PATI – Mondes.co.id | Bulan Juli menjadi momen pengisian umbi pada budi daya bawang merah.
Hal ini lantaran sebagian besar bawang merah memasuki usia lebih dari selapan.
Usia bawang merah berumur di atas selapan, maka saatnya petani melakukan pemupukan.
Hal ini disampaikan Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Jaken, Endrawati, Kamis, 17 Juli 2025.
“Bulan ini bawang merah di Jaken rata-rata berumur sebulan lebih sampai selapan sudah mulai pengisian umbi. Sudah selesai perlakuan pemupukan, setelah itu pengawasan, pencegahan, dan pengendalian hama penyakit, terutama penyakit karena bawang merah umur 60 hingga 70 hari sudah panen,” ujarnya.
“Kalau sudah terkena penyakit langsung rusak, tidak seperti padi pada waktu pertumbuhan masih bisa sembuh,” tambahnya.
Menurutnya, semua sawah di wilayah kecamatan binaannya tersebut produktif.
Namun, merawat bawang merah harus dengan modal besar, lantaran risikonya besar pula.
Baginya, menanam bawang merah harus diimbangi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang setara. Oleh karena itu, petani harus kreatif.
Ia mengutarakan, metode tanam bawang merah dengan diawali pengolahan lahan, pemilihan bibit, penanaman, perawatan, dan panen.
Petani setempat menanam bawang merah varietas Bauji, Bima Brebes, Tajuk, dan lain-lain.
“Pemilihan bibit tergantung cuaca. Kalau intensitas hujan tinggi rata-rata petani menanam varietas Bauji, Bima Brebes, kalau musim kemarau Tajuk atau Thailand,” ujar Endrawati.
Terhitung ada 9 desa di Kecamatan Jaken yang memiliki area pertanian bawang merah.
Meskipun jumlahnya terbilang sedikit, tetapi hasil pertanian bawang merah di Kecamatan Jaken setingkat di bawah kecamatan penghasil komoditas terbesar, yakni Kecamatan Wedarijaksa.
“Sebetulnya semua sawah itu produktif SDM karena tanam bawang ibutuh modal besar, risiko gagal juga besar, sehingga petani harus lebih kreatif alias kudu sregep, beda dengan padi. Untuk persentase dari luas lahan se-kecamatan masih tergolong kecil, dari 21 desa ada sekitar 9 desa yang tanam bawang merah luas terbesar di Desa Sukorukun, Sriwedari, Tegalarum, dan Sumberarum,” sebut Endrawati.
Seiring berjalannya waktu, luasan lahan pertanian bawang merah menurun, lantaran perubahan pola tanam dan pengaruh pestisida.
Hal ini mengakibatkan tanah menjadi rusak, dibarengi dengan gangguan hama.
Panen bawang merah pun menurun. Sehingga petani asal Kecamatan Jaken memilih sewa lahan di wilayah tetangga, seperti Kecamatan Jakenan, Batangan, hingga ke Kecamatan Sumber yang sudah masuk Kabupaten Rembang.
Sebagai informasi, luasan lahan bawang merah di Kecamatan Jaken mengalami penurunan.
Awalnya, luasan lahan tanaman bawang merah mencapai 1.000 hektar, sedangkan kini hanya 700 hektar.
“Seiring waktu berkurang luasnya karena pola tanam dan penggunaan pestisida yang tinggi, sehingga tanah rusak lebih rentan hama penyakit, sehingga gagal panen lebih besar. Petani Jaken bergeser tanam bawang merah sewa di sawah Kecamatan Jakenan, Batangan, dan daerah Kecamatan Sumber,” jelasnya.
Semakin merosot, ketika petani beralih budi daya tembakau.
Apalagi, tanaman tembakau jauh lebih kebal terhadap cuaca, bereda dengan bawang merah yang sangat sensitif pada cuaca yang ada belakangan ini.
“Untuk saat ini kondisi tanaman bawang merah turun, untuk musim tanam (MT) 1 sekitar 300-an hektar, MT 2 juga sama. MT 3 dan 4 semakin turun karena musim kemarau hanya yang mempunyai sumur yang tanam bawang merah, apalagi sekarang MT 3 sebagian berpindah ke tanaman tembakau yang modal lebih kecil dan tahan panas alias tidak membutuhkan banyak air,” jelasnya.
Endrawati mengatakan bahwa tanaman tembakau tidak terlalu membutuhkan banyak pasokan air.
Mengingat, kondisi lahan tadah hujan di Kecamatan Jaken sangat bergantung pada air yang turun dari hujan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar