Warisan Leluhur Tradisi Barongan, Bentengi Desa Meteseh dengan Doa

waktu baca 2 menit
Selasa, 17 Jun 2025 11:49 0 69 Supriyanto

REMBANG – Mondes.co.id | Di tengah gempuran modernisasi, denyut tradisi masih terasa kuat di Desa Meteseh, Kecamatan Kaliori, Rembang.

Salah satu warisan budaya yang terus dijaga adalah ritual barongan yang mengelilingi punden dan desa.

Sebuah pemandangan yang menunjukkan eratnya ikatan masyarakat Meteseh dengan nilai-nilai luhur dan keyakinan spiritual mereka.

Tradisi ini kembali diselenggarakan dengan meriah.

Sejak Selasa (17/6/2025) pagi, warga Desa Meteseh berkumpul di Punden Singo Bongso, punden keramat desa yang menjadi titik awal prosesi.

Nampak antusiasme terpancar dari wajah-wajah mereka, tua maupun muda, siap menjadi saksi dan bagian dari ritual tahunan ini.

Sukaryono, Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat (Kasi Kesra) Desa Meteseh, yang memimpin jalannya prosesi barongan, menjelaskan makna filosofis di balik tradisi mengelilingi punden dan desa.

“Filosofinya adalah untuk membuat pagar desa, Mas,” ujarnya.

“Diiringi doa-doa, dengan harapan Desa Meteseh dijauhkan dari bala (musibah) dan desa kami gemah ripah loh jinawi hasil panennya,” jelasnya.

Hal itu menggambarkan harapan besar masyarakat Meteseh akan keberkahan dan kemakmuran.

Sukaryono menambahkan bahwa tradisi ini bukanlah hal baru.

“Tradisi ini turun-temurun, sejak nenek moyang kami sudah dilakukan di Punden Meteseh Singo Bongso. Kami meneruskan tradisi ini dari nenek moyang kami,” tegasnya, menunjukkan komitmen kuat untuk melestarikan warisan leluhur.

Sebelum rombongan barongan memulai perjalanan mengelilingi desa, ritual khusyuk terlebih dahulu dilakukan di Punden Singo Bongso.

Pemimpin barongan melakukan pembakaran kemenyan, dan nampak sesaji berupa “cok bakal” (sesajen sederhana) sebagai wujud rasa syukur warga Meteseh atas limpahan karunia Tuhan.

BACA JUGA :  Kisah Brigadir Eka, Polisi yang Sempat Disandera Kelompok Anarko

Di sela-sela berjalannya doa-doa dan kegiatan barongan, terlihat beberapa warga mencabut bulu barongan, yang dianggap memiliki makna tertentu.

“Biar tidak sawanen atau kaget, Mas,” terangnya.

Dalam kepercayaan Jawa, “sawanen” diartikan sebagai kondisi terkejut atau ketakutan yang berlebihan, dan mencabut bulu barongan dipercaya dapat menangkal hal tersebut.

Setelah serangkaian ritual di punden, rombongan barongan kemudian bergerak mengelilingi desa, membawa semangat kebersamaan dan doa-doa keselamatan.

Kehadiran barongan yang khas dengan gerakan dinamis dan diiringi musik tradisional, semakin menambah semarak suasana.

Tradisi barongan di Desa Meteseh ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan sebuah manifestasi dari nilai-nilai spiritual, gotong royong, dan penghormatan terhadap leluhur.

Di era modern ini, keberlanjutan tradisi seperti barongan di Meteseh, menjadi pengingat akan pentingnya menjaga identitas budaya dan kearifan lokal di tengah arus perubahan zaman.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini