Magis Perang Obor, Saling Serang Api Tanpa Rasa Sakit

waktu baca 4 menit
Selasa, 21 Mei 2024 11:50 0 664 Dian A.

JEPARA – Mondes.co.id | Tradisi Perang Obor Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan berlangsung meriah pada, Seenin (20/5/2024) malam. Ribuan warga dari berbagai daerah datang untuk menyaksikan atraksi setahun sekali ini.

Perang Obor digelar di perempatan Desa Tegalsambi. Dua kelompok yang berjumlah sekitar 40 orang siap serang dengan menggunakan obor api yang terbuat dari pelepah daun kelapa yang sudah mengering. Sebanyak 400 buah obor dibakar dalam tradisi ini.

Tidak hanya kelompok orang tua, perang obor ini juga diikuti oleh para remaja sebagai bentuk pelestarian tradisi masyarakat ini.

Salah satu pemain perang obor, Yanto Petruk (51) mengatakan jika bermain perang obor memberikan keseruan dan bentuk ekspresi rasa syukur kepada sang pencipta.

“Bermain sejak 2003 lalu, tidak pernah merasa kapok. Sekarang mulai diteruskan ke anak saya,” ujarnya.

Warga asli Desa Tegalsambi itu mengaku tidak pernah mendapatkan luka serius akibat sabetan si jago merah. Ia menjelaskan, apabila terluka hanya perlu mengoles minyak pusaka yang tersedia di rumah petinggi. Konon, luka bakar akan cepat sembuh dan tidak terasa sakit.

“Cukup dioleskan dengan minyak pusaka di rumah petinggi. Luka bakar langsung cepat sembuh,” kata dia.

Tradisi ini dibuka langsung oleh Penjabat Bupati Jepara Edy Supriyanta. Perang Obor ini pun lantas menarik antusias warga lokal, nasional, hingga mancanegara.

“Festival ini memiliki makna sebagai ritual untuk tolak bala dari roh-roh jahat, serta ungkapan rasa syukur masyarakat Tegalsambi,” ucapnya.

BACA JUGA :  KPU dan Bawaslu Tinjau Kesiapan TPS Lokasi Khusus di Lapas Pati

Dirinya meminta kepada seluruh masyarakat untuk melestarikan, mengembangkan, serta mengenalkan tradisi dan nilai-nilai luhur sejarah dan budaya lokal.

“Kalau boleh nanti Perang Obor ini kita tampilkan juga di lokasi pariwisata seperti pantai, untuk menarik minat wisatawan yang lebih luas,” kata Edy.

Perang Obor dilaksanakan pada Senin Pahing bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriah. Asal-usul Perang Obor Jepara berasal dari legenda dua tokoh Ki Gemblong dan Mbah Babadan.

Konon, Mbah Babadan, seorang tokoh kaya raya di Desa Tegalsambi. Ia memiliki banyak hewan ternak berupa kerbau dan sapi.

Saking banyaknya, Mbah Babadan tidak sanggup untuk mengurus semua hewan ternaknya sendirian. Sehingga meminta Ki Gemblong, untuk membantu menggembalakan ternak-ternaknya.

Ki Gemblong dikenal sebagai seseorang yang rajin dan tekun dalam merawat hewan ternak. Mbah Babadan pun merasa sangat cocok dengan kepribadiannya.

Namun, suatu ketika, saat Ki Gemblong sedang menggembala hewan ternak di tepi sungai, ia melihat banyak ikan dan udang di dalam sungai. Ki Gemblong kemudian menangkap ikan serta udang, dan membakarnya di dalam kandang ternak.

Hal tersebut dilakukan Ki Gemblong berkali-kali, hingga ia terlalu sibuk makan dan melupakan tugas utamanya, yaitu merawat hewan-hewan ternak milik Mbah Babadan.

Akibat melalaikan tugas Ki Gemblong, semua hewan ternak menjadi kurus dan sakit. Mbah Babadan mulai curiga dengan hal yang dialami ternaknya. Akhirnya, ia menyaksikan sendiri Ki Gemblong sedang menikmati ikan dan udang bakar di dalam kandang ternak.

Seketika itu, Mbah Babadan marah dan memukul Ki Gemblong menggunakan pelepah kelapa yang sudah dibakar. Tidak terima dengan pukulan itu, Ki Gemblong membalas memukul menggunakan pelepah kelapa yang sudah dibakar.

BACA JUGA :  Kenaikan PBB-P2 Dikritik Habis-habisan, Bupati Sudewo Angkat Suara

Alhasil, terjadilah Perang Obor, yang membuat kandang ternak habis terbakar dan besarnya api membuat semua hewan ternak milik Mbah Babadan melarikan diri.

Mbah Babadan dan Ki Gemblong pun terkejut melihat semua hewan ternak di kandang yang mulanya sakit, tiba-tiba sembuh dan bisa melarikan diri setelah terjadi Perang Obor.

Peristiwa inilah yang mendasari munculnya keyakinan bahwa Perang Obor merupakan sebuah upaya tolak bala. Bagi masyarakat, Perang Obor adalah ritual tolak bala dan ungkapan rasa syukur terhadap kenikmatan yang sudah diberikan Tuhan.

Beberapa acara dalam rangkaian tradisi Perang Obor yaitu, selamatan di punden, pementasan wayang kulit, selamatan di masjid, dan doa penutup bersama.

Puncak tradisi Perang Obor yaitu, saat disulutnya pelepah kelapa dan daun pisang kering oleh tokoh adat atau tamu undangan. Para peserta kemudian memukulkan obor dari pelepah kelapa dan daun pisang yang telah menyala, dari peserta satu ke peserta lainya.

Meski prosesinya cukup berbahaya, tradisi ini tetap dilestarikan dan terus menarik perhatian masyarakat maupun wisatawan dari luar untuk datang ke Jepara.

Saat ini, Perang Obor telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1044/P/2020 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2020.

Selain Perang Obor, juga terdapat tradisi lainnya yaitu Pesta Lomban, Jembul Tulakan, dan juga Seni Ukir Jepara, yang sudah mendapatkan pengakuan WBTB sejak tahun 2015.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini