PATI – Mondes.co.id | Solidaritas Buruh Kota Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH)/Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Kota Surabaya mengecam tindakan orang tak dikenal utusan PT Laju Perdana Indah (LPI).
Seperti diberitakan sebelumnya, utusan PT LPI kembali menggembosi gerakan petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.
Kali ini, pihak perusahaan menyasar posko pergerakan petani, yakni Joglo Juang.
Pada Kamis (13/3/2025), PT LPI datang dengan ratusan orang tak dikenal merobohkan Joglo Juang petani Desa Pundenrejo.
Mereka merobohkan bangunan tersebut supaya petani tidak memiliki posko untuk menyusun strategi pergerakan menyuarakan hak mereka atas tanah yang direbut PT LPI.
“Kami dari LBH Kota Surabaya dan Solidaritas Buruh Kota Surabaya menyatakan sikap mengutuk keras PT LPI yang mengerahkan ratusan preman merusak Joglo Juang petani Pundenrejo di atas tanah garapan petani. Tindakan pengerahan preman termasuk tindakan bengis, brutal, dan tidak manusiawi,” tegas pernyataan LBH Kota Surabaya yang disampaikan oleh Rykifirstra, kemarin.
Maka dari itu, pihaknya menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah dalam memperjuangkan petani di Desa Pundenrejo.
Tuntutan tersebut tertuju kepada Kementerian Agraria & Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Pertama, menuntut agar pemerintah pusat mengembalikan tanah garapan petani yang sedang dirampas oleh PT LPI atau Pabrik Gula (PG) Pakis.
Kedua, mendesak pemerintah daerah (Pemda) agar menjadikan lahan yang dikelola petani Desa Pundenrejo sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
“Kami menuntut kepada Kementerian ATR/BPN mengembalikan tanah garapan petani Pundenrejo yang dirampas PT LPI. Kedua, mendesak Bupati Pati sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Reforma Agraria untuk melaksanakan tanah petani ke dalam TORA,” tegasnya.
Kemudian, mereka mendesak Komnas HAM memberikan rekomendasi penyelesaian konflik agrarian di Desa Pundenrejo berdasarkan prinsip kerakyatan dan HAM.
“Ketiga, mendesak Komnas HAM untuk segera mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik agraria di Pundenrejo berdasarkan prinsip kerakyatan dan Hak Asasi Manusia. Hidup petani, hidup buruh, hidup perempuan yang melawan!,” tandasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar