PATI – Mondes.co.id | Petani asal Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati Suharno mengungkapkan bahwa kondisi pertanian cabai memasuki fase tanam yang kedua.
Pada fase tanam pertama, ia sudah memanen cabai keriting maupun cabai rawit yang berada di lahannya, tepat pada Juni sampai Juli 2025.
Di fase tanam yang kedua ini, kondisi cabai milik Harno sudah berbunga.
Ia berusaha agar kondisi tanaman cabai yang berbunga itu tetap terjaga agar menghasilkan komoditas cabai yang bagus.
“Dalam menanam cabai yang saya punya hari ini fase kedua, kemarin sudah panen, dan sekarang itu melebihi empat bulan pembungaan lagi, tinggal kita rawat supaya tidak jatuh dengan cara menyemprot pakai obat. Bulan Juli lalu sudah panen sudah habis, tetapi sebelumnya awal Juni sudah 14 kali memanen dalam jeda tiga hari sekali sampai merah,” ujarnya kepada Mondes.co.id, Senin (6/10/2025).
Bunga-bunga cabai yang bermekaran ini masih ada di pohonnya, sehingga Harno pun menantikan agar cabai tersebut matang.
Namun, kondisi panen kali ini berbeda dengan kondisi panen di fase tanam pertama.
Harno menuturkan kondisi tanaman cabai di fase tanam kedua tidak sesubur pada fase tanam pertama.
“Sebetulnya sudah mulai panen sedikit, Juli kan masih ada kembang, kemudian berbuah menunggu merah, tapi gak banyak seperti tahap (fase) pertama. Ini kan tingkat kesuburan cabai sendiri agak menurun, jadi hasilnya kurang maksimal nantinya, sehingga gak bisa dipredisi. Karena sudah tahapan kedua, jadi tingkat kesuburan kurang,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mengamati kondisi cuaca terkini yang berubah-ubah.
Menurutnya, cuaca hujan dan panas yang berganti-ganti, menyebabkan tanaman cabainya kena penyakit Layu Fusarium.
Layu Fusarium merupakan penyakit tanaman tular tanah yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum, yang menyerang sistem vaskular tanaman dan menghalangi penyerapan air serta nutrisi.
“Kesulitan sekarang ini ada penyakit akibat karena panas, terus ada hujan mempengaruhi tingkat kesehatan tanaman cabai itu sendiri, Layu Fusarium yang disebabkan jamur semacamnya. Dulu juga ada, tapi yang sekarang banyak karena faktor hujan panas yang berganti-ganti,” ungkapnya.
Harno menanam 1.200 cabai di lahanya yang seluas 2.000 meter persegi.
Dalam sekali petik panen pada awal Juli, ia mampu memperoleh 20 kilogram, berlanjut di puncaknya pada akhir Juli mampu memetik 90 kilogram.
Usai petik, cabai-cabai tersebut ia jual ke pasar.
Pada panen terakhir terjadi variasi harga, mulai dari Rp30 ribu per kilogram hingga Rp60 ribu per kilogram, sejak Juli sampai dengan Agustus 2025.
“Saya jualnya di temen sendiri, penjual di pasar, yang ambil temen-temen itu. Harga variasi, pada tahap pertama Rp30.000 per kilogram dan masa puncaknya di pertengahan Agustus sampai akhir Agustus Rp60.000 per kilogram,” terangnya.
Ia menyebut, pada saat ini harga cabai rawit setan Rp35 ribu per kilogram.
Sedangkan, harga cabai keriting Rp50 ribu per kilogram.
Merawat cabai, menurutnya perlu diimbangi pasokan air yang cukup, supaya pertumbuhan dan perkembangan cepat.
Ia berharap hujan segera turun dan pasokan air cukup untuk kebutuhan irigasi pertaniannya.
“Harapanya semoga ke depan cepet hujan, yang penting airnya mencukupi, saya rasa cukup mendorong supaya pertumbuhan cabai cepat. Dan mengairi cabai tidak terlalu banyak air, agar gak terlalu ngendong di dalamnya untuk menjaga kestabilan dari kesehatan tanaman cabai itu sendiri,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar