TRENGGALEK – Mondes.co.id | Kasus dugaan penganiayaan santri salah satu pondok pesantren (ponpes) di Desa Ngulankulon, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, terus berlanjut.
Sebanyak dua santri yang rata-rata masih remaja tersebut dianiaya hingga mengalami cidera hingga patah tulang.
Mirisnya lagi, pelaku aniaya diduga kuat adalah ustaz yang sedang menjalani program pengabdian mengajar di ponpes itu. Yakni, MDP (17) warga Kecamatan Praju, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Kasatreskrim Polres Trenggalek, Iptu Agus Salim mengatakan, jika kasus dugaan penganiayaan dimaksud masih terus berproses.
Pihaknya pun sudah menerbitkan laporan polisi (LP) serta menetapkan tersangka atas nama MDP.
“Namun karena pelaku serta korban masih sama-sama dibawah umur, penanganan diserahkan ke Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak),” ujarnya kepada Mondes.co.id, Ahad 22 Januari 2023.
Menurut dia, kasus ini mulai terungkap saat orangtua korban atas nama GD menerima kabar mengenai anaknya yang telah dilarikan ke rumah sakit dr Soedomo Trenggalek akibat menjadi korban penganiayaan pada Jumat sore, 20 Januari 2023.
Sedangkan kronologis peristiwa penganiayaan bermula, saat para santri mengikuti persiapan pentas seni yang akan ditampilkan pada 28 Januari mendatang.
Saat itu, korban masih berada di dalam kamar melakukan kegiatan pemanasan olahraga.
“Pelaku yang mengetahui keberadaan korban, menegur lalu memukul korban hingga terjatuh dan mengalami cidera pada tangannya,” imbuh Iptu Agus Salim.
Selain GD (14) warga Desa Tumpuk, masih kata Kasatreskrim, ada korban lain yaitu LM (15) warga Desa Ngepeh, Kecamatan Tugu, Trenggalek.
Bahkan, korban GD sempat dilakukan tindakan operasi akibat adanya patah tulang tertutup pada pergelangan tangan kiri.
“Pasca tindakan operasi, kini GD masih dalam perawatan dan pengawasan medis di rumah sakit sedangkan LM menjalani rawat jalan,” jelasnya.
Sementara itu, saat disinggung mengenai proses hukum kedepannya, Kasatreskrim Polres Trenggalek menyebutkan, penyidik tetap profesional dalam melakukan penanganan meski memang antara pelaku dan korban belum dewasa.
“Proses berlanjut, akan tetapi ketika pihak keluarga korban mau mencabut laporan, maka kasus bisa dihentikan melalui mekanisme restoratif justice (RJ),” pungkas dia. (Her/As/Dr)
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar