preventif. Ini untuk menghindarkan pemberitaan berurusan dengan celah sosial dan celah hukum.

“Yang perlu dipahami saat menerbitkan terkait isu SARA, sentimen gender, atau sentimen emosi tentang masa depan anak-anak, penistaan, pencemaran nama baik, ketidak berimbangan penyajian berita yang menyebabkan verifikasi jadi masalah, yang bisa menjadi celah pidana yang mengancam wartawan,” tandasnya.

(Ed/Mondes)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini