PATI – Mondes.co.id | Upaya melestarikan warisan leluhur keris merupakan langkah penting dalam menjaga kekayaan budaya dan sejarah Indonesia.
Melalui penelitian dan pendidikan, generasi muda dapat memahami serta merawat nilai-nilai yang terkandung dalam seni keris yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu cara melestarikan keris dilakukan dengan merawat, menggunakan di berbagai tradisi, dan mengenalkan ke generasi. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Muin pria asal Desa Tanjang, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati yang merupakan seniman keris asal Bumi Mina Tani.
“Kecintaan saya berangkat dari wasiat Mbah saya yang pernah memberi saya sebuah keris. Namun, karena saya tidak teliti merawat keris itu, keris pun menghilang. Barulah saya merasa bertanggung jawab dan berusaha mencari keris kembali,” ucapnya saat ditemui di Gedung Joeang, Pati.
Menduduki posisi sebagai Sekretaris Umum Kanigoro (sebuah organisasi yang fokus pelestarian keris di Pati), sejak 2013 Muin berupaya mengajak generasi muda mencintai salah satu bukti otentik karya seni yang telah ada sejak zaman dulu, terutama ketika era kerajaan.
Ia khawatir, bila kekayaan budaya tanah air dilupakan oleh anak bangsa karena pemuda sekarang lebih mengenal budaya bangsa lain ketimbang budayanya sendiri.
“Saya sendiri ikutnya Kanigoro dengan misi mengenalkan kebuduyaan Pati ke luar Pati, sekaligus mencari referensi kebudayaan secara nasional, tak hanya di Pati. Di Kanigoro, sangat menguri-uri budaya, khususnya tentang dunia keris, mulai dari dabu, sandangan, pakem, warangka, atribut, cara pakai, tata cara upacara di lapangan,” ungkapnya saat diwawancarai Mondes.co.id, Senin, 6 November 2023.
“Sejujurnya kami khawatir produk kebudayaan tanah air dilupakan penerus bangsa apalagi intisari negara adalah menghargai budayanya sendiri, maka sebelum mempelajari budaya lain harus mengenal budaya sendiri apalagi kini banyak budaya impor yang masuk,” imbuh Muin.
Selama ini, dirinya mempelajarai berbagai unsur di dunia perkerisan, mulai dari eksoteri bahkan isoteri. Diketahui, eksoteri berkaitan dengan tampak fisik pada keris, sedangkan isoteri dalah hal-hal yang berkaitan dengan isi atau tuah keris.
Di samping itu, organisasi yang ia ikuti mengajarkan tentang dunia tosan aji. Ia menjabarkan, tosan aji merupakan salah satu hasil budaya bangsa pada masa perundagian, sebagai warisan nenek moyang yang menunjukkan salah satu identitas budaya bangsa sampai saat ini. Itu sebabnya, Kanigoro mengemban tugas dengan banyak melestarikan pernak-pernik antik sejak masa-masa terdahulu.
“Keris memiliki dua unsur, yakni isoteri dan eksoteri. Eksoteri adalah dapur tampilan luar, isoteri tampilan yg ada di dalam keris, seperti tuah atau kekeramatan maupun daya magis. Di Kanigoro kami mempelajari tentang dunia tosan aji seperti apa penempatannya dan sebagai apa. Ingin mencari tahu sejauh mana orang dahulu mewarisi ilmu keris di masa sekarang,” terang Muin.
Dirinya kini mengoleksi keris dapur naga dan keris dapur sengkelat. Menurutnya, keris mempunyai dua pakem yakni lurus dan eluk, hal itu sebagai bukti bahwa seniman keris benar-benar aktif berkecimpung di dunia pelestarian keris.
“Saya mengoleksi keris dapur naga dan dapur sengkelat, karena sebagai pakem keris ada dua lurus dan eluk. Kalau ada undangan, kami perlu menunjukkan keris secara real fisiknya. Diketahui, eluk ada 1 sampai 13, kasta tertinggi eluk 13 yang disebut keris sengkelat. Kami punya tanggung jawab mengedukasi keris ini ke generasi penerus sejak dini,” jelasnya.
Menyinggung perpaduan antara eksoteri dan isoteri dalam keris, ia mengatakan bahwa tiap lipatan memiliki unsur magis tertentu, apalagi keris memiliki 1.200 lipatan besi. Contoh keris tersebut ialah keris dapur naga siluman milik pahlawan nasional Pangeran Diponegoro yang baru-baru ini menjadi sorotan setelah dipulangkan dari Belanda.
“Secara harfiah, keris punya magis tersendiri, seperti keris dapur naga siluman Pangeran Diponegoro, namanya diambil dari wujud bentuk naga dan kesaktian siluman yang bisa menghilang. Itu sebabnya Pangeran Diponegoro sulit ditangkap VOC (Belanda). Konon keris tersebut membuatnya bisa menghilang,” katanya.
Pada mulanya, tercipta sebuah ilmu di masa Kerajaan Majapahit yang bernama Bhayangkara. Ilmu itu masuk dalam kategori tingkat tinggi yang hanya dapat dikuasai oleh patih kerajaan demi kepentingan membela negara. Ilmu tersebut konon susah dipelajari oleh sembarang individu. Selanjutnya, ilmu tersebut dimodifikasi menjadi Panglimunan dan Rogosukmo sejak zaman Kerajaan Mataram. Kedua ilmu tersebut pun masih eksis sampai saat ini.
“Masa Majapahit terciptalah ilmu Bhayangkara untuk para patih maupun panglima, yang kemudian dimodifikasi menjadi Panglimunan dan Rogosukmo, kedua modifikasi itu masih ada hingga kini. Tak semua orang bisa mempelajari, makanya diciptakan keris naga siluman. Menurut Keraton Yogyakarta, Bhayangkara lahir di era Majapahit yang dikuasai oleh Patih Gadjah Mada,” ungkapnya.
Keunggulan keris dibanding pusaka lain adalah unsur material penyusunnya. Para empu mampu menempa keris dengan menyatukan bilahan besi dan batu meteor sekaligus. Ia menegaskan, hanya Nusantara saja yang mampu menyatukan ‘bopo angkoso’ dengan ‘ibu bumi’.
“Keris Nusantara tak kalah hebatnya, bahkan jauh lebih unggul kalau dibandingkan katana samurai maupun pedang Arab, sebab hanya di Nusantara yang mampu menyatukan ‘bopo angkoso (batu meteor) dengan ‘ibu bumi’ (bilahan besi) menjadi anak yang diejawantahkan melalui doa seorang Empu,” tegasnya.
Ia memaparkan bahwa keris memiliki tiga peran dalam kehidupan, yakni pertama keris sebagai pusaka karena pada zaman dahulu digunakan untuk senjata raja-raja, serta proses pembuatannya perlu perjuangan dari tangan dingin seorang Empu. Kedua, keris sebagai belahan jiwa yang artinya keris mewakili karakter si pemilik. Ketiga, keris sebagai model di mana kerap menjadi sarana niaga masa lalu ketika belum ada alat tukar mata uang.
Untuk itu, merawat keris tak boleh sembarangan, karena ada beberapa hal yang musti diperhatikan. Pemilik keris harus merawat dengan baik biar keris tidak rusak, tidak patah dan tidak cacat. Seperti memberi olesan minyak tertentu yang dapat memastikan kondisinya harum dan tidak korosi, apalagi patah.
“Keris bisa dilihat dari tolok ukur manusianya, secara perawatan pemilik kudu memastikan supaya tidak berkarat, maka dari itu kita kasih minyak khusus agar baunya harum. Hindarkan dari air agar tidak menimbulkan karat. Bila keris sudah pudar warnanya maka mulai perawatan kembali, cuci, warna ulang, ditata di momen tertentu. Keris bagian dari doa, doa memiliki frekuensi. Jika kita memperlakukan doa dengan baik, dia memberikan impact secara positif,” ujarnya.
Muin menyampaikan bahwa ada 400 seniman keris yang ada di organisasinya. Biasanya kerap menyelenggarakan pameran kebudayaan keris saat hari ulang tahun Kabupaten Pati di Gedung Joeang. Selain itu, ketika Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pihaknya selalu bersinergi dengan pemerintah daerah (Pemda) mengadakan kegiatan bersama.
“Di Pati ada 400 anggota di organisasi perkerisan maupun pelestari benda antik seperti jimat dan peninggalan lainnya. Momen kami biasanya mengadakan di hari jadi Pati. Kalau di sini kami bersinergi dengan Pemda. Kami biasanya di Hardiknas juga membuat kegiatan nguri-uri budaya,” ungkapnya.
Tak lupa, berbagai acara tradisi kebudayaan juga diikuti di beberapa momen sakral seperti malam satu Suro dan lain sebagainya. Di saat itulah, upaya manusia mendekatkan diri dengan sang Maha Kuasa diwujudkan melalui perantara doa pada sebilah keris.
Ia mengakui, jika melestarikan keris penuh tantangan lantaran banyak generasi muda yang mulai meninggalkan di era gempuran budaya-budaya luar negeri yang masuk. Padahal, keris merupakan hasil kekayaan intelektual nenek moyang. Ditambah, keris di Nusantara memiliki sandi yang sangat rumit menyimpan berbagai rahasia yang perlu diungkap dengan kajian mendalam.
“Keris punya rahasia dan sandi yang sangat rumit yang perlu dikaji lebih dalam. Nilai ukir keris Nusantara kita udah terkenal. Keris menjadi hasil kekayaan intelektual nenek moyang, terutama para Empu di Indonesia. Coba perhatikan, orang luar negeri membuat keris tapi kandungan fosfornya jauh di bawah Indonesia. Keris Malaysia kalah sama keris Jawa, karena kandungan fosfor jauh di bawah buatan Jawa,” ujarnya.
“Budaya impor kemari semakin membuat kami khawatir jika budaya Nusantara ditinggalkan, padahal Indonesia punya peradaban budaya yang tersohor, luar negeri belajar budaya di kita karena peradaban Indonesia tinggi,“ tandasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar