PATI – Mondes.co.id | Kasus perkawinan anak di Kabupaten Pati sentuh angka ratusan.
Temuan itu diperoleh dari catatan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati sejak hitungan Januari sampai September 2024.
Dalam catatan tersebut, perkawinan anak di Bumi Mina Tani mencapai angka 269 kasus.
Jumlah itu didapat dari total temuan pada 21 kecamatan di Kabupaten Pati, dan Kecamatan Sukolilo menjadi daerah dengan kasus perkawinan anak tertinggi dengan total 29 kasus.
“Rincian kasus perkawinan anak berdasarkan wilayah kecamatan sampai dengan September total 269. Sukolilo dengan 29 kasus,” tulis paparan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati.
Lebih lanjut, penyebab perkawinan anak di Kabupaten Pati karena beberapa hal, seperti adat perjodohan, hamil, menghindari zina, dan berhubungan intim. Ada pun yang batal nikah gara-gara dicabut pemohon maupun ditolak Pengadilan Agama (PA).
“Penyebab budaya atau perjodohan (1), hamil (85), mengindari zina atau hubungan cinta (172), dan berhubungan intim (11). Batal nikah karena permohonan dicabut (3) dan ditolak (2),” lanjut paparan tersebut.
Perlu diinformasikan bahwa kasus perkawinan anak di Kabupaten Pati semakin tahun mulai mengalami penurunan.
Pada tahun 2022, perkawinan anak mencapai 574 kasus, di tahun 2023 angka perkawinan anak mencapai 466 kasus, dan di 2024 angka turun signifikan mencapai 269 kasus.
Sub Koordinator Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Anggia Widiari mengatakan bahwa perlu ada pencegahan perkawinan anak yang datang dari keluarga, terutama melalui pola asuh yang baik.
Pasalnya, kedua orang tua menjadi role model bagi anak yang bersangkutan dalam memilih jalan.
“Pencegahan dari pola asuh keluarga melalui role model bapak dan ibu, kemudian masyarakat dan pemerintah. Itu sebabnya, pola asuh dan budaya perawan tua gak laku dihilangkan untuk diminta melanjutkan sekolah,” ujarnya, Rabu (23/10/2024).
Menurut pemaparan Anggia, perlu ada peningkatan peran keluarga dalam pengasuhan anak.
Kemudian, pencegahan perkawinan anak dapat melalui media, organisasi forum anak, dan penyuluhan ke tingkat desa.
Selain itu, pencegahan perkawinan anak bisa dilakukan dengan mencegah putus sekolah dan mewujudkan wajib belajar 12 tahun.
Langkah inilah yang menjadi upaya Pemkab Pati menangkal adanya perkawinan anak di tengah budaya setempat yang menilai jika sekolah tinggi akan menjerumuskan anak menjadi perawan tua, padahal anggapan itu keliru.
“Kita bisa bersama-sama mengharuskan pencegahan perkawinan anak dengan sekolah 12 tahun wajib belajar diselesaikan. Apalagi dampak perkawinan anak sangat luar biasa seperti anak tersebut tidak sekolah, usia anak ketika melahirkan mengakibatkan stunting, bisa mengakibatkan angka kematian ibu, bisa kanker, mengakibatkan anak jadi bekerja di usia dini, sehingga berpotensi memunculkan garis kemiskinan,” tuturnya.
Perkawinan di usia yang belum matang, juga dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan efek buruk lainnya.
“Emosi anak belum siap membangun rumah tangga, bisa memunculkan KDRT dan perceraian, akibatnya pola asuh tidak lengkap,” terangnya.
Berikut Daftar Kasus Perkawinan Anak di Setiap Kecamatan Tahun 2024
1. Sukolilo sebanyak 29 kasus
2. Juwana sebanyak 21 kasus
3. Tlogowungu sebanyak 20 kasus
4. Margoyoso sebanyak 18 kasus
5. Margorejo sebanyak 17 kasus
6. Cluwak sebanyak 17 kasus
7. Pati sebanyak 15 kasus
8. Kayen sebanyak 15 kasus
9. Jaken sebanyak 13 kasus
10. Tayu sebanyak 13 kasus
11. Jakenan sebanyak 12 kasus
12. Wedarijaksa sebanyak 12 kasus
13. Trangkil sebanyak 12 kasus
14. Gunungwungkal sebanyak 11 kasus
15. Batangan sebanyak 10 kasus
16. Dukuhseti sebanyak 10 kasus
17. Gembong sebanyak 7 kasus
18. Tambakromo sebanyak 6 kasus
19. Pucakwangi sebanyak 5 kasus
20. Winong sebanyak 5 kasus
21. Gabus sebanyak 3 kasus.
Pihaknya baru saja mengisi materi di dua wilayah dengan angka perkawinan anak tertinggi yakni di Sukolilo dan Juwana.
Kegiatan tersebut berjalan lancar dengan dukungan berbagai elemen, mulai dari camat, PKK, dharma wanita, forum anak, serta organisasi perempuan lainnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar