dirgahayu ri 80

Kesakralan Sendang Mbah Sureni dan Kearifan Lokal Pohijo

waktu baca 2 menit
Kamis, 24 Nov 2022 11:28 0 1911 mondes

PATI – Mondes.co.id | Di Desa Pohijo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, terdapat sebuah petilasan (Punden) Mbah Sureni yang disakralkan oleh warga setempat.

Letak petilasan tersebut, berada di tengah kawasan persawahan antara Desa Pohijo dengan Pangkalan.

Tak seperti punden pada umumnya, di sana tidak terdapat bangunan lumrahnya punden seperti desa lain di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani.

Di situ hanya ada rimbun pepohonan yang sangat tua dan sebuah sendang. Sehingga terasa sejuk dan asri.

Budi Setiawan, warga setempat mengatakan, oleh masyarakat lokasi itu biasa disebut Dedanyang atau leluhur yang babat desa pertama kali di Pohijo.

Sendang di petilasan Mbah Sureni, menurut folklor (budaya/sejarah lisan). Dulunya adalah air yang diambil dari Pegunungan Muria yang dibawa oleh dua orang Dedanyang pada masa lampau.

“Namun sesampainya di sini, terjadi percekcokan antara keduanya. Sehingga air yang dibawa tumpah dan jadilah sumber mata air,” ujarnya di lokasi, Kamis 24 November 2022.

Pada masa lalu, Budi menyebutkan, jika air sendang digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga setempat, seperti keperluan air bersih. Namun sekarang hanya dipakai untuk pengairan sawah.

Lantaran hanya berupa rerimbun, warga sempat hendak mendirikan bangunan punden di lokasi untuk keperluan ritual budaya dan hajatan. Hanya saja, setiap kali proses pengerjaan, selalu roboh.

“Sempat mau didirikan bangunan atau punden, tetapi Dedanyang tidak merestui, jadi selalu ambruk dan rusak,” jelasnya.

Sehingga, tutur Budi, hingga saat ini tidak ada bangunan punden di lokasi, sebagaimana daerah lain.

BACA JUGA :  Petinggi Deklarasi Dukung Kandidat Cabup, Camat Gabus Khawatir Masyarakat Kena Polarisasi

“Sampai saat ini tidak ada bangunan di tempat itu hanya ada pohon tua yang di bawahnya dikasih sesajen,” ungkapnya.

Meski begitu, petilasan ini selalu ramai acap kali warga mempunyai hajat. Misalnya setiap acara pernikahan, dan selamatan rutin setiap hari Selasa dan Kamis.

“Sering ada acara syukuran makan-makan di tempat ini. Ini merupakan budaya turun-temurun dari nenek moyang dan terus lestari sampai sekarang,” terangnya. (Tg/Dr)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini