JEPARA – Mondes.co.id | Masyarakat Desa Srikandang, Kecamatan Bangsri menggelar tradisi temurun yaitu Bodo Apem, Jumat (2/5/2025).
Hal ini sebagaimana dilaksanakan di Musala Al Ikhlas wilayah RT 1 RW 4 Desa Srikandang.
Selepas salat Subuh, seluruh warga berbondong menuju ke masjid dan musala terdekat dengan membawa jajanan apem. Hal ini dilakukan sebagai tradisi bodo apem.
Apem-apem tersebut dijadikan satu oleh sesepuh desa. Selanjutnya, sesepuh desa memimpin doa termasuk tahlil atau doa untuk para leluhur.
Setelah didoakan, apem-apem tersebut kemudian dimakan secara bersama-sama. Sebagian lagi dibawa pulang ke rumah untuk dibagikan kepada tetangga mereka.
Perangkat Desa Srikandang Sunaryo mengatakan, tradisi bodo apem di Desa Srikandang ini dilaksanakan setahun sekali, tepatnya pada bulan Apit di hari Jumat wage.
“Kami melaksanakan di Jumat Wage, pada bulan Apit,” kata Sunaryo.
Dikatakan, tradisi bodo apem ini tidak hanya di Desa Srikandang, tapi daerah sekitar juga melaksanakan seperti Desa Banjaran, Papasan, hingga Tengguli.
Dikatakan Sunaryo, tradisi ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar hingga sekarang. Mereka percaya, bodo apem ini memberikan keberkahan kepada keluarga dan masyarakat desa.
“Bodo apem ini untuk melestarikan tradisi Kanjeng Sunan Kalijaga waktu itu,” kata dia.
Apem sendiri merupakan jajanan yang terbuat dari tepung beras dan santan, serta tambahan bumbu lainnya. Bentuknya bulat dan memiliki rasa yang gurih saat digigit.
Bisa dimakan secara langsung, atau dengan pelengkap santan yang direbus dengan gula Jawa dan daun pandan yang disebut juruh.
Perlu diketahui, istilah apem berasal dari bahasa Arab, afuan atau afuwwun, yang berarti ampunan.
Dalam filosofi Jawa, kue apem ini sebagai simbol permohonan maaf atau ampunan atas berbagai kesalahan yang dilakukan seseorang.
Namun, karena orang Jawa menyederhanakan bahasa Arab tersebut, disebutlah istilah “apem”.
“Tradisi ini sebagai perwujudan permohonan maaf seluruh warga atas segala kesalahan,” kata dia.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar