PATI – Mondes.co.id | Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan aksi nyata terhadap pemberdayaan perempuan di Kabupaten Pati, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati menggelar kegiatan sosialisasi bertajuk ‘Peningkatan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Pati’.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, dengan rangkaian materi yang menyentuh seluruh aspek kehidupan perempuan mulai dari hukum, sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, kesehatan, politik, hingga tantangan di era digital.
Acara dipandu oleh Anggia Widiari yang membuka dengan menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar pertemuan formal, tetapi merupakan ruang kolaborasi nyata antar perempuan dan seluruh elemen masyarakat.
“Kita tidak hanya duduk bersama, tapi juga bergerak bersama untuk perempuan Pati yang lebih berdaya,” ungkap Sub Koordinator Pemberdayaan Perempuan Dinsos P3AKB Kabupaten Pati tersebut, kemarin.
Dalam sambutan, Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak, Hartini menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan adalah kebutuhan nyata dalam pembangunan.
Ia menyampaikan bahwa angka kekerasan, ketimpangan akses, dan stereotip masih menjadi tantangan besar yang harus dihadapi bersama.
“Kita masih melihat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, ketimpangan ekonomi, hingga minimnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Ini bukan hanya urusan perempuan, tapi urusan kita semua,” tegasnya.
Secara resmi, kegiatan dibuka oleh Sekretaris Dinsos P3AKB Kabupaten Pati, Hartotok, yang hadir mewakili Kepala Dinsos P3AKB Kabupaten Pati.
Ia menekankan pentingnya peran organisasi perempuan di seluruh wilayah Kabupaten Pati.
Ia menyebut bahwa keberadaan para perempuan di desa, termasuk organisasi wanita lokal, menjadi kekuatan utama dalam mendorong terwujudnya visi dan misi pembangunan daerah.
“Organisasi perempuan, khususnya yang ada di wilayah teman-teman sekalian, adalah pendorong utama pemberdayaan perempuan,” kata Hartotok.
“Perempuan itu luar biasa. Jika seluruh elemen di Pati berkolaborasi dengan baik dalam mendukung perempuan, maka visi dan misi Bapak Bupati dan Wakil Bupati akan lebih cepat terwujud,” sambungnya.
Dukungan nyata dari para ibu-ibu sangat diharapkan, terlebih ketika data menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih tinggi.
Oleh karena itu, Dinsos P3AKB Kabupaten Pati telah menggagas kegiatan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) yang dimulai dengan mengumpulkan para sekretaris desa (Sekdes) sebagai garda terdepan pelayanan masyarakat.
“Kami mengajak Sekdes untuk terlibat aktif dalam SAPA. Tapi tidak cukup sampai di situ dukungan ibu-ibu juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan aman dan ramah bagi perempuan dan anak,” imbuhnya.
Selanjutnya, narasumber acara tersebut yakni Atik Sudewo memaparkan ‘Tantangan Multi-Aspek dan Urgensi Pembangunan Karakter Anak’.
Ia menjabarkan berbagai tantangan struktural dan kultural yang masih membelenggu perempuan, serta pentingnya perhatian lintas aspek ekonomi, sosial, hukum, politik, pendidikan, kesehatan, digital, dan budaya.
Dalam aspek pendidikan, Atik Sudewo menekankan pentingnya penguatan karakter sejak usia dini.
Hal ini sejalan dengan arahan Bupati Pati, yang mendorong adanya pengendalian jam penggunaan handphone bagi anak-anak, serta pengaturan jam belajar malam hari yang wajib berakhir maksimal pukul 21.00 WIB. Tujuannya agar anak-anak dapat istirahat cukup dan bangun dalam kondisi segar.
“Kita perlu mengatur pola belajar anak dengan disiplin, bukan hanya demi nilai akademik, tapi untuk membentuk karakter. Jangan sampai anak-anak kita tumbuh tanpa sopan santun, tanpa arah, dan mudah terdampak pengaruh negatif,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa banyak anak-anak saat ini yang menunjukkan penurunan karakter, seperti kurang sopan kepada orang tua, guru, dan lingkungan sekitarnya.
Hal ini perlu menjadi perhatian bersama, bukan hanya oleh keluarga tetapi juga oleh seluruh sektor pendukung, termasuk pendidikan, keagamaan, organisasi perempuan, dan pemerintah desa (Pemdes).
“Jika karakter anak-anak kita minus, maka akan berdampak negatif pada masyarakat secara luas. Ini penting disosialisasikan terus ke depan,” tambahnya.
Data yang ditampilkan cukup mencengangkan, yakni 326 kasus perkawinan anak, 2.567 perceraian, dan 5.703 anak stunting menjadi potret nyata bahwa pemberdayaan perempuan dan pembinaan keluarga adalah fondasi utama keberhasilan pembangunan.
Berbagai inisiatif terus dikembangkan, seperti penguatan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), layanan PUSPAGA BAHAGIA dan pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
Semua ini dilakukan agar perempuan tidak hanya menjadi objek program, tetapi subjek perubahan yang aktif dan strategis.
“Pemberdayaan bukan sekadar program pemerintah, tapi tanggung jawab kolektif. Dan saya yakin, jika perempuan diberdayakan, maka seluruh masyarakat akan ikut maju,” tutup Atik Sudewo.
Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta yang merupakan perwakilan organisasi perempuan dari berbagai wilayah di Kabupaten Pati.
Acara ini menjadi pengingat bahwa langkah menuju Kabupaten Pati yang adil, setara, dan aman bagi perempuan dan anak bukan hanya mungkin tetapi sangat bisa dicapai dengan kerja sama lintas sektor.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar