PATI – Mondes.co.id | Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) telah mengadakan Festival Rakyat yang bertajuk “Weruh Punden”.
Festival ini berlangsung pada 14 Juni sampai dengan 15 Juni 2025, kegiatan berlokasi di Dusun Jering, Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati.
Festival Rakyat Weruh Punden juga bersamaan dengan peringatan Haul salah satu Waliyullah, Mbah Abdullah Asyiq yang lebih dikenal oleh warga Desa Pundenrejo dan sekitarnya sebagai Mbah Ageng Kiringan.
Menurut penuturan warga, Mohamad, sang wali merupakan salah satu tokoh agama yang hidup pada era Kerajaan Demak dan juga sekaligus orang tua angkat dari Syekh Jangkung atau yang lebih dikenal sebagai Saridin, salah satu tokoh di Kabupaten Pati.
Rekam jejaknya dalam menyebarkan agama Islam dijadikan rujukan oleh Germapun untuk mempertahankan dan merawat nilai-nilai yang ditekankan oleh Mbah Ageng Kiringan.
“Laku-laku Mbah Ageng Kiringan dalam menyebarkan Islam tidak hanya kami hormati sebagai sejarah, tapi juga kami jadikan pegangan hidup. Nilai-nilai itulah yang terus kami rawat melalui Festival Weruh Punden ini,” ungkap salah satu perwakilan Germapun dalam sambutannya.
Salah satu nilai yang perlu dirawat adalah keberanian dan ketegasan menyampaikan sesuai, karena benar.
Ketegasan untuk menyampaikan kebenaran saat ini menjadi barang yang langka, sehingga pesan yang bisa diambil oleh generasi saat ini bahwa kebenaran harus terus disampaikan dengan tegas dan berani.
Kegiatan Weruh Punden dibuka dengan pembacaan tahlil secara bersama-sama di Makam Ki Ageng Kiringan.
Seusai Tahlil, rangkai acara dilanjut dengan arak-arakan Gunungan Hasil Bumi yang juga diiringi oleh Kesenian Barongan Singo Loko dari Blora dan dilanjut dengan prosesi Brokohan.
Selanjutnya, pada malam hari selepas waktu Isya, dilanjutkan dengan kegiatan pengajian yang diisi oleh Kyai Haji Nadhif Abdul Mujib dari Tayu, dan dilanjutkan dengan doa penutup yang dibawakan oleh Kyai Haji (KH) Rozi (Rois Syuriah MWC NU Tayu) dan dimeriahkan oleh Grup Hadroh dari Kudus.
Dalam ceramahnya, KH. Nadhif yang akrab disapa Gus Nadhif menekankan kepada jemaah, betapa pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan antar warga.
Hal ini tentu sangat relevan dengan tujuan dari kegiatan Weruh Punden yang menitikberatkan pada persatuan antar warga untuk menjaga tradisi, sejarah, dan ruang hidup yang berkeadilan.
“Persatuan itu bukan sekadar slogan, tapi jalan untuk menjaga warisan leluhur kita, tradisi, sejarah, dan ruang hidup yang telah lama kita rawat bersama,” ujar KH. Nadhif dalam ceramahnya di kegiatan Weruh Punden.
Festival ini sendiri diinisiasi sebagai bentuk respons di tengah derasnya laju pembangunan dan arus modernisasi yang kian masif dalam ruang hidup masyarakat desa terutama kampung-kampung tradisional.
Di mana seringkali terpinggirkan dari narasi utama pembangunan.
Kampung tidak lagi dipandang sebagai ruang hidup yang memiliki nilai historis, sosial, dan kultural, melainkan direduksi menjadi objek yang bisa dieksploitasi, dikembangkan, atau dialihfungsikan demi kepentingan eksternal yang tidak selalu berpihak pada warga.
Kondisi inilah yang dialami Desa Pundenrejo, sebuah kampung di Kabupaten Pati yang selama ini menyimpan kekayaan pengetahuan lokal, cerita sejarah, serta sumber daya budaya yang tumbuh dan hidup dalam keseharian warganya.
Sayangnya, kekayaan ini perlahan memudar tergeser oleh cara pandang pragmatis yang mengukur nilai sebuah ruang hanya dari aspek ekonomi atau fungsional semata.
Ketika pemaknaan terhadap kampung bergeser, maka ancaman terhadap keberlangsungan ruang hidup pun muncul, baik dalam bentuk konflik agraria, hilangnya jejak sejarah, hingga melemahnya solidaritas antar warga.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar