PATI – Mondes.co.id | Hingga hari ini, Kamis, 10 Juli 2025, harga garam di level petani mulai dari Rp1.500 hingga Rp1.700 per kilogram.
Hal ini diungkapkan oleh Petugas Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Bidang Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelautan & Perikanan (P3KP) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Triana Shinta Dewi.
Ia menjelaskan bahwa setiap hari harga garam mengalami perubahan.
Fluktuatifnya harga garam memang sudah jadi keniscayaan karena sejumlah faktor, salah satunya cuaca yang berakibat pada minimnya stok.
“Sekarang ini harga mulai Rp1.500 sampai dengan Rp1.700 per kilogram, sampai seperti harga kemarin. Kami melakukan survei melalui Kelompok Program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar) karena ada tenaga pendamping dari kami,” ujarnya kepada Mondes.co.id saat ditemui di ruangannya.
Tidak adanya produksi garam hingga Juli 2025 ini, menyebabkan pasokan garam terbatas.
Maka dari itu, terkadang petambak mempertimbangkan pengeluaran stok penjualan demi membaca peta harga garam di pasaran.
“Stok cadangan garam terakhir 130 ribu ton di Pati. Para petani (petambak) ya nahan-nahan juga untuk dijual, siapa tahu harga melonjak, karena setiap hari berubah harga di komoditas ini,” ungkap Nana, sapaannya.
Berbeda dengan harga garam olahan industri yang harganya mencapai Rp2.500 per kilogram.
Diketahui, kini produk garam industri yang memiliki harga tinggi, lantaran dihasilkan oleh PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT) dengan kualitas yang sangat unggul.
Ia menyebut, kadar garam produksi olahan SPJT mencapai 97 persen.
Sedangkan, kadar garam olahan petambak tradisional di empat kecamatan Kabupaten Pati, yakni Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Trangkil paling maksimal 94 persen.
“Harga SPJT kadar 97 persen Rp2.500, kalau garam dari petambak tradisional di Batangan sudah 94 persen, tetapi kalau kadar garam di Juwana masih 90 persen, bahkan ada yang di bawah itu. Sangat jelas kalau garam olahan industri harganya meningkat,” ungkapnya.
Pihaknya senantiasa memberikan pendampingan kepada petambak yang tergabung di dalam berbagai Kelompok Pugar.
Mereka tersebar di 21 desa dari empat kecamatan penghasil garam di Bumi Mina Tani.
Pihaknya juga memantau persediaan garam melalui tim pendamping yang menyebar ke sejumlah wilayah, yakni di Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Trangkil.
“Kami memantau kan ada tenaga pendamping di 21 desa dari empat kecamatan. Setiap desa ada pendamping, sehingga untuk stok kita pantau lewat mereka,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar