JEPARA – Mondes.co.id | Salah satu makanan yang tidak bisa ditinggalkan saat Imlek yaitu kue keranjang. Kue keranjang atau Nian Gao ini sudah populer dari dulu hingga sekarang.
Bagi masyarakat Tionghoa, kue keranjang ini mempunyai makna tersendiri. Makanan yang ada setahun sekali ini juga dijadikan buah tangan untuk saling menyapa warga Tionghoa.
Sepintas, kue keranjang hampir mirip dengan dodol. Kue ini rasanya manis berwarna coklat. Bahan dasar pembuatan kue keranjang yaitu dengan tepung ketan dan gula yang dimasak hingga berjam-jam.
Kedua bahan itu dicampur jadi satu dengan ditambahkan air. Kemudian dikukus hingga tercipta karamel berwarna cokelat tua. Dari proses masak itu, adonan akan terlihat bertekstur kenyal, lengket, dan manis.
Kue keranjang berbentuk bulat, memberi makna agar keluarga yang merayakan Imlek diharapkan tetap bersatu, rukun, dan bertekad menghadapi tahun yang akan datang.
Bagi masyarakat Tionghoa di perkampungan Klenteng Welahan, ini menjadi salah satu sajian wajib bagi mereka saat merayakan tahun baru Imlek.
“Kue keranjang ini sudah menjadi makanan wajib kita saat Imlek,” ujar Tri Susilowati (78) penjual kue keranjang di Desa/Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Sabtu, 10 Februari 2024.
Dinamakan Kue Keranjang, karena dulu proses pengukusan kue berbahan dasar tepung ketan dan gula tersebut menggunakan keranjang bambu. Namun kini, karena mempertimbangkan daya tahan alat, proses pengukusan diganti menggunakan cetakan berbahan logam.
“Ngukusnya ini kan lama, kalau pakai keranjang bambu nanti cepet rusak. Makanya sekarang diganti pakai cetakan dari logam, biar lebih awet,” Ujar Tri Susilowati.
Proses pengukusan kue keranjang sendiri memakan waktu 7-8 jam. Sumito (55) Pekerja yang membuat kue keranjang milik Susi bercerita, ia biasanya mulai membuat adonan dari pukul 06.00 WIB.
Adonan yang terdiri dari tepung ketan ditambah gula putih dan gula merah agar menimbulkan warna kecoklatan ia campur menjadi satu terlebih dahulu, kemudian di masak selama satu jam.
Adonan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dikukus selama 7 jam. Setelah diangkat dari kukusan, adonan kemudian dimasukkan ke dalam keranjang logam dan dibiarkan sampai dingin.
Untuk mempercantik tampilan, adonan kue keranjang biasanya diberi tambahan pewarna makanan ke dalam adonan. Dalam sehari, Sumito bercerita mampu membuat 45 kg adonan kue keranjang. Dimana setiap potong kue keranjang memiliki berat 250 kg.
“Kalau harganya, Rp30 ribu per kilo, kalau per biji ya Rp7.500,” ujar Tri Susilowati.
Lebih lanjut Susi bercerita, bahwa ia hanya membuat kue keranjang pada tahun baru Imlek.
“Kalau sembahyang Imlek itu kan Kue Keranjang sudah jadi tradisi dan harus ada, jadi bikinnya ya paling sebulan atau 15 hari menjelang Imlek. Karena kalau sehari-harinya kan nggak ada yang pesen,” katanya.
Ia sendiri, baru tiga tahun menjual kue keranjang setiap Imlek. Sebab dulunya, yang menjual makanan tersebut adalah neneknya.
Nama keranjang sendiri muncul di Indonesia karena bentuk cetakan kue yang berbentuk keranjang kecil. Awalnya, kue keranjang ini merupakan makanan yang dipersembahkan untuk Dewa Tungku di dapur, yang akan membawa laporan menyenangkan tentang penghuni rumah kepada raja langit.
Selama satu Minggu sebelum tahun baru Imlek, kue keranjang mulai digunakan sebagai persembahan pada leluhur. Puncaknya pada malam hari jelang Imlek.
Sebagai persembahan, kue keranjang biasanya baru disantap pada saat Cap Go Meh, yaitu malam ke-15 setelah tahun baru Imlek. Memakan kue keranjang dianggap membawa keberuntungan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar