Tanah Gembong Jadi Saksi Bengisnya Tentara Belanda 

waktu baca 3 menit
Senin, 6 Nov 2023 13:22 0 1003 Vindi Agil

PATI – Mondes.co.id | Bumi Pesantenan Pati tidak luput dari kisah sadisnya para tentara Belanda saat menjajah Bumi Pertiwi.

Puluhan bahkan ratusan nyawa hilang saat kontak senjata meletup di Kecamatan Gembong pada tahun 1945 hingga 1949 silam.

Priyono, salah satu veteran kemerdekaan dari Kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani menceritakan, tanah Gembong jadi saksi bengisnya tentara Belanda saat membombardir tentara Indonesia dari segala lini.

Dengan menahan air mata yang hendak menetes, lelaki renta ini mengatakan jika Belanda mulai masuk setelah kemerdekaan, melalui jalur Todanan Blora menuju area Pucakwangi. Kala itu, para pejuang dari Pati sudah berjibaku dengan pelatuk senjata melawan Belanda.

“di Pati ini juga banyak pertempuran sehabis kemerdekaan 1945, tepatnya pada tahun 1949, dulu kita sering kontak senjata dengan tentara Belanda,” ujar Priyono tak lama ini.

Di bawah pimpinan Letnan Kolonel (Letkol) Munadi, diceritakannya pada kala itu, tentara Indonesia penuh semangat membara karena masih berjiwa muda.

Bahkan, Belanda sempat dibuat kelimpungan karena tentara Bumi Pertiwi yang tidak kenal lelah untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tak kalah akal, Priyono mengungkapkan betapa liciknya para tentara Belanda saat tidak bisa masuk ke area Bumi Pati. Mereka merekrut KNIL yang merupakan golongan tentara Indonesia dengan sebelumnya telah dididik oleh tentara Belanda untuk membantu supaya menjadi mata-mata dan bisa leluasa menuntut Belanda menyeruak masuk ke Pati.

Sebelum bisa masuk di Pati, para tentara Belanda sempat dihadang oleh barisan Pejuang Kemerdekaan. Gencatan senjata pun kembali tak bisa dihindari. Beberapa personel TNI dan masyarakat sipil juga turut menjadi korban pertumpahan darah.

BACA JUGA :  Relawan Ganjar-Mahfud di Pati Optimis Raih Suara 90 Persen

Sembari meremas tangan, lelaki berambut putih ini mengungkapkan, betapa sakit hati para pasukan kemerdekaan melawan saudara sendiri di Bumi Pati. Pasalnya, mereka harus melawan KNIL terlebih dahulu di barisan depan.

“Kami juga sebenarnya tidak tega, perang kita waktu itu melawan saudara sendiri yaitu KNIL Belanda. Jadi para KNIL ini dimanfaatkan oleh belanda habis-habisan,” geramnya.

Setelah Belanda masuk semakin jauh, mereka membagi dua jalur pasukannya, satu melalui Juwana dan satu lagi melalui Kletek, hingga sampai di area Gembong.

Lanjutnya, pertempuran kala itu tidak bisa dihindari, sangat hebat, di mana-mana suara letupan senapan bergemuruh membengkakkan telinga.

Saat itu, area Gembong yang menjadi pertahanan terakhir, para pejuang kemerdekaan diuntungkan dengan medan pertempuran. Hal itu karena kontur tanah yang berada di ketinggian, sehingga mudah melihat pasukan Belanda ketika mulai memasuki area markas.

Semakin jauh Belanda memasuki kawasan Gembong, pasukan pembela kemerdekaan tidak gentar menarik pelatuk senapan dan menghujani para tentara Belanda dengan timah panas. Pertempuran hebat itu membuat tentara Belanda tumbang serta berlarian kalang kabut.

“Begitu tentara Belanda datang kita hujani dengan peluru,” Lantangnya.

Setelah Belanda mengetahui bahwa pertahanan para pejuang kemerdekaan mempunyai persenjataan yang mumpuni, mereka menarik mundur sisa pasukannya.

Namun nahas, setelah itu mereka kembali membawa pasukan dengan jumlah yang lebih banyak, bahkan memakai Panser, Konkop, dan menyerang para pejuang habis-habisan dari udara.

“Akhirnya kita tidak bisa mengelak, tentara kita banyak yang gugur di sana. Kapten Ali Mahmudi dan para pejuang-pejuang lainnya tumbang di tanah Gembong,” tutupnya sembari mengusap air mata yang menetes.

Editor: Mila Candra

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA

Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini