JEPARA – Mondes.co.id | Terdapat sebuah makam kuno dengan nisan unik di Desa Dongos, Kecamatan Kedung. Menurut keterangan warga setempat, ini merupakan makam Mbah Datuk Joyo Kusumo dan Eyang Sakimah.
Tidak ada yang tahu pasti, kapan kedua tokoh itu dimakamkan. Namun, kepercayaan masyarakat, dua tokoh tersebut merupakan penyebar agama Islam di wilayah Dongos dan sekitarnya.
Secara geografis, makam tersebut berada di dataran tinggi. Saat ini sudah terawat dan mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Unik, makam itu dilihat dari batu nisan yang ada, berbeda dengan batu nisan di sekitarnya.
Bagi masyarakat Dongos, sosok Datuk Joyo Kusumo dan Eyang Sakimah ini merupakan tokoh penting di Desa Dongos. Hampir setiap hari, dan bahkan di hari-hari tertentu banyak pesiarah yang datang.
Untuk melihat lebih dekat sosok tersebut, tim ahli Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Jawa Tengah dan DIY mendatangi makam kuno tersebut. Ini merupakan objek diduga cagar budaya (ODCB), di wilayah setempat. Hal ini terlihat dari bentuk batu nisan dan lokasi makam tersebut.
Dua orang tim ahli Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah Jateng yaitu Harun Ar Rasyid dan Septi Indrawati. Dalam kesempatan itu, didampingi Subkor Sejarah dan Kepurbakalaan Disparbud Jepara Lia Supardianik.
“Kemarin hari Senin (6/5), kita sudah datangi lokasi makam. Sudah dilakukan observasi. Hasilnya masih nunggu dari sana,” kata Lia, Sabtu (11/5/2024).
Pihaknya mengapresiasi masyarakat, yang sudah melaporkan adanya objek diduga cagar budaya ini. Harapannya, mereka juga ikut menjaga, agar tetap terawat dan tidak terjadi kerusakan.
“Ini tentu saja akan menambah khasanah budaya di Desa Dongos, dan bisa terangkat,” kata dia.
Staf lapangan BPK Wilayah X, Harun Ar Rasyid mengatakan, indentifikasi ini bertujuan untuk mengumpulkan data terkait makam Mbah Joyo Kusumo yang diduga cagar budaya.
Selain itu, Harun mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga sekaligus memberikan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat perihal pelestarian cagar budaya di Jepara.
“Kami mendapat laporan dari masyarakat, maka perlu ditindaklanjuti untuk pendalaman data lebih lanjut, apakah ini ODCB atau tidak,” terang Harun saat diwawancarai.
Sesuai undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, bahwa ketika ada temuan terkait cagar budaya atau pun objek yang diduga cagar budaya, yang terpenting adalah pelaporan terlebih dahulu. Dari situ, kata dia, bisa diungkap dan ditelisik lebih lanjut mengenai objek peninggalan masa lampau itu.
Harun menjelaskan, ada beberapa kriteria yang menjadi patokan agar suatu objek bisa dikategorikan sebagai cagar budaya. Pertama, usia objek yang melebihi 50 tahun. Kedua, masa gaya ODCB lebih dari 50 tahun. Ketiga, mempunyai nilai penting baik dari sisi sejarah, pendidikan, ekonomi, dan keberadaannya untuk masyarakat. Terakhir, objek tersebut mempunyai nilai kepribadian sesuai bangsa dan negara Indonesia.
“Misalnya semangat religius, kepahlawanan, nilai toleransi, mengajarkan Bhineka Tunggal Ika dan lainnya,” paparnya.
Staf lapangan BPK Wilayah X lainnya, Septi Indrawati menambahkan bahwa hasil identifikasi lapangan ini tidak bisa langsung diungkapkan. Data yang terkumpul ini nantinya akan diolah terlebih dahulu untuk diketahui rentang masa dan kesejarahan objek tersebut.
Pihaknya pun melakukan penelitian terhadap motif batu nisan di Makam Mbah Joyo Kusumo dan Eyang Sakimah, kondisi lingkungan sekitar, enskripsi, dan membandingkan dengan data yang serupa di tempat lain.
“Melihatnya dari motif hiasnya, di tempat lain seperti apa, apakah sudah ada kajian sejarahnya, enskripsi, tulisan Arab atau Jawa, masa tahun berapa, dan sebagainya,” ujar Septi.
Juru kunci makam Sukarjo tidak dapat mengungkap banyak mengenai sosok Mbah Jogokusumo. Awalnya ia hanya diberikan amanah secara turun temurun dari orang tuanya, untuk menjadi juru kunci makam tersebut.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar