PATI – Mondes.co.id | Sedekah bumi dilaksanakan di Kabupaten Pati sejak bulan Mei hingga Juni 2025 ini.
Agenda sebagai wujud rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan yang melimpahkan segala bentuk kenikmatan dari hasil bumi, dimeriahkan dengan berbagai acara, mulai dari karnaval, pengajian, serta penyajian pentas seni pun dilangsungkan.
Sejauh ini, pementasan seni tradisional memang marak berlangsung di tengah gemerlapnya karnaval yang sedang tren di kalangan anak muda Kabupaten Pati.
Pasalnya, seni tradisional harus tetap dilestarikan, sebagaimana pementasan ketoprak.
Menurut seorang praktisi yang fokus dalam penelitian seni ketoprak, Sucipto Hadi Purnomo menyampaikan jika seni ketoprak sudah mendarah daging di kota berjuluk Bumi Mina Tani.
Terlebih, kesenian ini lahir dan besar di Kabupaten Pati, sebagai tontonan dan tuntunan masyarakat setempat.
Beberapa ketoprak ternama di Kabupaten Pati seperti Wahyu Manggolo, Siswo Budoyo, Agung Budoyo, Trisno Budoyo, dan lain sebagainya kerap ditanggap oleh berbagai kaum di pedesaan demi memeriahkan sedekah bumi.
Pasalnya, kesenian ini menampilkan berbagai pertunjukkan menawan, mulai dari cerita sejarah, legenda, kisah perjuangan masa lalu, yang mana dikemas dalam format humor.
“Ketoprak eksis di Pati, dalam pementasanya sering menggunakan format humor atau dagelan seperti lakon Mendut Boyong, Geger Pati Pesantenan, Pertikaian Wasis Wijoyokusumo melawan Panembahan Senopati. Hampir sepanjang pertunjukkan humor disajikan erat lekat dengan keunikan Pati, termasuk dialeknya,” ucap akademisi Universitas Negeri Semarang (UNNES) saat ditanya Mondes.co.id beberapa waktu lalu.
Bahkan, pentas ketoprak asal Kabupaten Pati sempat disaksikan oleh warga negara asing ketika tampil di Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta.
Pada kesempatan itu, memukau penonton dari kalangan akademisi, budayawan, dan praktisi seni asal kampus ternama di Indonesia dan mancanegara.
Kala itu, ketoprak Wahyu Manggolo pentas memainkan pertunjukkan yang megah di pertemuan Kongres Bahasa Jawa.
Wahyu Manggolo yang merupakan salah satu ketoprak besar asal Bumi Pesantenan berkesampatan tampil menghibur audiens.
“Setahun yang lalu ketika kami minta grup Wahyu Manggolo ke Solo, kebetulan saya SC (Starring Comitee) Kongres Bahasa Jawa, ada juga pembicara dari mancanegara. Saya usulkan hiburan ketoprak Pati Wahyu Manggolo ketika sampai pilihan lakon, saya memilih lakon menunjukkan lokalitas Pati, pilihan Mendut Boyong karena saya melihat Mendut Boyong humor besar, tapi tampaknya Mogol (tokoh Wahyu Manggolo) ndak berani ambil risiko di medan yang berbeda,” ucap pria kelahiran Desa Trikoyo, Kecamatan Jaken tersebut.
“Dipilihkan lakon dari menurut standar Solo, memang tidak kalah memukau menonton dari temen-temen Unesa (Universitas Negeri Surabaya), UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), UGM (Universitas Gadjah Mada), tamu dari Australia memberikan applause karena terperangah oleh Wahyu Manggolo di Taman Budaya Jateng, Surakarta,” imbuhnya.
Tidak kaget jika ketoprak menjamur di sudut desa-desa di Kabupaten Pati.
Bahkan, di beberapa wilayah Indonesia, juga kerap mendatangkan ketoprak asal Kabupaten Pati, seperti daerah Ngawi, Batang, dan daerah lain se-Eks Keresidenan Pati.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar