PATI – Mondes.co.id | Tahun 2025 menjadi masa yang berat bagi petani komoditas tembakau, salah satunya di Bumi Mina Tani.
Hal itu dikarenakan cuaca lembab yang kerap melanda selama musim kemarau tahun ini, apalagi sekarang kondisinya kemarau basah.
Eko Novin, salah seorang petani tembakau dari Desa Sumberagung, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati mengungkapkan produktivitas tembakau selama kemarau basah menjadi kurang.
Hal itu dibuktikan dari hasil panen yang dialami sejak Juli lalu.
“Untuk kondisi panen tahun ini ada penurunan daripada tahun lalu karena pengaruh cuaca, karena masih ada hujan juga, itu secara tidak langsung menurunkan kualitas dan kuantitas. Mulai panen sejak bulan Juli sudah panen, sampai perkiraan awal November masih,” ujar Novin kepada Mondes.co.id hari ini, Minggu, 5 Oktober 2025.
Sejak pertama kali panen sampai September ini, total hasil panen miliknya sejumlah 1,2 ton.
Hasil tersebut merupakan yang saat ini sudah dikirim ke gudang, awalnya disimpan dahulu untuk dikumpulkan sebelum dikirim ke gudang.
“Karena untuk hasilnya saat ini dikirim ke gudang sudah sekitar 1,2 ton secara keseluruhan, sejak panenan awal Agustus. Biasanya abis panen itu nanti disimpan dulu nunggu sampai lumayan banyak, nanti dikirim di gudang,” paparnya.
Novin memiliki lahan tembakau di Desa Sumberagung, Kecamatan Jaken dan di daerah Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, jika dikalkulasi luas lahan tembakaunya 2 hektar.
Untuk hasil panen tahun ini diperkirakan capai 1,5 ton, padahal tahun 2024 ia mampu menghasilkan produksi tembakau sebanyak 2,2 ton.
“Perolehan tahun lalu setiap satu hektar mampu 2,22 ton, sedangkan untuk tahun ini satu hektar ada penurunan, dapat 1,5 ton udah bagus. Pada Juli sekitar 5 kuintal, Agustus menjadi 7 kuintal, dan ini yang September ada sekitar 7,5 kuintal,” sebutnya.
Dipaparkannya bahwa kondisi tembakau selama tahun ini ada beberapa permasalahan, seperti kondisi ketebalan daun yang berkurang, sehingga mempengaruhi bobot.
Perkembangan tembakau ini pun diganggu oleh hama dan gulma.
“Kualitas tembakau ditentukan ketebalan daun, produksi menurun karena ketebalan berpengaruh ke bobot. Hama yang banyak menyerang batang, ada ulat di dalam batang sehingga tanaman tidak tumbuh secara normal, jadinya kecil. Ada juga gulma karena kondisi hujan masih ada sehingga tanah subur bagi gulma,” kata Novin.
Ditemukan bahwa warna daun tembakau saat ini tidak bisa kuning cerah usai dijemur, lantaran minimnya panas matahari di beberapa waktu tertentu.
Kelembapan cuaca membuat warna daun menjadi cokelat kehitaman.
“Kadang waktu penjemuran kadang gak ada matahari dari segi warna berubah gak bisa kuning cerah, agak kecokelatan sampai hitam. Karena masih ada hujan juga, itu secara tidak langsung menurunkan kualitas. Sewaktu terik bisa kering satu hari, tapi kalau mendung butuh dua hari,” sambungnya.
Menurut pandangannya, kondisi banyaknya air pun tidak baik untuk produktivitas tembakau.
Bahkan berkali-kali tanam, lahan tembakaunya kerap kebanjiran.
“Banyak air juga kurang bagus, banyak yang terendam itu bisa mati. Pada awal-awal tanam tahun ini, kendala cuaca curah hujan tinggi, tiga kali mengulang, kebanjiran mati lagi. Ada yang sempat ngulang karena lahan basah,” bebernya.
Diketahui, Novin menanam sebanyak 55.000 batang. Sayangnya, karena beberapa gugur lantaran cuaca, maka tinggal 40.000 batang.
“Ada yang sempat ngulang tiga kali karena lahan basah, makanya berkurang. Kalau lahan di Sumberagung tumbuhnya jarang, sehingga per jarak satu meter dikasih tanaman sela semangka,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar