Polemik Jam Operasional Ritel Modern di Rembang Tuai Pro Kontra Masyarakat

waktu baca 4 menit
Senin, 6 Okt 2025 15:20 0 86 Supriyanto

REMBANG – Mondes.co.id | Keputusan resmi Pemerintah Kabupaten Rembang mengenai penetapan jam operasional bagi ritel modern (toko serba ada/swalayan), telah memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat.

DBHCHT TRENGGALEK

Kebijakan yang dimaksudkan untuk menata persaingan usaha ini justru menuai pro dan kontra tajam.

Menciptakan dilema antara pelayanan publik, daya tarik investasi, dan nasib para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

​Hingga berita ini diturunkan, perbincangan mengenai pembatasan jam operasional masih menjadi isu hangat yang dibagi dalam ruang publik, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

Dua sudut pandang utama yakni dari sisi konsumen/investasi dan dari sisi UMKM, menunjukkan bagaimana kebijakan ini memiliki dampak multifaset.

Sudut Pandang Masyarakat

​Banyak warga Rembang yang menyuarakan keberatan mereka, terutama terkait aspek kemudahan dan kebutuhan mendesak di waktu-waktu tertentu.

Mereka menilai bahwa pembatasan jam operasional, apalagi penutupan di malam hari, dapat menyulitkan warga yang membutuhkan barang secara darurat.

​Salah satu akun media sosial, Enyw, mengungkapkan kekhawatirannya tentang layanan darurat.

Ia berpendapat bahwa toko modern harus tetap beroperasi 24 jam di lokasi-lokasi strategis.

​”Untuk area strategis yang sewaktu-waktu darurat dibutuhkan, alangkah baiknya kalau tetap 24 jam. Misal seperti area Rumah Sakit. Kadang orang belum persiapan kebutuhan pasti sangat membantu kalau 24 jam buka,” saran Enyw.

Kebutuhan mendesak akan obat-obatan ringan, makanan, atau perlengkapan bayi di dekat fasilitas publik seperti rumah sakit, menjadi sorotan utama dalam pandangan ini.

BACA JUGA :  Komisi B Sebut Indonesia Belum Siap Terapkan Kurikulum Merdeka

​Senada dengan Enyw, kekhawatiran juga datang dari perspektif ekonomi dan investasi.

Akun Irfan Jamil mengaitkan pembatasan ini dengan iklim investasi di Rembang secara keseluruhan.

Ia khawatir, kebijakan yang dianggap terlalu membatasi ruang gerak usaha modern, akan memberikan sinyal negatif kepada calon investor.

​”Buka lapangan kerja, bikin investor tertarik buka pabrik di Rembang, ekonomi naik daya beli juga naik, UMKM pasti rame. Ini malah dibikin sepi, bagaimana investor mau masuk,” keluhnya.

Irfan Jamil melihat ritel modern sebagai bagian dari ekosistem ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja dan menunjukkan bahwa sebuah daerah terbuka bagi modal usaha besar.

Kebijakan pembatasan jam operasional dinilai sebagai langkah mundur yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi regional.

​Apresiasi UMKM Lokal

​Di sisi lain, kebijakan pembatasan jam operasional ini disambut hangat oleh para pedagang kecil dan pemilik warung tradisional.

Mereka adalah pihak yang selama ini merasa terhimpit persaingan dengan keberadaan ritel modern yang buka hingga larut malam atau 24 jam penuh.

​Seorang pedagang UMKM lokal yang akrab disapa Mbak Sam, mengungkapkan apresiasi dan rasa syukurnya.

Ia mengaku, sejak ritel modern di sekitar lokasi usahanya dibatasi jam operasionalnya, omzet warungnya mengalami peningkatan signifikan.

​”Warung kami yang awalnya sepi cuma orang ngopi (minum kopi) sekarang pagi hari ada yang beli sabun, Pampers, dan teman-teman cerita sekarang warungnya ada omzetnya yang biasanya ngaplo (sepi),” ujar Mbak Sam dengan gembira.

​Kisah Mbak Sam merepresentasikan harapan banyak pedagang kecil.

Dengan tutupnya toko modern pada jam-jam tertentu (terutama pagi hari dan malam hari), konsumen secara otomatis beralih ke warung tetangga atau toko kelontong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BACA JUGA :  Oknum Anggota DPRD Kudus Diduga Terlibat Perjudian, Polisi: dalam Pendalaman 

Hal ini memberikan nafas baru bagi UMKM untuk kembali bersaing dan mendapatkan pangsa pasar yang selama ini didominasi oleh ritel modern.

​Tantangan Pemerintah Daerah

​Polemik ini menempatkan Pemerintah Kabupaten Rembang di posisi yang sulit, harus menyeimbangkan tiga kepentingan utama.

Di antaranya yakni pelayanan publik (kebutuhan darurat), pertumbuhan investasi, dan perlindungan ekonomi kerakyatan (UMKM).

​Pihak pemerintah daerah dituntut untuk melakukan kajian ulang yang komprehensif.

Apakah perlu adanya zonasi khusus, di mana ritel ditempatkan pada area vital seperti dekat rumah sakit dikecualikan dari pembatasan?

Atau, apakah perlu ada skema waktu transisi yang lebih fleksibel?

​Kebijakan pembatasan jam operasional ritel modern pada dasarnya adalah upaya untuk menata keseimbangan ekonomi.

Namun, tantangan terbesarnya adalah menemukan titik tengah yang adil guna memastikan UMKM dapat bangkit tanpa mengorbankan kenyamanan masyarakat.

Serta tanpa menciptakan persepsi negatif bagi investor yang hendak menanam modal di Kabupaten Rembang.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini