PATI – Mondes.co.id | Ketergantungan pada kedelai impor terus berlanjut karena komoditas dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya produk berbasis kedelai.
Ketahanan pangan berbasis kedelai masih menjadi tantangan di Indonesia, mengingat kebutuhan masyarakat pada olahan kedelai seperti tempe, sangat besar.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan, Kuswantoro menuturkan, kondisi kedelai di Bumi Mina Tani tidak cukup memasok kebutuhan konsumen.
Sehingga pemerintah daerah (Pemda) tetap mengikuti regulasi pemerintah pusat mengandalkan komoditas kedelai impor.
“Kalau kedelai kita ini kebanyakan mengandalkan impor. Sedangkan, lokal tidak mencukupi,” ujarnya kepada Mondes.co.id, Sabtu (29/3/2025).
Menurut pantauannya, sektor pertanian kedelai di Kabupaten Pati tidaklah banyak. Pasalnya, petani di Kabupaten Pati cenderung memilih tanam padi.
“Paling yang produksi di Tambakromo dan sekitarnya, setelah tanam padi,” ucap Kuswantoro.
Sejauh ini, harga kedelai impor Rp13 ribu per kilogram. Sedangkan, harga kedelai untuk perajin Rp12 ribu per kilogram.
“Harga kedelai tidak begitu pengaruh, harga stagnan segitu. Kemarin sempat naik dari angka Rp12.000 menjadi Rp13.000,” sebutnya.
Sejauh ini, kedelai dimanfaatkan masyarakat untuk produksi pembuatan tempe dan tahu.
Harga tempe di Kabupaten Pati saat ini di angka Rp15 ribu per kilogram dan harga tahu Rp10 ribu per kilogram.
“Kalau mengandalkan produksi kedelai lokal tidak bisa. Kedelai nasional juga impor,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar