PATI – Mondes.co.id | Aktivis Universitas Negeri Semarang (UNNES) asal Kabupaten Pati, Indriani Meisyaroh menyampaikan rasa bangga sebagai warga Bumi Mina Tani.
Pasalnya, warga Kabupaten Pati berani menentang kebijakan kepala daerah yang dinilai telah menyengsarakan masyarakatnya.
Apalagi, gerakan massa yang besar telah menjadi pusat perhatian nasional, bahkan internasional.
“Sangat bangga lahir di Pati Bumi Mina Tani, warganya yang berani menyuarakan atas kebijakan yang memberatkan warga, warga yang solidaritasnya tinggi untuk saling menjaga atas ketidakbijaksanaan pemimpinnya. Aksi sosial ini terjadi sebagai bentuk jalinan atensi masyarakat Kabupaten Pati,” ungkap Indri saat ditanya Mondes.co.id, Senin, 18 Agustus 2025.
Ia memandang eskalasi pergerakan masyarakat di Kabupaten Pati pada waktu demo 13 Agustus 2025 kemarin, merupakan wujud nyata dari bentuk kepedulian antar warga.
Semangat warga tinggi untuk mendukung sesama saat berdemonstrasi.
Tercermin dalam kegiatan sehari-hari di perkampungan, seperti memberikan hasil bumi dan apapun yang mereka punya untuk satu tujuan.
“Sebagai warga desa yang semangat solidaritasnya tinggi, aksi sosial tersebut memang nyata terbiasa dalam kehidupan sehari-hari ketika ada hajat tertentu. Namun, karena ini bentuknya eskalasi gerakan yang besar, warga pun ingin turut andil dengan kekayaan bumi yang mereka miliki membantu gerakan ini,” ujar Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) UNNES tersebut.
Tampak semua lapisan masyarakat dan antar generasi ikut gerakan tersebut.
Dalam sepekan lebih sebelum hari H, gerakan sosial masyarakat Kabupaten Pati menjadi buah bibir masyarakat seluruh Indonesia, maka bukan hal mustahil bila aksi tersebut menjadi lautan manusia.
Ia memandang, persatuan warga Bumi Pesantenan dimotori oleh hati yang tergerak dalam ketidakadilan.
Gerakan yang berasal dari hati nurani ini mengorganisir satu sama lain, tidak ada unsur satu pihak yang dominan mendikte demo tersebut, lantaran semua orang jiwanya tergerak dengan tekad atas nasib yang sama.
Menurutnya, masyarakat Kabupaten Pati perlu diberikan materi tentang manajemen aksi yang lebih sistematis.
Pasalnya, mereka sudah memiliki niatan untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
“Nah ini yang menurut saya menarik, sempat menjadi perbincangan dengan beberapa kawan juga hampir semuanya yang terlihat adalah pure warga, diorganisir dan dinahkodai warga tanpa ada warna almamater dan kelompok tertentu yang mendominasi. Jadi ini adalah bentuk solidaritas warga dalam menyampaikan aspirasi atas kemarahan dan kekecewaan yang dialaminya. Kalau obrolan bersama kawan, mungkin bisa diberikan sedikit materi tentang menajemen aksi, sehingga lebih mengoptimalkan gerakan yang dilakukan,” papar gadis asal Wedarijaksa itu.
Indri menyebut, pemicu unjuk rasa yakni langkah Bupati Pati yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 250 persen secara tiba-tiba yang membuat masyarakat tercekik.
Kemudian, alasan berikutnya yang memantik perlawanan masyarakat yaitu pernyataan Bupati Sudewo yang dianggap jumawa dengan menantang puluhan ribu warga datang berdemo.
“Satu hal yang memicu dikarenakan lonjakan kenaikan PBB-P2 yang langsung tinggi, kurangnya sosialisasi juga membuat warga kaget dengan kenaikan tersebut. Yang kedua, dengan adanya pernyataan Bupati bahwasanya turun ke jalan 5.000 atau 50.000 orang, beliau tidak gentar, membuat warga tidak dihargai,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menengok ke belakang jika Kabupaten Pati memiliki karakteristik masyarakat yang konsisten menentang kebijakan yang tidak pro rakyat.
Apalagi dorongan masyarakat Kabupaten Pati untuk menentang sosok pemimpin yang arogan, semakin besar.
“Serta yang ketiga, sejarah Kabupaten Pati seperti sudah banyak diceritakan, sebagai kabupaten yang kerap tegas menolak kebijakan yang memberatkan warga,” imbuhnya.
Ia secara tegas menyampaikan jika warga Kabupaten Pati bergerak untuk melawan kepala daerah yang arogan.
Warga Kabupaten Pati mendambakan sosok pemimpin yang mengerti kebutuhan warga, demi bisa mewujudkan pembangunan yang baik untuk kesejahteraan masyarakat.
“Dorongan hati oleh warga Pati yang memang tidak ingin memiliki pemimpin arogan. Warga Pati ingin memiliki pemimpin yang tahu dan mengerti warga Pati itu sendiri, bisa membantu dan mengayomi warga Pati,” tutupnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar