PATI – Mondes.co.id | Peduli pada perlindungan perempuan dan anak, dibutuhkan support yang baik dari berbagai pihak tanpa memandang perbedaan gender.
Hal ini dicetuskan oleh organisasi sosial yang bergerak dalam perlindungan dan pemenuhan hak perempuan maupun anak, yakni Garpu Perak.
Diketahui, Garpu Perak merupakan singkatan dari Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak.
Berdiri sejak 21 April 2022, organisasi ini diketuai oleh Sri Saptono Yuni Ismoyo, salah satu guru yang aktif dalam gerakan sosial di Bumi Mina Tani.
Garpu Perak memiliki tugas dan fungsi utama melindungi perempuan dan anak-anak.
“Garpu Perak mengajak para pria berperan melindungi dan memperjuangkan hak perempuan dan anak. Tupoksi kami mempromosikan kesetaraan gender dan mengubah suatu pola pikir, bahwasanya laki-laki yang masculin dapat diajak dalam berperan mengurus pekerjaan rumah tangga dan peduli pada anak-anak,” ungkap Ismoyo, sapaannya.
Menurut pandangannya, kesetaraan gender harus dijunjung oleh para pria, demi terciptanya wujud kepedulian dalam menjamin terciptanya situasi yang aman bagi seluruh pihak. Sebagai laki-laki, berhak menjadi contoh perilaku yang baik di aspek apapun.
“Sebagai laki-laki, kami wajib dan berhak jadi contoh untuk berperilaku baik, seperti menjadi mediator dalam konflik keluarga, menjadi advokat hak perempuan maupun anak, membangun jaringan yang ada kaitannya perempuan dan anak,” ucapnya saat diwawancarai Mondes.co.id, Sabtu (21/9/2024).
Tantangan yang dihadapi Ismoyo dalam menjalankan Garpu Perak sangat kompleks, mulai dari benturan kultur di tengah masyarakat, stigma sosial yang masih patriarki, serta minimnya kontribusi sumber daya.
Kendati demikian, Garpu Perak tetap fokus pada tujuannya sebagai teladan mencegah kekerasan, membangun kesejahteraan, dan meningkatkan partisipasi laki-laki dalam keluarga.
Di samping itu, melepaskan dominasi laki-laki dengan harapan membangun keluarga yang harmonis.
Oleh sebab itu, sejumlah pihak ia ajak berpartisipasi seperti organisasi keagamaan, organisasi lintas agama, dan unsur pemerintahan. Semua itu dengan catatan harus laki-laki.
“Stigma sosial selalu menjadi tantangan, banyak pria yang ragu, dan kurang dukungan pihak lain (pemerintah) karena kami organisasi gerakan non profit, kadang kami terhambat oleh pendanaan. Selanjutnya, untuk perubahan budaya seorang laki-laki peduli di Jawa agak susah. Kami mencoba ubah pola laki-laki yang sering dikaitkan dengan dominasi supaya membangun keluarga yang harmonis,” urainya kala ditemui.
Berbagai agenda dari Garpu Perak di antaranya hadir dalam memberi penyuluhan ke desa dan sekolah di Kabupaten Pati.
Institusi pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih intensif, dengan tiap tahun ajaran baru dirinya bersama pengurus Garpu Perak selalu mengisi penyuluhan tentang pencegahan kekerasan, memangkas angka pernikahan dini, dan membendung terjadinya stunting.
“Kami berupaya mengurangi pernikahan dini demi mencegah stunting karena kepedulian pria bisa mempengaruhi itu. Kami selalu membuat acara penyuluhan di desa dan sekolah-sekolah setiap tahun ajaran baru,” tutur pria yang saat ini mengabdi sebagai guru di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Pati.
Mengurangi angka kekerasan perempuan serta anak di Bumi Pesantenan jadi target Garpu Perak.
Peranan orang tua, lingkungan, dan lembaga pendidikan harus lebih masif dalam mengontrol aktivitas seorang anak di tengah berkembangnya zaman.
“Target (Garpu Perak) mengurangi kekerasan perempuan dan anak di Pati yang fenomenanya sedang banyak terjadi. Sumbernya ini tak lepas dari pengaruh gadget, mereka (anak) belum siap menyaksikan tontonan yang di luar kemampuannya, sehingga malah menirukan, maka dari itu, orang tua, sekolah, dan lingkungan perlu mengawasi ke ranah apa saja yang anak akses secara privat,” ujarnya.
Bagi Ismoyo, keterlibatan seorang ayah dalam menjadi kepala rumah tangga, harus bijak dalam menangani tumbuh kembang anak.
Sosok ayah harus menjadi teladan yang baik dalam mengajarkan sikap dan tindakan yang positif di setiap pola asuh.
“Saat ini, sebagai guru kesulitan memberikan nasihat kepada anak, namun yang jelas keterlibatan orang tua nomor satu terutama bapak (ayah), kalau bapaknya nggak bisa nangani apalagi lembaga sekolah. Maka saya juga heran peranan seorang ayah jarang terlihat, seperti saat sekolah mendatangkan wali murid, kenapa yang datang selalu ibu, jarang sekali ayah yang datang,” kata Ismoyo.
Anak merupakan tanggung jawab orang tua. Bilamana perilaku negatif dilakukan mereka, maka penanganan yang dilakukan oleh aparat berwajib belum bisa menjerat sanksi bagi usia di bawah 17 tahun. Sehingga, orang tua wajib mempertanggungjawabkannya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar