REMBANG – Mondes.co.id | Pemerintah Kabupaten Rembang terus menunjukkan komitmennya dalam menangani dampak abrasi yang semakin mengkhawatirkan di wilayah pesisir.
Sejak awal tahun 2025, fenomena alam ini telah menyebabkan pengikisan daratan yang signifikan di beberapa wilayah strategis, termasuk Pantai Caruban di Desa Gedongmulyo Kecamatan Lasem, serta pesisir Kecamatan Kragan dan Sluke.
Di Pantai Caruban, abrasi telah mengakibatkan kerusakan pada sejumlah fasilitas umum yang penting bagi masyarakat dan wisatawan.
Gazebo-gazebo yang nyaman dan sebagian akses jalan yang menghubungkan area pantai dengan wilayah sekitarnya mengalami kerusakan yang cukup parah.
Bahkan, beberapa tempat bersantai yang dikelola oleh pemilik warung setempat juga terkena dampak gelombang pasang yang merusak.
Sebagai bentuk respons cepat terhadap situasi ini, para pemilik warung di sekitar Pantai Caruban telah mengambil inisiatif untuk melakukan upaya mitigasi secara mandiri.
Mereka bekerja sama membangun tanggul-tanggul sederhana dari bambu dan tumpukan karung pasir.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengurangi dampak abrasi yang terus menggerogoti pantai.
Ika Riskawati, salah satu pemilik warung, bersemangat menjelaskan bahwa perbaikan fasilitas rusak dilakukan secara gotong royong dengan menggunakan biaya pribadi.
“Kami semua pemilik warung di sini bergotong royong memperbaiki kerusakan ini. Biayanya bervariasi, ada yang mencapai Rp3 juta hingga Rp7 juta untuk setiap perbaikan. Sayangnya, perbaikan ini harus kami lakukan setiap tahun dengan biaya sendiri,” ujarnya dengan nada prihatin pada selasa (11/2/2025).
Turiono, Humas Bumdes Bhakti Mulyo Desa Gedongmulyo, menyampaikan bahwa abrasi tahun ini terasa lebih parah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Dampaknya pun meluas hingga mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke Pantai Caruban.
“Biasanya abrasi hanya terjadi saat musim kemarau, tetapi kali ini musim penghujan pun tidak luput dari dampak abrasi yang parah ini. Akibatnya, wisatawan jadi enggan datang karena pantai terlihat kurang menarik dan banyak pohon cemara yang tumbang,” tuturnya.
Dalam tiga tahun terakhir, abrasi telah mengikis daratan Pantai Caruban hingga sejauh 10 meter.
Beberapa wahana wisata yang dulunya menjadi daya tarik utama bagi pengunjung terpaksa ditutup karena terdampak abrasi yang semakin meluas.
“Gazebo-gazebo kecil yang dibangun oleh Bumdes atau warung-warung di sini sudah hilang semua. Wahana permainan seperti jompat-jompit dan bandulan yang dulu ada sekarang sudah tidak berbekas,” ujar Turiono dengan nada lesu.
Menanggapi situasi darurat ini, pemerintah kabupaten melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rembang bergerak cepat untuk menyalurkan bantuan logistik kepada warga yang terdampak abrasi.
Selain itu, BPBD juga melakukan kajian mendalam terkait dampak abrasi guna merumuskan langkah-langkah penanganan jangka panjang yang lebih efektif.
Puji Widodo, Kepala Bidang Kedaruratan, Logistik, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi BPBD Rembang, menyatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan program penanganan abrasi ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana.
“Tahun ini, kami sudah melakukan penanganan awal dan mendapatkan kejelasan terkait penanganan fisiknya oleh balai besar yang berwenang. Namun, kami masih belum bisa memastikan apakah program ini akan terdampak oleh efisiensi anggaran dari instruksi Presiden atau tidak,” terang Puji.
Sambil menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait program penanganan abrasi yang lebih komprehensif, BPBD mengimbau masyarakat pesisir untuk tetap meningkatkan kewaspadaan.
Berdasarkan prediksi dari BMKG, gelombang di perairan Pantai Utara Rembang diperkirakan masih akan cukup tinggi dalam tiga hari ke depan.
“Kami berharap warga selalu mengikuti atau memantau informasi terkait kondisi cuaca ekstrem, terutama gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di Pantai Utara Rembang,” pungkas Puji.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar