Danyang Rijanjang, Pohon Tua Berselimut Mitos di Trenggalek 

waktu baca 3 menit
Kamis, 22 Feb 2024 15:00 0 1556 Heru Wijaya

TRENGGALEK – Mondes.co.id | ‘Danyang Rijanjang’, merupakan salah satu hasil manifestasi budaya kearifan lokal kuno di sudut Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Situs tersebut, hingga kini masih disakralkan oleh warga sekitar dan secara turun temurun dilestarikan sebagai area untuk bermunajat kepada Tuhan.

Berupa gundukan tanah datar dengan luas tak lebih dari 90 meter persegi, ‘Danyang Rijanjang’ menjadi salah satu warisan leluhur yang tetap terjaga. Dikelilingi hamparan sawah membentang, selain pohon rindang menjulang, di lokasi ini juga ada beberapa batu besar yang diyakini sebagai peninggalan zaman animisme dan dinamisme.

Terdapat pula, susunan batu-batu persegi mirip pondasi bangunan kuno. Dimungkinkan, dahulu kala tempat ini sempat dijadikan sarana peribadatan atau petilasan masa lalu.

Aura mistis sudah mulai terasa ketika menapak jalan setapak memasuki kawasan ‘Danyang Rijanjang’ itu. Suasana yang redup meski siang hari terik, semakin mengesankan keangkerannya.

Meski agak jauh dari perumahan penduduk, pada malam-malam tertentu selalu saja ada orang yang datang. Sisa asap bekas pedupaan dan bau wangi kemenyan pun masih tercium. Hal itu mengindikasikan, jika ritual adat dalam kultur Jawa tetap dijalankan oleh kalangan tertentu.

Salah satu penduduk setempat, Mbah Saniran (79) kepada Mondes.co.id menuturkan bahwa ‘Danyang Rijanjang’ hingga kini masih sering dikunjungi oleh orang-orang dengan tujuan beraneka ragam. Mulai dari keinginan menjadi pejabat, punya keturunan, keselamatan saat bekerja, kekayaan, dan lain sebagainya.

“Biasane, wong sing rono kuwi duwe gegayuhan werno-werno le. Ono sing pengin sugih, ngangkat drajat, duwe momongan, slamet olehe megawe, semedi, lan liyo-liyane. (Biasanya, orang yang datang itu punya keinginan bermacam-macam nak. Ada yang ingin kaya, punya kedudukan, punya anak, keselamatan ketika bekerja, sekedar bersemedi, dan lain sebagainya),” ungkap Mbah Saniran, Kamis, 22 Februari 2024.

BACA JUGA :  Tawarkan Ajal Melalui Adu Sumpah di Makam Sang Ulama

Dirinya menambahkan, selain orang lokal, dahulu juga banyak pengunjung dari luar daerah yang memang punya tujuan khusus. Bisa jadi, semua itu disebabkan oleh menyebarnya informasi dari mulut ke mulut karena kebetulan keperluan mereka tercapai. Hingga kemudian, menjadikan situs dimaksud (Danyang Rijanjang) semakin terkenal hingga wilayah lain.

“Kapan kae enek rombongan ngaku teko Jawa Tengah, jarene arep magang dadi anggota DPR. Takon piye carane lan adate neng Danyang Rijanjang kene, yo tak terne rono. Amung asile koyo ngopo aku ora ngerti. (Beberapa waktu lalu, ada rombongan yang ngaku dari Jawa Tengah, katanya akan mencalonkan menjadi anggota DPR. Bertanya tentang bagaimana cara dan kebiasaan di Danyang Rijanjang, ya saya anter ke sana. Namun untuk hasilnya saya tidak tau),” ujarnya.

Lebih jauh, Mbah Saniran menceritakan jika dalam kepercayaan turun temurun yang hingga kini masih melekat pada penduduk sekitar adalah ketika salah satu dahan pohon ‘Danyang Rijanjang’ patah, biasanya akan terjadi suatu peristiwa besar. Meski tidak masuk di akal nalar ataupun irasional, akan tetapi itulah fakta sosial kultur di tengah masyarakat lokal. Karena, kejadian-kejadian semisal sudah beberapa kali terjadi.

“Kawit jaman mbah buyut biyen, Danyang Rijanjang kuwi iso dititeni lo le. Wit gede kae menei tondo ananing prahoro. Kulinane, sakwise ono salah sijine pang sing semplah ora suwe bakal ono kedadean gede. Contone, udan awu Gunung Kelut pas mbledos kae, banjir bandang lan pageblug Covid-19 wingi. (Sejak jaman kakek buyut dahulu, Danyang Rijanjang itu bisa dijadikan pertanda lo le. Pohon besar di sana bisa memberi tanda adanya bencana. Biasanya, setelah ada dahan yang patah maka tidak berselang lama muncul kejadian besar. Contohnya, hujan abu vulkanik Gunung Kelut, banjir bandang, dan bencana Covid-19 kemarin),” pungkas Mbah Saniran.

BACA JUGA :  Malam Jumat Legi Dianggap Sakral dalam Balutan Tradisi Jawa

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini