Bimbingan Pranikah Digencarkan di Pati, Rancang Masa Depan Calon Manten Bahagia

waktu baca 4 menit
Sabtu, 24 Mei 2025 11:51 0 207 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Dalam rangka membentuk keluarga Indonesia yang tangguh, harmonis, dan berdaya tahan terhadap dinamika zaman, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati melaksanakan program edukatif yang sangat strategis dan relevan, yaitu bimbingan pra-nikah.

Bertajuk ‘SAMARA’, yang merupakan akronim dari Sadar Menikah, Rancang Masa Depan Bahagia.

Bimbingan ini secara khusus ditujukan bagi para calon pengantin yang telah merencanakan untuk melangsungkan pernikahan pada tahun 2025, sebagai bekal penting dalam menyongsong kehidupan berumah tangga yang sehat, setara, dan berlandaskan nilai-nilai kekeluargaan yang kuat.

Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AKB Kabupaten Pati menekankan urgensi dan pentingnya kesiapan non teknis dalam pernikahan, seperti kesiapan mental, emosional, dan spiritual, yang kerap kali terabaikan dalam proses persiapan pernikahan yang hanya berfokus pada hal-hal seremonial atau administratif belaka.

“Pernikahan bukanlah sekadar prosesi pengikatan dua individu dalam sebuah ikatan hukum dan sosial, melainkan merupakan keputusan besar yang mengandung tanggung jawab jangka panjang, serta membutuhkan kematangan psikologis, kecerdasan emosional, dan kesiapan spiritual agar rumah tangga yang dibangun dapat menjadi tempat tumbuh yang aman, nyaman, dan penuh keberkahan,” ungkapnya belum lama ini.

Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan keprihatinan atas tingginya angka perceraian serta meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tercatat hingga ribuan kasus di berbagai daerah, yang mencerminkan bahwa masih banyak pasangan muda yang belum memiliki kesiapan menyeluruh sebelum memasuki gerbang pernikahan.

BACA JUGA :  Duit Sekardus Dikembalikan, Ini Pengakuan Selamet Riyadi

Oleh karena itu, bimbingan pranikah diharapkan dapat menjadi bentuk pencegahan yang konstruktif dan edukatif agar calon pasangan mampu membangun rumah tangga dengan fondasi yang kokoh dan berkesadaran.

Sub Koordinator PPPA Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Anggia Widiari menyoroti pentingnya proses penerimaan diri sebagai langkah awal dalam membentuk hubungan yang sehat dan dewasa.

Dalam penyampaiannya, ia tidak hanya menjelaskan konsep penerimaan diri secara teoritis, tetapi juga mengajak peserta untuk melakukan praktik langsung berupa menulis catatan reflektif pribadi terkait kondisi emosi, karakter, nilai hidup, serta harapan mereka terhadap pernikahan.

Catatan tersebut kemudian diminta untuk disimpan dan dibaca kembali ketika mereka telah pulang ke rumah, sebagai bentuk pengingat akan komitmen dan kesiapan diri.

“Ketika seseorang belum mampu berdamai dengan dirinya sendiri, baik dalam aspek kelebihan maupun kekurangan, maka akan sangat sulit baginya untuk mampu menerima dan memahami pasangan secara utuh. Oleh sebab itu, penerimaan diri menjadi titik tolak dari segala bentuk relasi yang sehat, termasuk dalam kehidupan pernikahan,” ujarnya.

Senada, pihak konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Eliza Rahmawati, menjelaskan bahwa beberapa isu krusial yang kerap menjadi akar permasalahan dalam rumah tangga, antara lain tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kasus incest (hubungan sedarah) yang masih kerap terjadi dalam lingkup keluarga.

Ia juga ajak peserta untuk melakukan pemeriksaan kesiapan secara menyeluruh, mulai dari cek kesehatan fisik dan psikis, hingga evaluasi kondisi keuangan pribadi dan pasangan, sebagai bentuk kesadaran bahwa pernikahan tidak hanya menggabungkan dua hati, namun juga menyatukan dua sistem nilai, dua kebiasaan, dan dua kondisi kehidupan yang harus diselaraskan.

“Tips dan strategi praktis dalam menghadapi dinamika rumah tangga, antara lain bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dan asertif, bagaimana mengelola emosi dengan sehat, serta bagaimana memahami pendidikan seksualitas dan keintiman dalam perspektif yang positif, ilmiah, dan penuh penghargaan antar pasangan,” ucap seorang konselor keluarga yang telah berpengalaman dalam menangani berbagai kasus seputar pernikahan.

BACA JUGA :  Program Makan Bergizi Gratis Mulai Digeber di Pati

Semua ini kemudian dirangkum dalam kerangka besar penerimaan diri dan pasangan, sebagai fondasi dari rumah tangga yang stabil dan penuh kasih.

Ia pun memaparkan konsep ‘The Four Horsemen’ yang merujuk pada empat perilaku atau kebiasaan destruktif dalam hubungan, yaitu kritik berlebihan, sikap defensif, penghindaran (stonewalling), dan rasa superior (contempt).

Keempatnya disebut sebagai tanda-tanda bahaya yang apabila tidak disadari dan dikendalikan, dapat menggerogoti kualitas relasi dan menjadi pemicu utama perceraian.

Pada saat melangsungkan bimbingan, para para calon pengantin harus lakukan pengisian Checklist Pranikah, yaitu serangkaian pertanyaan reflektif yang dirancang untuk membantu peserta menilai kesiapan diri dan pasangan dalam berbagai aspek, mulai dari visi dan misi pernikahan, kemampuan menyelesaikan konflik, nilai-nilai hidup, hingga kesiapan ekonomi.

“Checklist ini diharapkan menjadi alat bantu bagi peserta dalam mengevaluasi dan menguatkan keputusan mereka sebelum benar-benar melangkah ke pelaminan,” ungkapnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini