PATI – Mondes.co.id | Alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan di Kabupaten Pati tidak hanya memberikan dampak positif bagi petani, tetapi juga meningkatkan risiko bencana.
Pembukaan lahan pertanian atau perkebunan di wilayah hutan dapat menyebabkan berbagai masalah seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Pembukaan lahan tersebut meski memberi manfaat ekonomi bagi para petani, ada juga konsekuensi negatif terkait dengan lingkungan.
Adanya perubahan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, meningkatkan potensi terjadinya bencana seperti banjir akibat perubahan pola aliran sungai, tanah longsor karena hilangnya akar vegetasi yang stabil, dan kekeringan sebagai akibat dari perubahan tata air alamiah.
Menurut Sinta Damayanti selaku Kepala Seksi (Kasi) Perencanaan dan Evaluasi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Pemali Jratun, risiko datangnya bencana alam meningkat lantaran tanah kehilangan fungsi aslinya.
“Ketika ada alih fungsi lahan seperti yang terjadi memang sisi konversinya akan meningkatkan erosi,” terangnya saat dikonfirmasi Mondes.co.id, Senin, 27 November 2023.
Pihaknya berusaha melakukan rehabilitasi pada lahan yang menjadi kritis karena perubahan fungsi tanah. Upaya tersebut dilakukan sebagai respons terhadap alih fungsi lahan.
“Kami mempunyai penyuluh kehutanan, kami lakukan sosialisasi di lapangan melalui mereka. Para penyuluh ini menjadi ujung tombak kegiatan terkait konservasi tanah dan air,” katanya.
Jika pengalihan fungsi lahan dibiarkan merusak kawasan hutan, risiko terjadinya bencana tidak terhindarkan. Salah satu konsekuensi dari alih fungsi lahan yang belakangan terjadi di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani adalah banjir bandang di Kecamatan Tambakromo dan Kecamatan Winong. Apalagi sebagian desa di kedua kecamatan tersebut berada di lereng Pegunungan Kendeng.
“Berpotensi terjadi banjir bandang seperti tahun lalu di Desa Godo, Kecamatan Winong hingga mencapai Tambakromo. Karena sekitar ratusan meter di atas desa-desa tersebut terdapat alih fungsi lahan,” ujar salah seorang pemerhati lingkungan asal Kabupaten Pati, Husaini.
Ia menyebut bahwa kondisi lahan yang dialihfungsikan sebagai lahan kritis. Total perhitungannya terdapat 16,2 ribu hektar lahan kritis di Kabupaten Pati, yang terbagi di kawasan Pegunungan Kendeng dan lereng Gunung Muria.
Husaini menambahkan bahwa alih fungsi lahan bukan terjadi di pegunungan kapur utara alias Kendeng saja. Melainkan juga terjadi di kawasan hutan Pegunungan Muria yang seharusnya menjadi lahan konservasi.
“Lereng Muria juga mengalami kerusakan parah, ditambah alih fungsi kawasan hutan menjadi tegalan ketela sangat tinggi. Hutan di Gunung Muria harusnya kan kawasan lindung tetapi dipakai untuk menanam komoditas ketela. Sehingga tanah tidak mampu menyimpan cadangan air, jika hujan datang airnya langsung mengalir ke bawah,” pungkasnya.
Editor: Mila Candra
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar