PATI – Mondes.co.id | Dugaan pemalsuan produk terjadi di Kabupaten Pati. Kali ini temuan itu didapati oleh PT Multi Garmenjaya saat menemukan ada seorang warga Bumi Mina Tani menjual produknya dengan harga di bawah pasaran.
Diketahui, perempuan yang dikasuskan itu berinisial NS. Ia dibawa ke pengadilan oleh perusahaan pemegang merk Cardinal, lantaran NS memproduksi celana Cardinal palsu.
Saksi pun dihadirkan pada perkara ini. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pati pada Kamis (6/6/2024). Saksi tersebut diketahui bernama Sufiyanto yang juga staf khusus PT Multi Garmenjaya.
“Aktivitas ilegal yang dilakukan NS kali pertama diketahui saat karyawan Cardinal menemukan unggahan yang bersangkutan di Marketplace Facebook,” katanya.
Kegiatan NS terhendus di media sosial, lantaran ditemukan harga jual celana bermerk Cardinal senilai Rp40.000 sampai Rp50.000 per buah. Angka ini sangat murah bila dibandingkan dengan harga merk Cardinal pada umumnya yang mencapai Rp400.000.
Lebih lanjut, PT Multi Garmenjaya menindaklanjuti dengan melakukan investigasi. Pihaknya mencoba mendatangi pabrik produksi celana merk palsu itu guna melakukan pemesanan di Desa Mojolawaran, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati.
Ternyata benar bahwa tempat konveksi tersebut melakukan aktivitas produksi celana bermerk Cardinal palsu, dengan skala besar.
NS pun kemudian ditetapkan sebagai terdakwa, persidangan tengah berlangsung di PN Pati.
NS dikenai pasal 100 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG). Pada ayat 1 pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merk yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Adapun ayat 2 berbunyi bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merk yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merk terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Pada kesempatan itu, kuasa hukum perusahaan asal Bandung, Deni Rohmana menyebut jika klien rugi akibat produknya dibajak. Menurutnya, kliennya mengalami kerugian yang sangat signifikan. Selain merugikan perusahaan, pemalsuan merk juga merugikan konsumen karena mendapat produk dengan kualitas tak tentu.
Diketahui, pihaknya mendapati informasi bahwa pembajakan merk Cardinal sudah berlangsung selama belasan tahun di berbagai kota. Harapannya, proses peradilan ini menjadi edukasi bagi masyarakat bahwa memalsukan merk akan mendapat hukuman yang berat.
“Pemalsuan merk ini sangat marak sekali. Sebelumnya ada di Jakarta, Tasikmalaya, Tangerang. Terakhir sebelum di Pati ini sudah ada yang diputus secara inkrah di Pekalongan. Kasusnya sama, (terdakwa) diputus (pidana penjara) 2 tahun 4 bulan ditambah denda Rp 50 juta subsidair kurungan enam bulan, berat menurut saya,” ungkap kuasa hukum.
Di lain sisi, dalam kasus pemalsuan produk celana Cardinal yang ramai terjadi di Kabupaten Pati, terdakwa membatah.
Terdakwa berinisial NS mengungkapkan jika pabrik produksi celana Cardinal palsu itu bukan miliknya sebagaimana tuduhan dari pihak PT Multi Garmenjaya selaku pemilik brand Cardinal yang asli.
Perusahaan asal Bandung itu membenarkan ada produksi celana Cardinal palsu dalam skala besar.
“Rumah yang di Mojolawaran, Gabus itu bukan rumah saya. Rumah saya di Tambakromo. Saya bukan pemilik, melainkan hanya sekadar menantu dari pemiliknya,” ujarnya ketika di persidangan virtual pada Kamis (7/6/2024).
NS mengaku jika pemilik pabrik atau pemilik usaha bukanlah dirinya, melainkan sang mertua.
Kuasa hukum terdakwa angkat bicara dalam kasus itu dan menilai bahwa kliennya hanya tumbal pada kasus tersebut.
“Ternyata pemiliknya ibu mertuanya, yang dijadikan tumbal NS,” ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa pasal yang dijeratkan pada kasus ini seharusnya pemiliknya, bukan NS.
“Pasal yang dipakai 100 ayat 1 dan 2 UU MIG. Pasal itu menyatakan yang bisa dijerat adalah pemiliknya. Sedangkan NS bukan pemilik. Karyawan juga bukan. Dia cuma ambil dari ibu mertuanya, lalu dijual online. Keuntungan dia per pcs cuma Rp6 ribu sampai Rp 7 ribu,” jelas kuasa hukum NS, Nimerodi Gulo memberikan keterangan.
Dirinya menyayangkan penahanan NS, mengingat terdakwa memiliki anak di bawah lima tahun (balita).
“Dia ditahan, sementara NS punya anak masih balita tiap hari menangis diantar ke LP,” ujarnya.
Di samping itu, ia menuturkan bahwa ayah NS pun menderita sakit. Pada situasi ini, hanya NS yang merawat ayahnya untuk mengantarkan cuci darah sekali tiap dua pekan.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar