PATI – Mondes.co.id | Bencana kekeringan di Kabupaten Pati belum usai. Hal ini disebabkan musim kemarau yang masih mengintai di berbagai titik Bumi Mina Tani.
Padahal memasuki November, seharusnya musim sudah beralih ke penghujan, akan tetapi sang Maha Kuasa belum berkehendak menurunkan hujan dengan intensitas tinggi. Bahkan, menurut pernyataan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya, curah hujan akan mulai tinggi ketika sudah memasuki akhir bulan November 2023. Kondisi demikian menyebabkan korban bencana kekeringan di Kabupaten Pati tak berangsur membaik.
“Menurut BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), curah hujan akan semakin tinggi di akhir November, kita manut BMKG. Itu sebabnya kondisi kekeringan di Kabupaten Pati masih melanda 94 desa. Kini belum ada kondisi yang membaik,” ujarnya kepada Mondes.co.id, Rabu, 15 November 2023.
Bukannya semakin membaik, sejauh ini BPBD Kabupaten Pati malah mengungkap ada kasus kekeringan lagi di sejumlah wilayah, khususnya di Pati bagian Utara, yakni Kecamatan Tayu.
Pria yang akrab disapa Budi menyebut, Desa Kalikalong dan Desa Dororejo mengalami fenomena kekeringan. Ia pun heran, padahal selama ini desa tersebut tak pernah mengalami kondisi kekeringan.
“Beberapa desa ada yang laporan jelang akhir musim kemarau, seperti Dukuhseti, Kalikalong, Dororejo. Prediksi awal Desember hujan tapi malah ada desa yg tambah membutuhkan air,” tuturnya.
Setelah diselidiki, penyebab fenomena kekeringan di Tayu bukan karena faktor alam, melainkan ulah manusia. Menurut temuan BPBD Kabupaten Pati yang diperoleh dari Laporbup pada 13 November 2023 kemarin, keberadaan tambak ikan nila salin menguras debit air tawar secara brutal.
“Kondisi di Tayu, sempat ada warga yang melaporkan di Laporbup pada 13 November, di Dororejo ada inovasi budiaya nila salin yang membutuhkan banyak air. Sehingga untuk menetralisir kadar garam maka membutuhkan air tawar yang masif. Pelaku tambak menyedot air di tanah secara dalam. Dampaknya sumur warga kering karena eksploitasi air tanah imbas budidaya ikan nilan salin, sehingga di sana muncul kekeringan,” ungkapnya.
Diketahui, budidaya ikan nila salin merupakan inovasi yang tengah dikembangkan oleh pemerintah. Wilayah Kabupaten Pati menjadi kawasan yang ditunjuk untuk budidaya ikan nila salin. Lantaran budidaya ikan nila salin membutuhkan air tawar yang banyak untuk netralisir kadar garam, maka sumber air dari dalam tanah di Desa Dororejo habis dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
Menurutnya, kekeringan di Desa Dororejo belum pernah terjadi. Baru terjadi ketika budidaya ikan nila salin mulai digenjot tahun ini.
“Warga melaporkan sudah tiga bulan kekeringan yang disebabkan oknum pengusaha budidaya ikan nila eksploitasi air tanah secara mendalam, hal ini terjadi baru tahun ini. Kami membuat penampungan-penampungan air untuk segera menampung air yg tersisa mengingat pentingnya kebutuhan air bersih,” jelasnya membacakan aduan warga setempat.
Tak mampu atasi sendirian, pihak BPBD Kabupaten Pati bekerjasama dengan pihak Pabrik Gula (PG) Trangkil untuk menyokong kebutuhan air bersih di wilayah tersebut. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya mulai mendiskusikan kebutuhan air bersih ke kawasan Dukuhseti dan Tayu itu sendiri.
“Untuk mengatasi munculnya kekeringan di Dororejo dan Dukuhseti kami tidak sendirian, kami jalin kerja sama dengan PG Trangkil untuk membantu dropping air ke desa tersebut. Kekeringan di sana selain musim kemarau, ditambah eksploitasi air dari budidaya nila salin. Padahal sebelumnya tak pernah kekeringan, ini bukti bahwa sesuatu yg baik beriringan dengan sesuatu yang kurang baik,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar