TRENGGALEK – Mondes.co.id | Meski sejumlah kepala desa di Trenggalek dijebloskan ke penjara akibat penyalahgunaan APBDes, tampaknya hal itu belum menimbulkan efek jera.
Kali ini, aroma busuk dugaan korupsi kembali menyeruak dari wilayah Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek.
Beberapa oknum pejabat di lingkup Pemerintah Desa (Pemdes) Kedunglurah diduga telah melakukan penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2020 hingga 2024.
Indikasi penyalahgunaan anggaran tersebut terlihat secara jelas melalui sejumlah alokasi pembiayaan.
Di antaranya, berdasar data yang dihimpun tim investigasi LSM Wadah Aspirasi Rakyat (WAR).
Dalam APBDes Desa Kedunglurah tercatat adanya poin ‘Pembangunan/Peningkatan Balai Desa atau Balai Kemasyarakatan’ dengan total serapan mencapai Rp542.196.000 pada tahun 2020.
Tapi realisasi fisik yang di lapangan berbentuk Gedung Olah Raga (GOR), bukan balai desa sebagaimana tercantum dalam dokumen resmi.
Padahal, perubahan kegiatan (dari Balai Desa menjadi GOR) tanpa melalui musyawarah desa dan perubahan APBDes yang dikuatkan dengan Perdes Perubahan, maka menjadi indikasi kuat ada rekayasa anggaran, sekaligus potensi pelanggaran administratif berat.
“Belum lagi, tidak adanya papan informasi dan prasasti proyek di tiap pekerjaan. Atau mungkin memang ada unsur kesengajaan demi mengaburkan biaya proyeknya,” sebut Sekretaris Jenderal (Sekjend) LSM WAR, Zainal Abidin.
Tim di lapangan juga menemukan kejanggalan lain, sejumlah proyek tidak memiliki prasasti kegiatan dan papan informasi sebagaimana diamanatkan oleh regulasi.
Hanya terdapat satu prasasti di tahun 2023 untuk kegiatan balai desa, sedangkan proyek tahun-tahun sebelumnya tanpa jejak prasasti permanen.
Hal serupa terjadi pada proyek gedung olahraga dan pembangunan jalan yang tidak menunjukkan bukti transparansi publik.
Padahal, sesuai Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 40 ayat (1) dan (2), pemerintah desa wajib menyampaikan informasi keuangan desa secara transparan kepada masyarakat, salah satunya melalui papan informasi dan prasasti proyek.
Selain dugaan proyek siluman, ditemukan pula sejumlah alokasi Dana Desa yang patut disorot.
1. Penguatan Ketahanan Pangan Desa (2024) sebesar Rp49.031.400
2. Pemeliharaan Saluran Irigasi (2021–2022) sebesar Rp89.431.072
3. Pemeliharaan Jalan Usaha Tani (2022 & 2024) sebesar Rp268.753.258
4. Pembangunan Jembatan Desa (2023) sebesar Rp69.371.778
Namun, sebagian besar kegiatan di lapangan tidak ditemukan bukti fisik yang memadai, bahkan beberapa warga setempat tidak mengetahui keberadaan proyek tersebut.
Sekjen LSM WAR, Zainal Abidin menegaskan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan Dana Desa Kedunglurah.
Menurutnya, kasus ini berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi (Tipikor), apabila terbukti ada penggunaan dana tidak sesuai peruntukan.
“Ini uang rakyat, bukan uang pribadi. APH harus segera turun, audit keuangan dan periksa fisik proyek di lapangan. Jangan sampai kasus ini ditutup-tutupi,” tegas Zainal.
Dugaan pelanggaran dalam kasus ini berpotensi menjerat oknum Kepala Desa dan perangkatnya dengan beberapa dasar hukum berikut:
1. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Pasal 28 ayat (1): Perubahan APBDes hanya dapat dilakukan melalui Perdes Perubahan.
Pelanggaran atas pasal ini tergolong administratif berat jika realisasi kegiatan tidak sesuai APBDes tanpa perubahan resmi.
2. Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Mengatur kewajiban pemasangan prasasti proyek dan papan informasi sebagai bentuk transparansi publik.
3. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 24 dan Pasal 26 ayat (4) huruf f: Kepala Desa wajib melaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
4. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3.
“Jika terbukti, tindakan Kepala Desa Kedunglurah dapat dikategorikan penyalahgunaan anggaran sekaligus penyimpangan keuangan negara,” ujarnya.
Zainal menegaskan, masyarakat memiliki hak hukum untuk mengawasi dan meminta informasi terkait pengelolaan dana publik, sebagaimana Pasal 68 ayat (1) huruf a UU Desa.
“Kepala Desa wajib transparan dan akuntabel. Pemerintahan Desa harus bersih dari KKN. Tidak boleh ada permainan anggaran di tingkat desa,” ujarnya.
Sekjend WAR itu memastikan, kasus dugaan korupsi Dana Desa Kedunglurah akan terus dikawal oleh komunitas media dan lembaga masyarakat sipil agar tidak tenggelam.
Transparansi, keadilan, dan penegakan hukum harus menjadi harga mati, demi mewujudkan pemerintahan desa yang bersih, berintegritas, dan berpihak pada rakyat.
“Rekan-rekan komunitas media dan LSM akan terus mendorong, sekaligus mengawal kasus potensi koruptif di lingkup Pemerintah Desa Kedunglurah. Agar, terwujud tata kelola keuangan negara yang bersih, transparan, berintegritas dan berkeadilan sesuai ketentuan perundangan,” tandas Zainal.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar