JEPARA – Mondes.co.id | Masyarakat di Kabupaten Jepara menyambut suka cita setiap tanggal 10 April yang diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jepara.
Berbagai kegiatan disiapkan pemerintah untuk menyambut hari jadi Kota Jepara itu. Namun belum banyak yang tahun mengenai sejarah HUT Kabupaten Jepara. Seperti apa asal mulanya ?
Seperti halnya penetapan hari jadi kota-kota di Indonesia, lazim digunakan metode dengan berpangkal pada peristiwa historis atau titi mangsa.
Seperti penetapan hari jadi kota Semarang, berpangkal pada peristiwa dilantiknya Ki Ageng Pandan Arang II sebagai Bupati Semarang yang pertama pada tanggal 2 Mei 1547.
Atau, dalam menetapkan hari jadi kota Ambon yang jatuh pada tanggal 7 September 1575 diambil dari peristiwa dibangunnya Benteng Portugis di Honipupu, yang oleh penduduk disebut “Kota Laha”.
Hasil penetapan titi mangsa kota Ambon ini berdasarkan “Seminar Sejarah Kota Ambon”.
Panitia penyusunan hari jadi Jepara dalam mencari titi mangsa hari jadi kota Jepara berdasarkan pada peristiwa historis yang sampai saat ini masih dikenang oleh masyarakat Jepara, dan masyarakat luar Jepara khususnya Jawa.
Dalam hal ini, panitia menetapkan dua alternatif pada peristiwa historis, pertama kenaikan takhta Ratu Kalinyamat menjadi penguasa Jepara pada tahun 1549 dan serangan heroiknya ke Malaka pada tahun 1551.
Dengan memilih tokoh Ratu Kalinyamat sebagai teladan, dan cukup memiliki banyak nilai-nilai luhur diantaranya, Ratu Kalinyamat sebagai sosok yang sangat mencintai tanah airnya.
Kemudian, patriotik dan solidaritas dibuktikan dengan membantu kerajaan Johor dan Aceh untuk menghalau Portugis.
Selanjutnya, tabah hati menghadapi musibah dan dengan gigih berusaha mengatasi masalah yang tengah dihadapi saat kematian suami tercinta dan konflik di Kerajaan Demak. Muslimat yang setia pada suami. Dan terakhir, wanita pengusaha, Ratu Kalinayamat terkenal sebagai wanita yang kaya dan berkuasa.
Dapat diambil kesimpulan dengan menghayati nilai-nilai luhur Ratu Kalinyamat dan hasil karya beliau yang telah mengantarkan Jepara pada puncak kejayaannya, maka tahun 1549 ditetapkan sebagai tahun hari jadi Jepara.
Jika dibuat surya sengkala dapat dikemukakan perkataan “Trus Karya Tataning Bumi” (9) Trus (5) Karya (4) Tataning (1) Bumi yang bermakna: Terus menerus berkarya demi ketertiban di bumi.
Surya sengkala ini sesuai dengan sifat masyarakat Jepara yang terkenal sebagai masyarakat yang religius dan taat menjalankan ajaran-ajaran agamanya.
Panitia penyusunan hari jadi Jepara dibentuk pada tanggal 10 Maret 1988 yang ditandatangani oleh Bupati Jepara Hisom Prasetyo. Susunan Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara. Drs Margono (Ketua Umum), Chaizoel, SH (Ketua), Drs. Hartadi (Sekretaris), Drs Soetedjo (Bendahara). Panitia penyusunan dan penetapan hari jadi Jepara juga melibatkan para ahli sejarah serta akademisi dari beberapa Universitas. DR. Hamid Abdullah (UNDIP), Drs Muhadi (UNDIP), Amin Budiman (Ahli sejarah), Drs Suwarti Kartiwa (Pimpinan Museum Nasional Jakarta), DR Djoko Suryo (UGM).
Sehingga disimpulkan, Hari jadi Kabupaten Jepara berkaitan erat dengan penobatan Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin Jepara yakni 10 April 1549, yang ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya tataning Bumi, yang berarti terus bekerja keras membangun daerah.
Merujuk buku “Ratu Kalinyamat Perempuan Perintis Antikolonialisme 1549-1579” (2022), penetapan 10 April 1549 sebagai kelahiran Kabupaten Jepara termaktub dalam Peratutan Daerah Tingkat II Jepara Nomor 9 Tahun 1988 tentang Hari Jadi Jepara.
Nah, bagaimana dengan penaman kota “Jepara” itu sendiri ?
Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan ditanah jawa. Diujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana.
Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.
Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak.
Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.
Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara.
Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya.
Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.
Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja.
Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Nimas ratu Kalinyamat.
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.
*Diambil dari berbagai sumber. (Ar/Dr)
Anda tidak dapat menyalin konten halaman ini
Tidak ada komentar