JEPARA – Mondes.co.id |Temuan limbah obat dan medis beberapa waktu lalu di Desa Mambak, Kecamatan Pakis Aji diduga berasal dari produksi farmasi ilegal.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang mengonfirmasi, obat yang ditemukan tidak lagi beredar di pasaran.
Limbah yang ditemukan saat ini menjadi barang bukti dalam penyelidikan kepolisian.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga menyarankan agar pemerintah desa setempat ikut mengawasi, agar limbah tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dan menimbulkan dampak lebih luas.
Kepala DLH Jepara Aris Setiawan, menyatakan bahwa sejumlah langkah telah dilakukan, termasuk dengan Dinas Kesehatan (Dinkes).
“Kami berupaya mencari untuk mengetahui asal usul limbah tersebut,” ungkap Aris, Jumat (11/10/2024).
Berdasarkan keterangan kepolisian, limbah ini sedang dalam tahap penyelidikan dan barang bukti telah diamankan.
“Dinkes mencari data dari mana asal produk limbah. DLH melakukan antisipasi dampak lingkungan sementara, dengan melokalisir limbah, sehingga tak berdampak luas terhadap lingkungan sekitar,” jelasnya.
Meski demikian, pemerintah daerah terus memantau perkembangan situasi untuk meminimalkan risiko lingkungan.
DLH terus berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk dengan kementerian terkait pemulihan lahan yang mungkin terdampak atau terkontaminasi.
“Kami akan menentukan langkah yang tepat sesuai ketentuan, apabila lahan tersebut betul-betul terkontaminasi,” lanjutnya.
Kepala Dinkes Jepara melalui perwakilan dari Bidang Farmasi dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Silvy Alifia, mengonfirmasi bahwa dinasnya sudah menghubungi perusahaan yang namanya tertera pada kardus limbah.
Klarifikasi dari perusahaan menyatakan bahwa produk tersebut bukan buatan mereka, karena produksi obat serupa telah dihentikan sejak 2016.
Dugaan kini mengarah pada keterlibatan industri farmasi ilegal.
“Bisa dibuktikan dengan Nomor Izin Edar (NIE) yang tidak berlaku dan nomor batch yang tidak terdaftar,” ujarnya.
Dinkes juga telah meminta informasi tambahan dari BBPOM Semarang yang mengonfirmasi bahwa obat yang ditemukan tidak lagi beredar secara legal.
Memperkuat dugaan limbah tersebut berasal dari aktivitas farmasi ilegal yang diselidiki pada April 2024.
“Jika klarifikasi dari BPOM-nya, mungkin ada benang merah di situ,” tambahnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar