Perhutani Pati Kembangkan JPPSP, Inovasi Budi Daya Penghijauan Efektif Efisien

waktu baca 3 menit
Senin, 1 Des 2025 11:37 0 19 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pati menciptakan inovasi untuk penghijauan di kawasan hutan.

DBHCHT TRENGGALEK

Inovasi budi daya pohon jati dilakukan di wilayah Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati.

Budi daya pohon jati ini dilakukan untuk mengisi kekosongan lahan yang ada di kawasan hutan.

Sehingga, pihak Perhutani mengoptimalkan pengadaan bibit untuk melangsungkan penghijauan dengan inovasi tersebut.

Kepala BKPH Regaloh, Sudihartono didampingi oleh Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Hukum Kepatuhan Agraria dan Komunikasi Perusahaan Perum Perhutani KPH Pati, Sulewi menjelaskan budi daya pohon jati ini.

Disebutkannya, JPPSP memiliki kepanjangan Jati Plus Perhutani Stek Pucuk.

Budi daya pohon jati ini dilakukan dengan cara vegetatif buatan, dengan melakukan stek pada setiap pucuk pohon jati yang sudah siap.

“Awalnya 2010 pasca penjarahan banyak kawasan hutan yang kosong, akhirnya kami menciptakan inovasi biar bagaimana membuat penghijauan dengan pembibitan yang cepat, efektif, dan efisien. Ditemukanlah Jati Plus Perhutani Stek Pucuk (JPPSP),” terangnya kepada Mondes.co.id, Senin, 1 Desember 2025.

Ia menjelaskan, proses perkembangbiakan bibit ini dengan cara memangkas pucuk pohon jati yang sudah berumur cukup di antara usia 3,5 bulan sampai 4 bulan.

Setelah dipangkas, maka pucuk tersebut akan disemai pada polybag.

“Diproses pembiakkannya ada kebun pangkas, sebelum itu membuat pengisian kantong plastik (polybag). Kebun pangkas disediakan sebagai bahan utama stek vegetatif,” ungkapnya.

Pada budi daya JPPSP, terdapat area persemaian dan area kebun pangkas. Keduanya mempunyai fungsi masing-masing.

BACA JUGA :  Begini Alasan Cukai Rokok Manual Lebih Murah Dibandingkan Buatan Mesin

Area persemaian untuk membudidayakan bibit itu sendiri, sementara kebun pangkas untuk menghasilkan cikal bakal stek.

“Bibit pucuk siap tanam sekitar 3,5 bulan sampai 4 bulan, tapi mulai dari pengisian kantong plastik, hingga pengambilan pucuknya 5 bulan untuk bisa tertanam. Bibit pucuk yang layak jika batangnya kokoh dan cerah, perakaran merata, daun segar berwarna hujau cerah, sedangkan kalau yang keriting kurang bagus,” terangnya.

Perlu diketahui, luas area persemaian 2,5 hektar, sementara luas area kebun pangkas 0,3 hektar.

Ada pun area sedeng seluas 2.000 meter persegi yang disediakan untuk membudidayakan awal bibit sebelum ditanam di open area.

Pemeliharaan bibit JPPSP ini dilakukan secara intens, mulai dari penyiraman, pemupukkan, dan pengendalian organisme pengganggu.

Disampaikannya, penggunaan pupuk organik dimaksimalkan dalam budi daya JPPSP ini.

“Pemeliharaanya mulai dari penyiraman, penanganan gulma, pemupukkan. Ada pemupukkan organik dan anorganik, tapi dosis sesuai ketentuan seperti beberapa minggu sekali, berapa hari sekali. Kebanyakan kita pakai pupuk organik, yang tanpa bahan kimia, sehingga aman untuk lingkungan,” ujar Sudihartono.

Sebagai informasi, pembudidayaan JPPSP dimulai pada 2018.

Pada tahun 2025 ini ada 34 ribu tanaman diperuntukkan pada lahan hutan perhutani serta Kawasan Perlindungan Setempat (KPS).

“Target 34.000 plantes di tahun ini sama kebutuhan bibit rimba untuk KPS, seperti jambu mete, trembesi, kepoh, nangka, randu, dan salam. Pohon-pohon itu akan bisa bermanfaat bagi kehidupan masyarakat,” tandasnya.

Editor; Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini