Waduk Gembong, Peninggalan Sejarah Kolonial Kini Jadi Wisata Hits di Pati

waktu baca 3 menit
Senin, 7 Jul 2025 09:06 0 99 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Salah satu objek wisata yang hits di Kabupaten Pati, terletak di Desa Gembong, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati.

Waduk Seloromo, memiliki keindahan yang menyihir pengunjung dan terpikat dengan pesonanya.

Waduk yang berada di dua dukuh, yakni Seloromo dan Selorejo ini mulai hits sejak 2019 lalu.

Awalnya objek wisata Waduk Seloromo atau Waduk Gembong belum menjadi sasaran wisata masyarakat Kabupaten Pati, karena belum resmi menjadi objek wisata.

Namun, saat 2019 dan mendekati pandemi Covid-19, objek wisata Waduk Gembong ramai untuk healing masyarakat, khususnya anak-anak muda.

Sebelum jauh ke era kini, ternyata Waduk Gembong sudah berdiri sejak lama, bahkan pada masa penjajahan Belanda.

Berdasarkan penuturan pengelola wisata Warsito, waduk ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1932.

“Waduk Gembong ini Waduk Seloromo namanya, soalnya berada di Dukuh Seloromo yang kemudian dibangun sebuah waduk ini tahun 1932 sampai 1933. Yang buat Belanda, cuma pekerjanya dari lokal, tetapi koordinatornya Londo (bangsa Belanda) sana,” ucapnya saat diwawancarai Mondes.co.id, Senin, 7 Juli 2025.

Sebelum ada waduk, kawasan tersebut menjadi permukiman penduduk lokal.

Namun, karena pemerintah Hindia Belanda ada projek pembangunan pengairan, maka dibangunlah sebuah waduk untuk penampungan cadangan air pertanian.

“Dinamakan Waduk Seloromo soalnya dukuh di tengah waduk yang awalnya perumahan warga, kemudian dijadikan waduk hingga terbentang di dua dukuh yakni Selorejo dan Seloromo. Sana (Seloromo) lebih tua karena dukuh aslinya, lalu ada pembaruan dukuh yakni Selorejo,” ungkapnya.

BACA JUGA :  PKL Dablek di Alun-alun Simpang Lima, Ternyata Bukan Asli Pati

Ia menuturkan bahwa nama ‘Seloromo’ diambil dari dua kata berbahasa Jawa yakni ‘Selo’ berarti batu dan ‘Romo’ berarti tua.

Sedangkan, nama ‘Selorejo’ diambil dari dua kata berbahasa Jawa juga, yakni ‘Selo’ berarti batu dan ‘Rejo’ berarti ramai.

Akhirnya Seloromo dipilih dan dijadikan nama Waduk Seloromo.

Sedangkan, dikarenakan letaknya berada di pinggir waduk dan memiliki potensi yang ramai dikelola oleh warga untuk dijadikan sebagai objek wisata, maka Selorejo dijadikan nama Taman Selo 2.

Hal itu dijelaskan secara rinci oleh Warsito ketika ditemui di Taman Selo 2.

“Selorejo ini ramai sekali dan spotnya menarik, cocok untuk dijadikan tempat bersantai oleh warga. Akhirnya saya dan rekan-rekan menjadikan area tanah di Selorejo ini kurang lebih 500 meter menjadi taman, dan akhirnya menjadi Taman Selo karena dikelola oleh masyarakat Selorejo dan Seloromo, maka namanya Taman Selo 2,” paparnya.

Kembali ke Waduk Seloromo, yang mulai ramai selama Covid-19. Alasannya karena destinasi pariwisata banyak yang tutup, saat itulah kemudian waduk ini mulai didatangi pengunjung.

“Mulai viral memuncaknya 2019 kemarin, 2018 masih sepi tapi sudah ada pengunjung. Di masa Covid naik tinggi, soalnya wisata resmi pada tutup semua. Lha sini wisata belum resmi tidak ditutup, makanya masyarakat pada pergi ke sini semua,” ujarnya.

Lebih lanjut, objek wisata Waduk Seloromo padat pengunjung dan menjadi sorotan pemerintah daerah (Pemda).

Selain itu, masyarakat setempat juga mulai terganggu akibat keramaian yang tak terbendung.

“Tapi waktu itu udah agak ramai, lalu ada penutupan sederhana, yang dulunya ini sempet jalan ditutup karena Covid, kemudian lingkungan terganggu. Udah empat kali penutupan,” tuturnya.

Di lain sisi, kawasan Waduk Seloromo juga terdapat situs keramat yang merupakan petilasan Ki Ageng Selo.

BACA JUGA :  Konsumsi Energi Momen Hari Raya Tinggi, Pertamina Jateng Pastikan Tercukupi

Situs itu dikelola dan dijaga dengan baik oleh masyarakat setempat.

“Ada petilasan Ki Ageng Selo, beliau pernah tidur di situ waktu mau sowan ke Sunan Muria, Ki Ageng Selo bermalam di situ, akhirnya di situ jadi petilasannya. Orang sini memberi nama Makam Ki Ageng Selo. Makam itu sudah ada sebelum ada waduk,” jelasnya.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini