Urgensi Perlindungan Anak, Butuh Sinergi Seluruh Elemen Masyarakat

waktu baca 4 menit
Kamis, 12 Jun 2025 13:23 0 194 Singgih Tri

PATI – Mondes.co.id | Upaya mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) terus digencarkan.

Salah satu langkah strategisnya adalah melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencegah Kekerasan Terhadap Anak (KTA).

Acara ini menghadirkan dua narasumber dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten serta Komunitas Cinta Anak Negeri Kabupaten Pati.

Hadir pula Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati, Aviani Tritanti Venusia, Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AKB Kabupaten Pati Hartini, dan Sub Koordinator Pemberdayaan Perempuan Bidang PPPA Dinsos P3AKB Kabupaten Pati Anggia Widiari.

“Alhamdulillah, Kabupaten Pati telah meraih peringkat madya dalam penilaian Kabupaten Layak Anak. Semoga ke depan nilainya terus meningkat, pelan-pelan tapi pasti, mari kita wujudkan Kabupaten Pati yang benar-benar layak anak,” ungkap Anggia.

Dirinya mengingatkan pentingnya pemenuhan empat hak dasar anak, meliputi hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.

“Anak-anak forum kecamatan adalah agent of change, pelopor sekaligus pelapor. Dimanapun berada, anak-anak harus berani berkata tidak kepada siapa saja yang melakukan kekerasan, termasuk dari keluarga sendiri,” tegasnya.

Lebih jauh, Anggia menyoroti perlunya sinergi seluruh elemen masyarakat.

“Angka kekerasan di Kabupaten Pati tidak bisa dianggap remeh. Kolaborasi semua pihak sangat penting agar anak-anak kita merasa aman, terlindungi, dan terpenuhi hak-haknya,” ungkapnya.

Dalam sesi berikutnya, Hidayatus Sholichah selaku narasumber dari LPA Klaten menyampaikan urgensi sistem yang kokoh dalam perlindungan anak berbasis masyarakat.

BACA JUGA :  Menggali Kekayaan Intelektual Keris, Warisan Berharga Nusantara 

“Niat baik saja tidak cukup. Perlindungan anak membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan keterlibatan semua pihak,” ujarnya.

Menurutnya, tumbuh kembang anak berlangsung berlapis. Bila satu lapisan lemah, seluruh pondasi di atasnya ikut rapuh.

“Anak butuh lingkungan yang memberi ruang optimal untuk berkembang, baik fisik, mental, maupun sosial,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun digital, meninggalkan dampak jangka panjang.

“Luka kekerasan bisa merusak perkembangan otak, mencederai kesehatan mental, hingga membentuk karakter agresif atau penakut,” ungkapnya.

Salah satu bentuk kekerasan yang ia soroti adalah fenomena Shaken Baby Syndrome yang bisa menyebabkan cacat permanen bahkan kematian bayi.

Kekerasan psikis pun berpotensi menimbulkan trauma, kecemasan berkepanjangan, hingga gangguan kepercayaan.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahaya lingkaran setan kekerasan.

“Anak belajar dari apa yang mereka alami. Jika kekerasan jadi solusi, maka rantai kekerasan akan terus diwariskan,” paparnya.

Dalam era digital, Hidayatus menyoroti potensi ancaman baru seperti cyber-bullying, grooming online, sexting, hingga sextortion.

“Perkembangan teknologi memunculkan ruang kekerasan baru yang belum sepenuhnya dipahami oleh orang dewasa. Ini membuat anak semakin rentan,” jelasnya.

Ia menegaskan, pencegahan hanya efektif jika dilakukan secara sistemik dan lintas sektor.

“Kita harus meminimalisir sekat birokrasi dan menjangkau seluruh ekosistem anak: keluarga, sekolah, dan komunitas,” ujarnya

Penguatan peran komunitas, forum anak, serta aktor penggerak di desa seperti SAPA dan PATBM sangat diperlukan.

“Mereka menjadi garda terdepan dalam memetakan risiko dan memberikan edukasi pengasuhan yang positif,” tegasnya.

Melengkapi sesi , Yuli Perdy Wibowo selaku Ketua Komunitas Cinta Anak Negeri Kabupaten Pati memaparkan pentingnya manajemen kasus sebagai pilar penanganan perlindungan anak.

“Manajemen kasus merupakan proses sistematis dan tepat waktu, dengan dukungan sistem lokal, rujukan, dan intervensi sesuai kebutuhan anak dan keluarganya,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kenalkan Batik Sejak Dini, Anak-anak TK IT Permata Insani Jamil Diajari Mencanting

Ia menjelaskan, manajemen kasus terdiri atas tiga komponen, yakni sistem yang terdiri dari SOP, regulasi, SDM terampil, supervisi, pendanaan, pengelolaan data.

Proses dari identifikasi kasus hingga terminasi dan praktik pendampingan langsung dengan kolaborasi lintas profesi.

“Setiap kasus punya kompleksitas unik, sehingga pendamping harus intensif mendampingi sambil melibatkan banyak pihak,” tegas Yuli.

Ia memaparkan tahapan manajemen kasus, dimulai dari identifikasi awal dengan cara membangun kepercayaan klien.

Lalu assesmen dengan menggali kondisi klien secara menyeluruh dengan berbagai alat bantu seperti genogram, eco-map, triangulasi data.

Selanjutnya, perencanaan intervensi: dengan penyusunan rencana SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound).

Kemudian pelaksanaan intervensi dengan mendorong perubahan di tingkat individu, keluarga, dan komunitas.

Selanjutnya, monitoring dan evaluasi dengan menilai keberhasilan layanan bersama klien dan keluarga.

Serta terminasi yakni pengakhiran layanan jika tujuan telah tercapai, namun tetap terbuka bila kondisi berubah.

“Pemisahan anak dari keluarga adalah langkah terakhir, hanya jika benar-benar diperlukan secara hukum,” tegasnya.

Yuli menegaskan bahwa seluruh proses manajemen kasus ini berlandaskan pada Permen PPPA No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Layanan Terpadu Perempuan dan Anak.

Sebagai penutup, Kepala Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Aviani Tritanti Venusia menyampaikan pesan penting.

Dengan semangat kebersamaan, kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen bersama untuk terus bergerak mewujudkan Kabupaten Pati sebagai tempat yang aman, ramah, dan layak anak. Bukan sekadar slogan, tapi kerja nyata yang terus dihidupkan setiap harinya.

“Kami di Dinsos P3AKB Kabupaten Pati tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu, kami berharap kepada seluruh pihak yang hadir hari ini tolong jangan ragu memberi kami informasi, masukan, maupun laporan terkait masalah sosial yang terjadi di lapangan. Keterlibatan panjenengan semua menjadi kunci agar penanganan perlindungan anak bisa berjalan optimal,” ungkap Aviani.

BACA JUGA :  Sengketa Lahan SDN 02 Dukuhseti Masih Buntu

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini