PATI – Mondes.co.id | Warga Desa Karangawen, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati beruntung karena mempunyai sosok pemimpin yang bijak dalam mengatur manajemen kebutuhan hidup, demi kesejahteraan bersama.
Pasalnya, dalam kurun waktu lima tahun, kebutuhan warga akan air dapat terpenuhi dengan cukup tanpa harus kesulitan sumber maupun biaya. Dengan adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang digagas oleh Sutiyono selaku Kepala Desa Karangawen, memudahkan masyarakat memperoleh pasokan air bersih guna mencukupi kebutuhan konsumsi rumah tangga serta ekonomi.
Sejak 2017, Sutiyono mengajak warga setempat mengaliri rumah-rumah, tempat ibadah, serta areal pertanian dengan air yang bersumber dari mata air bawah tanah di Desa Karangawen.
Langkah tersebut direspons dengan pengeboran sumber di salah satu titik yang kemudian dialirkan melalui pipa-pipa ke sejumlah permukiman, rumah ibadah, maupun ladang.
Bahkan, tidak hanya Desa Karangawen saja yang mendapatkan aliran air tersebut, Dukuh Grasak yang berada di Desa Brati dan Dukuh Bulu di Desa Mojomulyo juga memperoleh aliran air segar yang bersumber dari mata air Desa Karangawen.
“Kami adakan pipanisasi ke rumah-rumah atas usulan dari masyarakat, akhirnya kami buat pada 2017. Kami manfaatkan, dan pengelolaannya oleh BUMDes. Awalnya selama mengawali ini kami terseok-seok karena biaya pembuatan belum tertutupi oleh hasil keuntungan BUMDes, tetapi pada 2019 akhirnya sudah menghasilkan keuntungan dari penarikan ke masyarakat,” ucapnya kepada Mondes.co.id, Selasa, 2 Januari 2024.
Dirinya menyebut, sudah 350 rumah dari tiga desa yang mendapat pasokan aliran dari sumber mata air itu. Meski hanya ada satu titik sumber mata air, tetapi sumber tersebut cukup potensial, sehingga tak pernah kering.
Itu sebabnya, jika menyusuri jalanan Desa Karangawen, tampak pipa-pipa menjalar sepanjang 3 kilometer. Disambung 2 kilometer Dukuh Grasak di Desa Brati dan 2 kilometer Dukuh Bulu di Desa Mojomulyo.
“Kini udah mengaliri 3 desa, Grasak (Brati), Bulu (Mojomulyo), dan Karangawen itu sendiri, mulai dari Kagok, Peting, Gower. Dulu awal-awal baru 15-20 rumah, kini udah total 350 rumah. Sumbernya bor di titik sungai bawah tanah, ada satu titik dan mencukupi bertahun-tahun masih kuat. Ada indikasi titik tersebut kedung atau sungai bawah tanah,” ungkapnya saat meninjau lokasi sumber air.
Ia mengatakan bahwa warga antusias dengan kemudahan memperoleh air dari sumber yang dikelola BUMDes setempat. Mereka tak perlu mengaliri air dari pompa sanyo dengan daya listrik sekian, karena hanya dengan membayar murah, mereka bisa mendapat air yang cukup.
Meski begitu, warga kerap geger ketika saluran air mengalami masalah, sebab air yang dialiri secara bersamaan dan kerusakan pada alat penyedot.
“Perencanaan awal itu dua pipa, yakni pipa utama dan pipa cadangan. Akan tetapi karena debit pipa terbatas dan rencana dua pipa melebihi target, maka seringkali air tidak mengalir. Seperti halnya waktu sholat maghrib, yang mana warga menggunakan air secara serentak untuk mandi dan kebutuhan wudu, makanya setiap jam-jam mendekati 19.00 WIB airnya mati. Belum lagi saat sholat Idulfitri, karena keran dibuka bareng untuk keperluan rumah tangga dan ibadah, maka air tidak teraliri secara maksimal ke setiap rumah,” ujarnya.
Mengatasi problem teknis yang menimpa, pihaknya bergegas menangani masalah tersebut dengan mengerahkan tim yang sigap, serta memberikan penerangan kepada masyarakat agar tidak gaduh.
Pasalnya, pengelolaan sumber air tersebut menjadi tanggung jawab dari BUMDes yang tiap bulan memperoleh pemasukan Rp14 juta dari retribusi mengairi kebutuhan rumah tangga warga desa.
“Permasalahannya di Karangawen sendiri macam-macam, biasanya ada yang pipanya hancur karena terlindas kendaraan, ada yang orang gak sengaja memotong saat menggali tanah, ada yang kabel kebakar, dan lain sebagainya. Namun, kami sudah anggarkan untuk servis alat secara rutin,” urai Sutiyono.
Sebagai informasi, setiap rumah dalam satu hari mendapatkan 200 liter air. Per kepala keluarga (KK) ditarik iuran sangat murah, yakni Rp1.500. Sedangkan, bila terjadi kerusakan pada alat, maka akan ditarik Rp6.000. Khusus balai desa, masjid, musala, dan sekolah tidak perlu dipungut biaya.
“Sumber ini mengaliri 7.000 liter tiap harinya untuk kebutuhan memasak, mencuci, mandi, kecuali kalau hari tertentu pas lebaran dan lain-lain ada lonjakan air yang keluar. Untuk tempat ibadah dan sekolah PAUD gratis, balai desa gratis. Sedangkan, masyarakat dapat membayar sangat murah sekali untuk mendapat air dari sumber daripada mengambil air dari sumur masing-masing yang kadang airnya bau. Dari usaha yang sempat terseok-seok selama tiga tahun di awal, barulah pada 2019 di tahun ketiga kami ngunduh manisnya, sekitar Rp14 sampai Rp21 juta, kami peroleh dari hasil jerih payah mengairi permukiman warga,” katanya.
Sebelum dirinya menjabat sebagai Kepala Desa, kerap terjadi gejolak di tengah masyarakat Karangawen, lantaran sulit memperoleh kebutuhan air bersih. Padahal kawasan desa tersebut berada di lereng Pegunungan Kendeng di Pati bagian selatan.
Ia menceritakan bahwa dahulu warganya rela mengangsu air dari Mata Air Ronggoboyo (Nggoboyo) jika musim kemarau melanda, biasanya desa tersebut kekeringan. Barulah ketika 2015 ia menjabat, Sutiyono memfasilitasi warga dengan pengambilan air menggunakan truk tangki. Pihak pemerintah desa (Pemdes) pun menyediakan empat titik penampungan air di Karangawen agar warga ambil air di tempat yang lebih dekat.
“Ada beberapa RT dulu selalu ngangsu ketika kemarau dari Nggoboyo. Kemudian, pada 2015 sampai 2017, saya ambilkan air pakai truk untuk disalurkan ke rumah-rumah warga karena lebih efektif. Kami sediakan tampungan dengan terpal di empat titik. Itu dulu, dan bahkan desa ini juga sempat merasakan kekeringan sewaktu musim kemarau,” ucapnya menjelaskan ke awak media.
Lebih lanjut, pemerintah memberikan bantuan kepada Desa Karangawen berupa sumur dan tandon, dengan harapan warga setempat bisa mudah mengambil air dari sumur yang dibor menuju ke sumber air tersebut.
Usai bantuan diterima, ia mengajak warga berdiskusi. Hasilnya muncul ide pipanisasi air menuju rumah-rumah. Kemudian, dana desa selama dua tahap dimanfaatkan untuk membangun pipa-pipa tersebut.
“Ada bantuan ESDM (Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral), hanya ada sumur dan tandon, tapi belum dipipanisasi. Setelah itu kami adakan pipanisasi ke rumah-rumah pada 2017. Kami atur pembangunannya selama dua tahap dengan dana desa. Bantuan ini kami manfaatkan dan dikelola oleh BUMDes,” terangnya.
Warga pun tak perlu khawatir kekurangan air. Oleh sebab itu, ia menyarankan kepada warga supaya sedia toren untuk menampung air yang sudah mengalir ke rumah mereka, supaya kebutuhan air warga di seluruh dukuh di Karangawen tercukupi.
Selain itu, salah satu dukuh di Desa Karangawen, yakni Gower yang sebelumnya mendapatkan sumber air dari desa tetangga sepanjang 4 kilometer, mengalami masalah sosial dengan warga desa tersebut.
Hampir setiap minggu, saluran yang mengalir ke Dukuh Gower selalu dirusak oleh pihak tak bertanggung jawab. Maka dari itu, warga mengadukan masalah ini ke Pemdes, alhasil Pemdes kemudian mengambil solusi dengan mengalihkan sumber air kebutuhan warga Gower dari pusat Desa Karangawen itu sendiri pada 2023 lalu.
“Sebelumnya warga Gower mengalirkan air dari Maitan, disalurkan lewat selang 4 kilometer secara swadaya. Namun, setiap pukul 02.00 WIB atau waktu malam, warga kerap bertengkar dengan tetangga sendiri maupun warga tetangga desa lantaran selangnya ada yang mbunteti. Bahkan setiap dua minggu sekali, pipa yang mengalirkan air menuju Gower dipecah oleh warga sana, sehingga air tidak mengalir sampai rumah, istilahnya ada semacam sabotase,” ungkapnya.
Warga desa lain, juga ketiban untung atas adanya jerih payah Sutiyono dan kawan-kawan. Pasalnya, Dukuh Bulu yang sebelumnya kesulitan mengakses air bersih, akhirnya bisa teraliri air bersih, padahal Bulu berada di Desa Mojomulyo.
Namun, karena Pamsimas wilayah tersebut terasa asin, maka atas dasar kemanusiaan ia membantu memasok kebutuhan air wilayah tersebut yang jaraknya masih berdekatan dengan Desa Karangawen. Di samping itu, Dukuh Grasak yang berlokasi di Desa Brati, Kecamatan Kayen pun mendapat sokongan air dari usaha yang dikelola BUMDes Karangawen.
“Awalnya dicurhati warga setempat, apalagi Pamsimas sana (Bulu) asin makanya minta dari Karangawen. Kalau mau nyalurin semua tidak bisa karena terbatas pipa, kalau suplai ke sana semuanya takutnya RT 8, 7, dan Grasak gak dapat air. Karena prinsipnya bawah penuh, maka atas baru bisa terpenuhi,” bebernya.
Menurut pengakuannya, ketika musim kemarau melanda seperti beberapa bulan lalu, Desa Karangawen dalam kondisi aman lantaran kebutuhan air tercukupi. Justru Desa Karangawen supplay air ke desa-desa sekitar di Kecamatan Tambakromo, seperti Maitan dan Sinomwidodo.
“Di tahun ini yang mana Pati ditetapkan darurat kekeringan, desa kami tidak kekeringan malah sampai supplay air. Karena BUMDes sudah menghasilkan, ditambah BUMDes ada program amal 5 persen untuk yang membutuhkan,” pungkasnya.
Selain itu, di sektor pertanian juga tak kalah. Bahkan dirinya berhasil mengaliri ladang pertanian warga dengan mangambil air dari titik mata air di kawasan Pegunungan Kendeng yang berada di balik bukit desa.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar